Friday, October 29, 2010

Perempuan Berbisik 79: Suaramu Kudengar Dan Senantiasa Terngiang

*by RinnyS*
*** *** ***

Jakarta, 26 Oktober 2010, 18:28 (historical called)

HP bergetar. Di layar tertulis nama: Yuniawan Wahyu Nugroho (YWN)
Saya angkat...

YWN: Halooo...
Saya: Haaiiii...

YWN: Aku sudah di atas Merapi niiihh... Di depan rumah Mbah Maridjan...
Saya: Ohya, emangnya Mbah Maridjan dimana?

YWN: Aku dan Mas Tutur mau jemput Mbah Maridjan, tadi kami sudah turun, Mbah Maridjan mengevakuasi keluarganya. Lalu dia naik lagi, mau sholat dulu... Jadi kami berdua putuskan menjemput aja...

Saya: Naik apa?

YWN: Aku dan Mas Tutur naik mobil

Saya: Mbah Maridjan naik apa?

YWN: Jalan dia, 'kan pemilik gunung, he he he...

Saya: Walah walah. Umur berapa toh Simbah itu?

YWN: 83... Hebat sekali fisiknya... Dia tadi bilang mau turun lagi dan kita akan bersama-sama. Biar cepat maka aku dan mas Tutur nyusul aja naik mobil...

(Sementara itu suara latar cukup bising dengan bunyi sirine)

Saya: Berisik banget belakangmu ya...

YWN: Dengar ngga? Dengarkan itu... Suara sirine...

Saya: lha? Kok belum turun? Bukannya itu peringatan? Hati-hati... Aduh... Hati-hati yaaa...

YWN: Iya ini nunggu Mbah sholat, kami di depan rumahnya kok... Ini banyak debu, mataku pedih...

Saya: Pake masker 'kan? Pake kacamata?

YWN: Iya, banyak masker... Aku juga bawa... Banyak orang harus ditolong niiihhh...

Saya: Hati-hati... Tuhan berkati...

YWN: Lho? Kok itu ada api? Aduh ada api... Api...api...
........(Bunyi kemeresek)...

Aduh aduuuhhh....
........(Kemeresek lagi)...

Aaaahh aawww... Aaawww...

(Sambungan telepon terputus...)

---------
Berkali-kali mencoba, saya tidak bisa terhubung.
Jantung saya berdegup, airmata saya mengalir...
Saya hanya dapat berbisik: "Tuhan, Engkau ada di sana, bukan?"

Suaramu kudengar, Sobat...

Saat ini engkau pasti sudah mengawasi dari sana dengan senyummu yang penuh kasih... Saya yakin DIA ada bersamamu ketika itu, seperti kesaksian banyak orang mengenai sosok yang berjalan bersamamu... Karena engkau senantiasa rindu hadiratNYA. Engkau sangat mengasihi Tuhan, amat sangat. DIA terlebih sangat mengasihimu.

"Sudah selesai"


___________RS @ OwnBlog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Thursday, October 21, 2010

Perempuan Berbisik 78: WAKTUKU

*by RinnyS*
*** *** ***

WAKTUKU
By RS

Keras bunyi kipas,
Getas sunyi nafas,

Belum lepas dentam cemas,
Derum belas cekam pedas,

Waktu, mencari ruang dalam iramanya tetap,
Waktu, menari riang dengan aromanya sedap,

Waktu, menalu redup menatap dalam gelap,
Waktu, merayu degup merayap dalam senyap,

Boleh kuminta tunggu sejenak?
Boleh kupinta tangguh sehenyak?

Kutahu iramamu tetap,
Kutahu aromamu sedap,
Kutahu ruangmu siap,
Kutahu riangmu tiap,

Ah ah ah...
Meski tetap, kurasa percepatanmu kuat...

Ah ah ah...
Meski sedap, kurasa percampuranmu pekat...

Ah ah ah...
Kian dekat...
Kian cepat...
Kian kuat...
Kian pekat...

Ya ya ya yaaa...
Aku siap ucap terimakasih,
Padamu waktuku salam kasih,
PEMBERImu yang tak ternilai limpah kasih,
Sekian puluh sekian kali boleh kuulang kini pun masih,

Maturnuwun Gusti,
Kulo ndherek Tuwan slaminyo,

Jum'at, 22 Oktober 2010, 00:01

___________
RS @ OwnBlog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***