Friday, November 25, 2011

#140 - Getting Old

by Rinny Soegiyoharto

~ menjadi tua itu pasti! menjadi dewasa itu pilihan! ~
Salah satu kalimat manis yang tak mudah hilang dari memori saya. Maaf jika saya lupa pada nama sosok berpengaruh yang mencetuskannya mula-mula. Kalimat tersebut saya dengar pertama kali dan sempat mendiskusikannya di dalam kelompok, pada saat saya tergabung dalam tim pionir pembangunan karakter, bertahun-tahun lampau.

Saya rasa itu kalimat yang pas. Tidak lebih, tidak kurang.
Saat ini saya merasa mulai menua secara fisik. Indikator yang saya rujuk antara lain, tulang-tulang yang mulai 'berderak' saat tubuh digerakkan. Juga penglihatan dan stamina yang jauh menurun. Presbyopi di atas plus 2 untuk membantu melihat deretan huruf-huruf, saya rasa bukti otentik yang tak bisa dimanipulasi, tentu selain dengan lensa kacamata. Tak ketinggalan, 'dia' yang rajin mendatangiku setahun terakhir ini, yang mengajariku bertahan dan makin bersyukur.

Banyak pelajaran 'menua' dan 'tua' yang kuserap dari sekitarku. Ada begitu banyak orang yang matang dan dewasa, selain usia yang bertambah dan menjadi tua secara alami. Tapi juga sangat banyak yang tidak yakin memilih menjadi dewasa. Bahkan perilaku serta ucapan-ucapan lisan dan tulisan yang sungguh mencerminkan kesenjangan signifikan dengan tua alamiah pada usia tubuhnya.

Saya berusaha belajar dari mereka yang merenta bersahaja dalam kerendahan hati, tulus, membangun generasi. Mereka yang tidak lagi mengukur sukses melalui hidupnya, melainkan sukses orang lain dalam ukiran tangannya. Mereka yang tak penting diri sendiri, yang tak hirau salah dan khilaf orang lain. Tentu saja mereka juga yang maju bagi orang lain, bukannya maju dari orang lain.
Mereka ini tidak sama. Ada yang benar-benar tua dalam usia dan matang sebagai pribadi. Ada pula yang memiliki pribadi matang dan konsisten, walaupun usianya relatif belum renta.

Betapa penting dan berharganya mereka. Kehidupan yang bergulir dalam penyerahan total tanpa diwarnai ambisi tahta, keserakahan harta dan kenikmatan buta. Dalam doa-doaku yang selalu berani, kuminta Gusti menuntunku menjadi dewasa seperti mereka. Proses yang berayun-ayun, indah dan luar biasa. Saya tahu, arahku benar, dikala segala sesuatu dalam tataran cosmic makro Maha Dahsyat. Sungguh-sungguh itu yang kumaksud, tak ingin hanya menjual namaNYA demi kepentingan rentannya manusia.

Dalam seluruh wawancara pemetaan dan pengembangan yang kulalui, sangat jarang menemukan sosok pemimpin yang dewasa mengembangkan orang lain. Ada banyak pemimpin dan calon pemimpin yang lebih suka berbicara 'aku' daripada 'timku'. Hingga keunggulan dan kebaikan orang lain menjadi ancaman. Hingga sangat sulit mengembangkan orang lain sesuai potensinya, tanpa batasan-batasan rasa takut terlampaui.

Ada banyak pemimpin (dalam hal ini pemimpin adalah profil yang 'dituakan') yang tak menyadari kesukaannya memamerkan diri pribadi untuk mengunggulkan citra kapasitasnya. Lupa mereka pada dukungan dan kepatuhan pengikut. Bahkan menentang pemimpin di atasnya dan tak menaruh respek. Bagaimanakah seorang pemimpin berempati pada pengikut/bawahan apabila ia sendiri tak mampu menjadi pengikut yang dewasa?

Ada juga banyak yang tak memilih dewasa, menghambat perkembangan yunior-yunior yang bersemangat mematangkan diri dalam proses belajar. Bukannya membimbing, menegur dengan kasih, mengajak bicara dalam suasana nyaman, malah menyerang tanpa ampun, demi menunjukkan kekuasaan yang seolah-olah tak pernah kikis.

Menjadi dewasa itu pilihan, tak kan mungkin dewasa jika tak pernah engkau memilihnya.

Mari menjadi tua dalam kematangan, kebijakan, kepasrahan, kerendahan-hati, penuh kasih-sayang dan sukacita tulus.

I wanna grow old with you, Sayang.
Let's grow together, to be old, and to be mature, indeed.
Be blessed.

Tuesday, November 22, 2011

#139 - Garuda Muda Terbanglah Makin Dewasa Dengan Kemudaanmu. GM Hebat!

by Rinny Soegiyoharto

Duapuluh satu November dua ribu sebelas,
Sekitar pukul enambelas lebih beberapa belas menit, saya melintas di dalam jalan (yang harusnya) bebas hambatan, di sekitar Senayan. Pamer; PAdat MERayap. Di ruas arteri bahkan jauh lebih pamer.
Gelora Bung Karno Senayan sungguh bergelora.

Dalam kurun pukul sembilan belas lewat beberapa belas, hingga duapuluh dua lewat beberapa belas bahkan puluh, tiupan angin nasionalisme mewarnai suasana negeriku Indonesia. Rasanya sebagian besar layar kaca di penjuru-penjuru negeri tak bergerak dari channel stasiun televisi yang menyiar langsung pertandingan FINAL SEPAKBOLA SEAGAMES dari Gelora Bung Karno.
Timnas Ind(ONE)sia GARUDA MUDA U-23 vs timnas M(ALAY)sia.

Uuuuufffhhh!!!
Tegang bos! Pemirsa mendadak jadi komentator. Jejaring sosial, grup-grup blackberry, dsb, jadi wadah ampuh katarsis pemirsa. Seru, bangga, tegang, kecewa, antusias, penuh harap, menghibur diri, tumpah ruah ah ah ah.

Pertandingan yang alot. Upaya-upaya yang giat luar biasa, bahkan pun 'diving' yang cantik hingga buruk.
{45 menit (kali) 2} (plus) 3 menit (plus) {15 menit (kali) 2} (plus) tendangan pinalti 5 (bagi) 5.
Luar biasa keras, bukan?
Pada menit-menit pertama, tim Garuda Muda mencetak gol pertama (dan satu-satunya dalam seluruh pertandingan 123 menit yang menegangkan), melalui oper-operan cakep di lini penyerang dan gelandang. Saya tidak menyebutkan nama-nama di sini, karena mereka adalah TIM.
Pada akhirnya dapat diimbangi dengan satu gol pihak tim negara (yang katanya tetangga, katanya serumpun, tapi... Huuuh!).

Anak-anak muda penuh daya juang, semangat dan kebanggaan merah-putih dan garuda dan bhinneka tunggal ika, menunjukkan hebatnya mereka.
Bukti kehebatan adalah nyata melalui 123 menit yang sangat melelahkan. Menguras energi fisik dan energi mental. Untung saja mereka tak mendengarkan komentar-komentar agak tak sedap yang menguar di berbagai sudut. Tidak ada yang salah dari komentar-komentar itu, karena sesungguhnya keluar dari perasaan bangga dan penuh harap pada anak-anak muda berseragam merah-putih yang tengah berlaga bagi bangsa-negara.

Pada akhirnya, tim GARUDA MUDA nan hebat, harus berserah pada hasil adu pinalti 5 dan 5. Bagian ini 'hanya' penentu. Menurut saya bukan lagi pertandingan. Karena faktor 'keberuntungan' dominan di sini.
Jika saya boleh berdoa tadi, bukan berarti doa saya dan jutaan pemirsa, penonton, masyarakat, tidak dikabulkan Yang Maha Kuasa.
Suara Tuhan berbisik: "Doa kalian ditunda pengabulannya. Ada yang lebih penting dari sekadar medali emas". Ơ̴̴̴̴̴̴͡ .̮ Ơ̴̴͡.

Ya. Kalau dipikir-pikir, usaha yang luar biasa, tekad dan daya juang hingga menit-menit terakhir, bisa disaksikan. Hebat betul.
Akan tetapi dalam proses itu, tetap ada pelajaran-pelajaran penting.
Pertandingan tetaplah pertandingan. Ada yang menang dan ada yang kalah. (Tapi ngga rela ya kalau si tetangga yang itu yang menang (⌣́_⌣̀)).

Tim GARUDA MUDA sudah hebat. Tapi mereka masih harus berupaya lebih hebat lagi. Sudah kompak dan bisa kerjasama satu sama lain. Tapi mereka masih harus mempertahankan kerjasama yang stabil. Kerjasama yang tidak digoyahkan oleh kepentingan pribadi untuk mencetak nama diri.
Mereka perlu merapatkan hati lebih lagi, agar bulu-bulu sayap Garuda makin rapat dan kuat, untuk terbang tanpa terjatuh parah. Terbang tinggi tanpa lupa pada sarang.
Perlu menguatkan sintalitas (kepribadian kelompok/tim) hingga tak berongga untuk dibobol lawan.

Kamu hebat, GARUDA MUDA. Lebih hebatlah lagi, dan makin kuat untuk mengarungi angkasa dengan rendah hati, bergandengan, dan tetap berserah pada Kekuatan Utama Yang Mengendalikan bahkan sendi terkecil dari kehidupan kita semua.
Aku bangga padamu!

Terbanglah Makin Dewasa Dengan Kemudaanmu. GARUDA MUDA Hebat!
TUHAN memberkati!

(Akhirnya nulis topik ini juga, he he he...)

@RinnyLaPrincesa
http://suara-hati-rinny.blogspot.com/

Sunday, November 20, 2011

#138 - Tadi Malam

by Rinny Soegiyoharto

Tadi malam ibuku tampak sangat cantik. Sehat dan kuat, tidak menyanggah tongkat kaki empat sebagaimana terakhir aku melihatnya, tiga setengah tahun lampau.
Ekspresinya anggun dan bagaikan seorang ratu, tetapi dingin menatapku.

"Ayo, kita berangkat sebentar lagi. Jangan sampai ketinggalan pesawat." ujarnya datar. Tanpa senyum.
"Sudah beli tiket, Mam? Naik apa?" Tanyaku.
"Ada tiga tiket, kita berangkat bertiga. Pesawat apa saja tidak akan pernah mau menunggu," kata ibuku, masih tanpa senyum. Namun wajahnya cerah, anggun, berwibawa, bercahaya, tegas, juga lembut.

Aku harus melangkah dulu. Ada lorong-lorong yang belum kumasuki, aku harus ke sana.
Pada sebuah ujung lorong, kulihat kekasihku. Ia tidak melihat aku, karena ada seseorang bersamanya. Seseorang yang kukenal.

Berpacu dengan waktu dan hari yang hampir gelap, bergegas aku ke pelataran, tempat ibuku menunggu.
"Pesawatnya sudah datang?" Tanyaku tersengal-sengal.
Tiada jawaban. Hanya tatapan haru dan iba, penuh kasih-sayang, penerimaan dan penyertaan, tanpa menyentuhku.
Perasaanku dipenuhi kehangatan, kemudian dialiri rasa dingin yang membekukan seluruh tulang hingga kaku. Aku hanya menatap ke ruangan tak berhingga.

Aku terjaga. Mimpiku tadi malam terekam di sini.

Thank you, Lord.

#137 - Khawatir

by Rinny Soegiyoharto

Kadangkala aku khawatir, ketika dia datang, lagi, masih sanggupkah aku menghadapinya?
Membayangkan segala sakit, lemas dan lemah yang dibawanya, aku berdebar-debar dalam keringat dan rasa panas. Seolah-olah melihat tiang gantungan dari kejauhan, yang makin lama makin jelas.

Lalu khawatirku berlangsung surut, saat kutelusuri waktu demi waktu yang sudah kulewati. Semua baik, indah, semua ada dalam radius pengawasanNYA, dalam genggaman kasihNYA. Senantiasa. Dulu, sekarang dan selama-lamanya.

Thank you, Lord. I surrender all...
Terimalah doaku bagi seluruh keluarga, kekasih, sahabat, kerabat, semua mereka...

•••
best regards,
Rinny Soegiyoharto
•••

Saturday, November 19, 2011

#136 - Ketika Aku Hijau

by Rinny Soegiyoharto

Warna, seringkali diasosiasikan dengan berbagai makna. Baik yang merepresentasikan kesan, suasana hati, emosi, karakter, ruang, waktu, maupun kecenderungan bahkan masalah-masalah.
Membahas kluster-kluster makna tersebut tentunya akan menyita banyak kata-kata dan menguras pikiran.
Lebih enak jika aku bicara bebas saja di ruang ini. Malam minggu, sambil memandangi layar kaca, tanding Indonesia vs Vietnam di SEAGames cabang sepakbola. Ada banyak warna di layar kaca itu; bola kuning, putih-hijau uniform timnas, merah bara di sisi lawan, hijau bonteng-bonteng lapangannya, he he he...

Dulu, orangtuaku sempat mengidentikkan aku dengan merah, adik perempuanku dengan biru.
Tapi waktu berlalu, warna-warna itu tidak menetap. Alasan-alasannya pun melemah.
Seiring berkembangnya dekorasi kamar tidurku dengan dominasi HIJAU!
Karpet, gordijn, bed-cover, alas meja, tutup kaca, pernak-pernik, dan kura-kura (satu-satunya boneka yang aku punya).

Namun, rasanya aneh betul jika diriku harus mengenakan 'hijau' di tubuh ini, tentu kecuali 'green-army look' yaaa. Macho kesannya warna hijau tentara dibawa-bawa oleh tubuh.
Waktu itu, hijau merepresentasikan gradasi duplikasi aku dengan ibuku, yang menganggap hijau adalah cinta dan kesuburan; ketenangan dan kesabaran; sukacita dan kelembutan; alam dan Tuhan.

Ketika aku hijau, aku merasa mirip dengan ibuku, memahami perasaannya, memulas dunia sekitar dengan makna-makna itu.
Tetapi, ternyata bukan duplikasi semata yang hadir dalam duniaku. Tadinya kupikir sekadar 'meniru', atau 'ikut-ikutan'. Keliru! Warna itu memang pilihanku.
Ketika aku hijau, aku benar-benar hijau. Makna naïve dalam pikiran-pikiranku begitu kuat. Aku tidak mengenal area abu-abu! Yang kutahu, itu hitam dan ini putih.
Lalu, ketika perasaanku kurang sejahtera, naïveku menyelamatkanku. Mungkin itu suara Illahi, atau bisikan semesta yang begitu alami, suci dan murni.

Demikianlah.
Ketika aku hijau... Waktu itu...
Apakah aku sekarang?

Tuesday, November 15, 2011

#135 - Deeper In Love (with YOU)

LEBIH DALAM LAGI (DEEPER IN LOVE)
Robert & Lea Sutanto
Do=G

     G                        Bm                  Am
SATU HAL YANG KURINDUKAN YA TUHAN
ONE THINGS HAVE I DESIRED IN MY LIFE LORD
     D                D7                 G
SELALU BERADA DI DEKAT-MU
TO THIRST AND HUNGER AFTER YOU ALONE
        C                        D         Bm                    Em
DENGAN SEG'NAP HATI, DENGAN SEG'NAP JIWA
WITH ALL MY HEART AND SOUL WITH ALL MY STRENGTH AND LOVE
     Am               A            D    D7
KUMENANTI DI HADIRAT-MU
TO WORSHIP AS YOUR GLORY FILL THIS PLACE

     REFF
                     G        D                  Bm        C
     LEBIH DALAM LAGI KURINDU KAU TUHAN
     DEEPER IN LOVE WITH YOU DEEPER IN LOVE WITH YOU
          G                 A                   D    D7
     LEBIH DARI SEGALA YANG ADA
     I LOVE YOU MORE THAN ANYTHING IN LIFE
                      G       D                 Bm         C
     LEBIH DALAM LAGI KUCINTA KAU YESUS
     DEEPER IN LOVE WITH YOU DEEPER IN LOVE WITH YOU
           G         D     G
     KUMENGASIHI-MU
     OH HOW I LOVE YOU LORD


Rinny Soegiyoharto
@RinnyLaPrincesa said, "I Love You, Lord Jesus,"

#134 - How Great Thou Art

Lyrics:
Alan Jackson
How Great Thou Art

Oh Lord my God
When I in awesome wonder
Consider all the works
Thy hands have made
I see the stars
I hear the rolling thunder
Thy power throughout
The universe displayed

Then sings my soul
My Saviour, God, to Thee
How great thou art
How great thou art
Then sings my soul
My Saviour, God, to Thee
How great Thou art
How great Thou art

When Christ shall come
With shouts of adulation
And take me home
What joy shall fill my heart
Then I shall bow
In humble adoration
And there proclaim My God
How great Thou art

Then sings my soul
My Saviour, God, to Thee
How great Thou art
How great Thou art
Then sings my soul
My Saviour, God, to Thee
How great Thou art
How great Thou art

How great Thou art
How great Thou art...

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

TUHAN,

Hal yang paling kuinginkan saat ini,
Hanyalah bersamaMU selalu,

Perkara yang paling tidak kuinginkan saat ini,
Adalah mendukakanMU karena khilaf dan naïveku,

Jika layak diriku 'tuk lakukan senantiasa,
Hendak 'ku menyanyi dan memuji ENGKAU selagi 'ku ada,

Hingga ENGKAU datang kedua kalinya kelak,
Ini jiwa dan hidupku,
Bersimpuh dalam ketak-berdayaanku,
Jika bukan karena ENGKAU,
Apalah aku di ketandusan fana yang membakar jiwaku,

KAU angkat aku karena CINTA-MU,
Bukan karena layakku,
Tiada jua hebat dan kuatku,
Aku lemah, Ya ABBA, Ya Rabbi, Ya Bapa,
Ya Yesus Kekasihku, Roh Kudus Penuntun jiwaku...

Ampuni aku.
Amanlah aku bersamaMU.
Terimakasih Allah Bapa, Anak, Roh-Kudus.

Amin.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

by Rinny Soegiyoharto
@RinnyLaPrincesa

Saturday, November 12, 2011

#133 - The Outsider(s)

by Rinny Soegiyoharto
@RinnyLaPrincesa

Greasers dan Socs, dua kelompok 'gang' remaja yang saling berlawanan. Greasers dianggap 'the outsiders' atau orang luar, orang buangan, bagi kelompok Socs.
Sejak dahulu, pada berbagai masa, selalu ada kelompok 'elite' yang menafikan orang-orang di luar kelompoknya, bahkan menindasnya. Sampai sekarang.

Seolah-olah hanya kelompok 'elite' ini saja yang memiliki hidup, dunia, fasilitas, dan akses sumber informasi. Segala hal yang dinikmati oleh kelompok tersebut, bukan hak 'orang luar'.
"Hey, kami tertutup terhadap kamu! Jangan coba-coba masuk, atau mau di-jump?! Kamu bukan siapa-siapa!"
[Mungkin] ekstrimnya kira-kira demikian yang dijargonkan kelompok itu.

Tapi 'the outsider(s)' adalah manusia dan memiliki hak-hak yang sama dengan siapapun, tak terkecuali dengan kelompok 'elite' itu. The outsider(s) juga punya kelompok, setia dan saling melindungi. Terbangun rasa cinta dan kasih sayang yang kuat di atas nilai-nilai keJUJURan dan keTULUSan.
Itu versi saya, saat ini (sedang...). Flashback sejenak yuk...

Sekitar awal 1980-an, poster para pemeran "The Outsiders", lengkap dengan atribut perannya, gaya dan karakter masing-masing, menghiasi dinding ruang tidur sang remaja puteri, yang berbagi dengan adik perempuannya. Poster film garapan Francis Ford Coppola pada medio 1983, juga menghiasi ruang tidur-ruang tidur banyak anak remaja di masa itu.
Memang 'ngetop' deh...

Adalah Susan Eloise Hinton, penulis novel berjudul sama, "The Outsiders", yang melahirkan kisah berlatar-belakang dinamika pergaulan gang anak remaja (anak muda) Amerika tahun 60-an, yang kemudian diangkat ke layar lebar oleh FF Coppola. Gadis itu baru 14 tahun ketika mulai menulis novel laris itu. Hebat!

Berikut tentang sang PEREMPUAN penulis itu, yang saya kutip dari WIKIPEDIA.

Susan Eloise Hinton (born July 22, 1950) is an American author best known for her young adult novel The Outsiders.

While still in her teens, Hinton became a household name as the author of The Outsiders, her first and most popular novel, set in Oklahoma in the 1960s. She began writing it in 1965. The book was inspired by two rival gangs at her school, Will Rogers High School, the Greasers and the Socs, and her desire to show sympathy toward the Greasers by writing from their point of view. It was published by Viking Press in 1967, during her freshman year at the University of Tulsa; the book has sold more than 14 million copies in print and still sells more than 500,000 a year.

Hebat!

Thursday, November 10, 2011

#132 - Bercermin

Mengamati fotoku itu. Berusaha memotret saat bercermin, sambil melirik. Bahkan bercermin pun tetap ada upaya memanis-maniskan penampakan. Ha ha ha ha ha... Dasar menungso...!

Hari ini, setelah sekian kali dia datang, aku memutuskan untuk menulis di sini. Jika keputusanku ini keliru, setidaknya aku punya kesempatan belajar. Andai pun benar, aku tetap punya kesempatan belajar untuk meningkatkannya, serta lebih melihat lagi jauh ke dalam.

Dia datang lagi, untuk ke sekian kali, yang membuatku hafal dengan gejala dan rasa yang harus kuhadapi.
Sepanjang tahun ini, bahkan sejak dia mulai hadir akhir tahun lalu, aku berusaha menahan, tentu menolak juga. Menafikan, dengan upaya menghibur diri, bahwa dia hanya mampir satu kali saja.
Tapi ternyata dia rajin. Aku dilatih menerima semua rasa dan pergolakan. Juga distimulasi hingga akhirnya aku pun rajin mencari berbagai sumber informasi tentangnya.

Bagaimanapun, segala upayaku tak kan mampu memprediksi. Toh, setiap dia datang, aku harus pasrah pada tubuhku. Merebah dan menahan rasa, sampai-sampai aku tidak bisa menilainya sakit atau tidak, enak atau tidak.
Hal yang kucatat, dia membawa serta kepenatan yang luar biasa, kraam, kaku, pegal, kebas, mual, pening, eneg, dan.....darah.

Terhuyung-huyung tiap kali merah segar itu membanjir bagaikan kraan kamar mandi. Seluruh perlengkapan harus segera dibersihkan, supaya aku tak terus mual dan terhuyung.
Seringnya dia datang, mengajariku coping dengannya. Merebah dan pasrah pada matras tidurku, sambil menulis di jejaring sosial, menulis di kotak-kotak blackberry, atau memejamkan mata dan tersenyum.

Terimakasih Oom Gusti. Aku masih mampu menahannya, pasti karena kekuatan dariMU. Aku sungguh bersyukur, karena ada hidup yang begitu berharga, bahkan banyak kehidupan yang bisa kupelajari. Hingga 'ku dipenuhi warna indah pelangi, anugerah kasih setiaMU.

Keputusanku menulis di sini, semata-mata karena aku suka menulis perasaanku yang lebay tak tertahan.
He he he he he....

by Rinny Soegiyoharto @RinnyLaPrincesa

#131 - GREAT IS THY FAITHFULNESS

"Great Is Thy Faithfulness"
Music by William Marion Runyan
Lyrics by Thomas Obediah Chisholm

Great is Thy faithfulness, O God my Father;
There is no shadow of turning with Thee;
Thou changest not, Thy compassions, they fail not;
As Thou hast been, Thou forever will be.

::Refrain
Great is Thy faithfulness!
Great is Thy faithfulness!
Morning by morning new mercies I see.
All I have needed Thy hand hath provided;
Great is Thy faithfulness, Lord, unto me!::

Summer and winter and springtime and harvest,
Sun, moon and stars in their courses above
Join with all nature in manifold witness
To Thy great faithfulness, mercy and love.

::Refrain::

Pardon for sin and a peace that endureth
Thine own dear presence to cheer and to guide;
Strength for today and bright hope for tomorrow,
Blessings all mine, with ten thousand beside!

::Refrain::

©1923. Ren. 1951 Hope Publishing Co., Carol Stream, IL 60188

Tuesday, November 8, 2011

#130 - Konsisten (Jilid 3)

Ada banyak orang yang bermain cantik dengan topeng-topengnya. Peran protagonis di atas pentas kehidupan mewarnai hari-harinya.
Betapa anggun tak bercacat, bagaikan malaikat berkilau dalam terpaan terang dengan filter cahaya yang rapat.
Seolah-olah selalu benar tak pernah keliru tak pernah salah.

Konsisten memilih topeng, mengenakannya, dan bermain. Konsisten di pentas sosial, termasuk meniscaya peran lain yang tak se-protagonis dirinya.
Eeeehhh... Maaf, bisa saja itu juga saya.

Sampai kapan kita bisa konsisten dengan topeng-topeng itu?
Saat remang dan gelap merambat turun, seperti apa wajah kita tanpa topeng?
Jangan-jangan seprei, bantal dan guling kita pun muak melihat raut asli tanpa topeng. Raut bengis antagonis yang tak sama sekali mewakili seluruh topeng hipokrisi itu?

Sampai kapan mampu konsisten melapisi yang tidak konsisten?

by Rinny Soegiyoharto @RinnyLaPrincesa
http://suara-hati-rinny.blogspot.com/

•••
best regards,
Rinny Soegiyoharto
•••

Monday, November 7, 2011

#129 - Konsisten (Jilid 2)

Tahukah kamu, kenapa aku tetap bersamamu hingga saat ini?
Karena kamu konsisten mencintaiku.

Wajahnya masam, muram, geram, sendu, terpekur - menimbang-nimbang untuk berubah.
Lebih baik aku tidak konsisten, pikirnya. Konsisten yang menyebabkan dia masih memilih bersamaku.
Jika aku tidak konsisten?
Aku lebih suka mencintai dan dicintai, daripada bertahan karena konsisten, pikirnya lagi.
Maka ia pun pamit untuk tidak konsisten::Bye bye love :p

Ħǻ •̃͡-̮•̃͡Ħǻ •̃͡-̮•̃͡Ħǻ •̃͡-̮•̃͡Ħa
ĜũßяªªªªªªЬяк

by Rinny Soegiyoharto @RinnyLaPrincesa

•••
best regards,
Rinny Soegiyoharto
•••

#128 - Konsisten (Jilid 1)

Bagaimana kamu tahu bahwa orang tersebut jujur, dapat dipercaya, punya integritas baik?
Kamu baru satu setengah jam berjumpa dengannya.

Aku telah mewawancarainya cukup mendalam. Dengan berbagai pertanyaan menggali dan pertanyaan proyektif.
Orang itu konsisten memberi jawab dan konsisten menjelaskan detail jawabannya, hingga akhir pertemuan tadi.

Jadi, karena konsisten selama pertemuan tadi ya?

Ya.

Mungkinkah ia juga konsisten menjawab dan menjelaskan hal-hal yang tidak konsisten terjadi?

#*?!!!*##@@?!*!!

:-)))))

by Rinny Soegiyoharto @RinnyLaPrincesa

•••
best regards,
Rinny Soegiyoharto
•••

Sunday, November 6, 2011

#127 - Perempuan Sebagai Ibu, Haruskah Selalu?

by Rinny Soegiyoharto
@RinnyLaPrincesa

Peran Ibu adalah istimewa. Predikat Ibu relatif tetap. Fungsi dan tanggung jawab Ibu selalu dinantikan. Kedekatan emosi Ibu dan anak (anak-anak) tidak dapat ditampik. Kerinduan anak (anak-anak) pada Ibu senantiasa membuncah, bahkan hingga anak sudah jadi orangtua (dan menjadi Ibu juga).

Pertanyaannya:
Apakah Ibu yang aktif harus selalu dekat dan lekat dengan anak-anaknya setiap saat?
Apakah Ibu harus selalu menggandeng dan menggendong anak-anaknya setiap kali ia pergi? Setiap kali ia menghadiri pertemuan?
Bagaimana tanggung jawab Ibu dalam peran sosialnya, terutama yang memiliki tanggung jawab kepemimpinan, apabila anak (anak-anak) terus dan harus "menempel" secara fisik dengannya?
Efektifkah keputusan yang dibuat seorang Ibu bagi organisasi dan kepentingan banyak orang, pada saat yang sama ia harus menggendong dan menyeboki anaknya?

Persoalan perempuan?
Bukan! Menurut saya ini adalah persoalan perempuan dan laki-laki. Persoalan rumah tangga dan pembagian peran, tugas dan tanggung jawab.
Karena anak (anak-anak) ada karena ibu dan ayahnya. Bukan ibu saja. Bukan ayah saja.
Apalagi kata Kahlil Gibran:
Anakmu bukanlah anakmu... (Apa ya kelanjutannya? :-))

Ada pendapat atau komentar?

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***