Wednesday, August 17, 2011

#112 - Indonesia Pusaka :: Dirgahayu Negeriku

Puluhan tahun lamanya, saya mengenal lantunan berikut:

::Indonesia Pusaka::
Lirik Lagu Wajib Nasional
Musik Perjuangan/Patriotik Nasional
Republik Indonesia

Ciptaan: Ismail Marzuki

Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja-puja bangsa

Reff :
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Tempat akhir menutup mata

Sungguh indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujanya

Reff :
Indonesia ibu pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenagaku bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi
---

Saya tidak peduli apakah lagu perjuangan nasional ini paling sering dilantunkan pada masa orla, orba, reformasi, dan or or or lainnya.
Karena yang menggaris tebal memori tidak pada masanya, momen, ataupun faktor eksternal lainnya. Akan tetapi pada 'rasa' yang senantiasa menyelubungi serabut-serabut jiwa tatkala melantunkan irama dan syairnya.
Ismail Marzuki, sang maestro penggubah, bukan sekadar menulis dan menciptakannya semata. Saya yakin, lebih dari itu, ia menumpahkan panggilan hati dan kerinduan teramat dalam menyatukan berbagai masa dalam perjalanan republik ini. Saya pikir, juga bukan sekadar rasa bangga pada kelimpahan yang dimiliki negeri ini, saat lirik lagu itu tertuang dalam bait-baitnya.

Diksi 'pusaka' mengarahkan pada makna yang sangat dalam. Terlebih diangkat sebagai judul sebuah gubahan.

Menurut KBBI definisi 'pusaka':
1 harta benda peninggalan orang yg telah meninggal; warisan.
2 barang yg diturunkan dr nenek moyang:
keris pusaka;
pusaka gantung: harta pusaka yg tidak terang siapa yg berhak mewarisinya;
pusaka rendah: harta pusaka yg diterima dr perseorangan (spt kain, cincin);
pusaka tinggi: harta pusaka milik kaum (tanah, sawah, atau tanah adat).

Kita bisa lihat, judul lagu bukanlah pusaka Indonesia, melainkan 'Indonesia Pusaka', yang berarti Indonesia lah harta tersebut, warisan tak ternilai, yang bukan cuma pusaka tinggi, lebih dari itu.
BUKAN hanya dimiliki satu orang atau satu kelompok atau satu etnik atau satu suku atau satu agama atau satu ras atau satu golongan atau satu partai, dan lain-lain. Saya rasa, itu pesan utamanya. Negeri ini adalah pusaka kita. *terharu*
Banyak kelompok, banyak organisasi, banyak perkumpulan, bahkan nama pribadi, telah mengabadikan pusaka itu: Indonesia.

Merawat pusaka adalah amanah. Bukankah demikian?
Apakah pusaka ini tetap mau dirawat? Memoles yang berkarat agar bersinar lagi, mengasahnya agar tajam lagi. Bungkam saya jika terlalu cerewet, atau bahkan lebay.
Tapi saya tetap merinding pada pusaka ini.
Terlebih setiap kali mendengar nada-nada terlantun lewat lirik "Indonesia Pusaka".
Saya merinding, menitik airmata saya.

Hasil jelajah wiki-wiki, hanya menemukan yang berikut:
Indonesia Pusaka (English: Indonesia, the Heritage) is a patriotic song composed by Ismail Marzuki. It is normally played on Indonesian Independence Day celebration.

Hari ini, Indonesian Independence Day celebration.
Peringatan dan perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke 66.
Izinkan ucapan saya melantun:
Dirgahayu Negeriku.
Juga yang ini:
Indonesia pusaka abadi nan jaya.

*Telah diposting juga ke mailing list HIMPSI Jaya (Himpunan Psikologi Indonesia, Wilayah DKI Jakarta Raya), dan Psikologi Indonesia.*
•••
best regards,
Rinny Soegiyoharto
•••

Friday, August 12, 2011

#111 - Dia, aku, kamu...kita

by RinnySoegiyoharto

Petang terasa dekat
Menjauh ketika pagi
Tegang meraba pekat
Menabuh cerita hati

Wajah itu mengikuti
Di depan di belakang
Di samping kiri kanan

Tiada bayang-bayang
Sebab ada terasa ada
Tak terlihat sungguh tidak
Tapi ada pasti ada

Gelantung lepas satu lepas
Dua lepas tiga lepas
Sampai seribu pun lepas
Bahkan sejuta bisa lepas

Tapi rasa tetap ada
Merasuk lembut halus
Berjumlah sama tak kurang

Melalui tiap pori
Melewati tiap lubang
Menyusuri jalan tiada balik

Boleh untukmu,
Memang untukmu,
Selalu untukmu,

Ambillah
Karena sudah kuberi
tak kuminta kau bayar
Ambillah
Cuma-cuma

Dia tidak minta kubayar
Di depan di belakang
Di samping kiri kanan

Segala arah ada
Penjuru angin tak cukup
Belum sempat diberi nama

Dia sudah lama berdiri
Lama sebelum kutahu
Lebih lama tanpa kutahu

Bersinar tak silaukan
Berkata lembut
Menatap damai
Mengecup dalam
Bukan gairah akar
Tidak seperti kita

Tapi karena kita, kita
Dia,
Dia
Kita, kita
Dan kita tak jadi
Dia,
Tak akan,

Dia jadikan kita
Karena kita, kita
Dia,
Dia
Cuma karena cinta
Dia cinta terlalu amat

Keriput bergaris-garis
Berkerut di sudut-sudut
Telah diciduk habis keluar
Hingga tak sanggup lagi

Terkuras
Semua sudah basah
Lalu kering lagi
Tak cukup tak pernah

Keperihanku karena kamu
Terlalu kecil,
Kecil sungguh kecil
Dia perih karena aku
Dia perih karena kamu

Perih karena kita, kita
Dia tak teriak seperti kita
Kita, kita
Dia,
Dia
Karena kita

Rasa kita ada
Mungkin kamu hilang
Aku tidak
Dia selalu, tak kurang
Bahkan tambah, dan makin

Sejadi-jadinya kumenangis
Sejauh-jauhnya jatuhku simpuh
Sebab tak tahan aku
Dia terlalu perih
Dan terlalu cinta

Dia, kamu, aku,
Kita, kita
Dia,
Dia

12-08-2011 :: 02:00am

»
best regards,
Rinny Soegiyoharto
«

Wednesday, August 3, 2011

VoaF#110 - Roses

Once on Sunday after worship, I went with my friend to her house. Which was in the front yard filled with diverse planted roses, though still dominated by red roses.
I was a little cute (Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡) girl then, lived with my family in a friendly small town. Every Sunday morning several children, including me, walked together to sunday school closed to the church.

Joyfully when we all still hold together, playing and singing until every child tired. Then each went home, bringing stories for parents and siblings. I was no exception.

Coming home from a friend's house in that day, I brought a rose for my mother. My friend's mother has allowed me to pluck a sprig before I go home.
How fragrant the rose, I inhaled along the way, until a few petals apart, and remains visible wilting. I would be so sad.
Is when we too adore something then it would quickly wither? Then we lose it?
That's just as innocent as question of a little girl, tens years ago.
»
best regards,
Rinny Soegiyoharto
«

VoaF#109 - Manusia Itu Istimewa

By Rinny Soegiyoharto

Memperhatikan dan mengamati hewan peliharaan beraktivitas, rasa kagum pada ke-sungguh-amat-baik-nya manusia, makin hebat.
Betapa tidak, saat seekor anjing susah-payah mendorong mulutnya, menggapai sepotong tulang diantara makanannya, tiada jemari yang dapat membantu. Kepalan kaki depan hanya dapat menggeser obyek itu beberapa senti agar tergerogoti sedikit-sedikit oleh geligi yang jarang.

Sungguh luar biasa istimewa manusia. Makhluk tertinggi yang sempurna dengan segala peralatan lengkapnya. Jemari yang dapat menulis (kemampuan dan keterampilan motorik halus yang hanya dimiliki manusia). Hingga otak dan susunan syarafnya, yang bermuatan energi listrik dan gelombang elektromagnetik unik tercanggih.

Lebih dari 6,5 (enam setengah) miliar makhluk istimewa mendiami dunia ini. Bahkan pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 7 (tujuh) miliar jiwa. Demografis mencatat dalam 12 (duabelas) tahun manusia di dunia bertambah satu miliar jumlahnya, setelah dikurangi angka mortalitas tentu saja (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk).

Apakah seluruh manusia yang ada itu istimewa?
Apakah semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap kelangsungan bumi dan segala isinya?
Apakah kelengkapan perangkat yang dimilikinya sebagai ciri kuat keistimewaannya tersebut sekadar peralatan belaka?

Adakalanya manusia lupa pada keistimewaan yang dipunyai. Akal-budi, aspek yang sejatinya adalah harta dan talenta berharga, seringkali tumpul, terkikis, bahkan lumpuh. Seolah-olah jemari yang lentur menarikan pinsil, hanya terkepal bagai kaki depan. Tak banyak membantu, malah merusak. Kantong sesak bersama buncitnya perut, hak dan kewajiban bertukar tempat, alam meranggas tergerogot keserakahan. Banyak lagi.

Selayaknya istimewa terberi itu disadari, diterima dan diperlakukan istimewa sesuai hakikat dan fitrahnya. Sinergi hampir tujuh miliar manusia memetakan dunia istimewa yang bergerak harmonis dalam konstelasinya.
Apakah sudah? Ataukah belum?
Tampaknya belum (⌣́_⌣̀).
Tapi optimisme pada setiap manusia pasti berpengharapan mewujudkannya menjadi 'sudah', setidaknya 'sedang'.
Semoga kalimat itu benar-benar optimis Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡.

»
best regards,
Rinny Soegiyoharto
«

Monday, August 1, 2011

VoaF#108 - Just Adopted

By Rinny Soegiyoharto


They've called him, Baron. He is so cute, mix breed puppy, has black and brown hair Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡, playfully, and adaptable.
Welcome to your new family, Baron. We all are considering to call you Bona, like our late dog (⌣́_⌣̀) .
Enjoy your daily doggy-class, as well. As we have 'Cesar Millan' Indonesian version here...
Anyone interest to join?
Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡ Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡ ​​​Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡◦°


»
best regards,
Rinny Soegiyoharto
«

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***