~ menjadi tua itu pasti! menjadi dewasa itu pilihan! ~
Salah satu kalimat manis yang tak mudah hilang dari memori saya. Maaf jika saya lupa pada nama sosok berpengaruh yang mencetuskannya mula-mula. Kalimat tersebut saya dengar pertama kali dan sempat mendiskusikannya di dalam kelompok, pada saat saya tergabung dalam tim pionir pembangunan karakter, bertahun-tahun lampau.
Saya rasa itu kalimat yang pas. Tidak lebih, tidak kurang.
Saat ini saya merasa mulai menua secara fisik. Indikator yang saya rujuk antara lain, tulang-tulang yang mulai 'berderak' saat tubuh digerakkan. Juga penglihatan dan stamina yang jauh menurun. Presbyopi di atas plus 2 untuk membantu melihat deretan huruf-huruf, saya rasa bukti otentik yang tak bisa dimanipulasi, tentu selain dengan lensa kacamata. Tak ketinggalan, 'dia' yang rajin mendatangiku setahun terakhir ini, yang mengajariku bertahan dan makin bersyukur.
Banyak pelajaran 'menua' dan 'tua' yang kuserap dari sekitarku. Ada begitu banyak orang yang matang dan dewasa, selain usia yang bertambah dan menjadi tua secara alami. Tapi juga sangat banyak yang tidak yakin memilih menjadi dewasa. Bahkan perilaku serta ucapan-ucapan lisan dan tulisan yang sungguh mencerminkan kesenjangan signifikan dengan tua alamiah pada usia tubuhnya.
Saya berusaha belajar dari mereka yang merenta bersahaja dalam kerendahan hati, tulus, membangun generasi. Mereka yang tidak lagi mengukur sukses melalui hidupnya, melainkan sukses orang lain dalam ukiran tangannya. Mereka yang tak penting diri sendiri, yang tak hirau salah dan khilaf orang lain. Tentu saja mereka juga yang maju bagi orang lain, bukannya maju dari orang lain.
Mereka ini tidak sama. Ada yang benar-benar tua dalam usia dan matang sebagai pribadi. Ada pula yang memiliki pribadi matang dan konsisten, walaupun usianya relatif belum renta.
Betapa penting dan berharganya mereka. Kehidupan yang bergulir dalam penyerahan total tanpa diwarnai ambisi tahta, keserakahan harta dan kenikmatan buta. Dalam doa-doaku yang selalu berani, kuminta Gusti menuntunku menjadi dewasa seperti mereka. Proses yang berayun-ayun, indah dan luar biasa. Saya tahu, arahku benar, dikala segala sesuatu dalam tataran cosmic makro Maha Dahsyat. Sungguh-sungguh itu yang kumaksud, tak ingin hanya menjual namaNYA demi kepentingan rentannya manusia.
Dalam seluruh wawancara pemetaan dan pengembangan yang kulalui, sangat jarang menemukan sosok pemimpin yang dewasa mengembangkan orang lain. Ada banyak pemimpin dan calon pemimpin yang lebih suka berbicara 'aku' daripada 'timku'. Hingga keunggulan dan kebaikan orang lain menjadi ancaman. Hingga sangat sulit mengembangkan orang lain sesuai potensinya, tanpa batasan-batasan rasa takut terlampaui.
Ada banyak pemimpin (dalam hal ini pemimpin adalah profil yang 'dituakan') yang tak menyadari kesukaannya memamerkan diri pribadi untuk mengunggulkan citra kapasitasnya. Lupa mereka pada dukungan dan kepatuhan pengikut. Bahkan menentang pemimpin di atasnya dan tak menaruh respek. Bagaimanakah seorang pemimpin berempati pada pengikut/bawahan apabila ia sendiri tak mampu menjadi pengikut yang dewasa?
Ada juga banyak yang tak memilih dewasa, menghambat perkembangan yunior-yunior yang bersemangat mematangkan diri dalam proses belajar. Bukannya membimbing, menegur dengan kasih, mengajak bicara dalam suasana nyaman, malah menyerang tanpa ampun, demi menunjukkan kekuasaan yang seolah-olah tak pernah kikis.
Menjadi dewasa itu pilihan, tak kan mungkin dewasa jika tak pernah engkau memilihnya.
Mari menjadi tua dalam kematangan, kebijakan, kepasrahan, kerendahan-hati, penuh kasih-sayang dan sukacita tulus.
I wanna grow old with you, Sayang.
Let's grow together, to be old, and to be mature, indeed.
Be blessed.