TUNAI
Tugas yang sudah selesai di kehidupan fana, menorehkan ingatan pada sel-sel kehidupan selanjutnya melalui tongkat estafet yang tak kan berhenti hingga akhir zaman. Kita semua yang masih hidup wajib menunaikan misi masing-masing hingga tuntas.
Nana, sosok yang ceria, unik, pejuang, tabah, humanis, cerdas, peduli pada sekitarnya tanpa berusaha menunjukkan dengan berlebihan.
Awal 2013 dia memutuskan hijrah ke ibukota Jakarta setelah mendapatkan restu orangtua. Dia memilih saya sebagai saudara sekaligus sobat kepercayaan sepenuhnya untuk menjalani hari demi hari, inilah garis yang menyatukan misi, karunia Sang Maha Kuasa. Suatu karunia bagiku dipercaya menjadi pendamping perjuangan ini, yang memperkaya pengalaman hidup. Sebab pada saat itu juga perjuangan Nana memulihkan kesehatan telah dimulai. Berbagai diagnosis penyakit dihadapinya dengan tabah dan dengan semangat seorang pejuang (untuk menghormati Almarhumah, izinkan saya tidak merinci sejumlah penyakit yang dideritanya, yang pasti bukan penyakit menular, jadi sama sekali tidak berbahaya bagi orang lain). Keterbatasan yang ada tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap memperjuangkan hidup agar dapat selalu mampu memberi manfaat dan inspirasi bagi sekitarnya.
Satu hal yang selalu dijaganya adalah tidak menceritakan kondisi kesehatannya kepada orang lain (kecuali saya tentu saja), agar tidak meresahkan dan dia ingin orang melihatnya sehat lahir dan batin. Dia memiliki cinta yang teramat besar kepada keluarga, orangtua, kakak-kakak, sahabat-sahabat, handai taulan. Ia senang berkunjung memperkuat tali silaturahim. Ia juga memiliki niat kuat untuk terus belajar menerapkan cinta kasih yang tidak bersyarat.
Dalam perjalanan memulihkan kesehatan (sampai-sampai dia punya setumpuk kartu berobat di belasan rumah sakit dan pusat pengobatan), pada 2015, Nana menemukan benjolan kecil di salah satu (maaf) payudaranya. Beberapa waktu kemudian benjolan itu hilang, namun muncul benjolan lain di payudara yang berbeda. Perpindahan itu terjadi dua atau tiga kali. Pada pertengahan 2016 benjolan menetap di payudara kanan dan mulai membesar. Selama itu perjuangan berobat dilakukan melalui berbagai usaha, dengan jamu-jamuan, terapi acupressure, acupuncture, sinshe, konsumsi jenis-jenis suplemen tertentu, dan lain-lain.
Saran saya agar kita menjalani pathology anatomy (biopsi) belum bisa dia terima. Dari sisi psikologik, penolakan ini wajar, karena untuk acceptance (menerima) sesuatu yang berkemungkinan mengancam kehidupan tentu saja bukan hal sederhana. Fase denial (menyangkal) itu cukup panjang. Kanker? Ah masa' sih? Di lingkungan keluarga tak ada satu pun yang terlapor diagnosis penyakit momok itu.
Semaksimal kemampuan saya upayakan proses treatment dengan berbagai teknik stabilisasi emosi terhadap Nana. Tujuan penerapan stabilisasi emosi dalam tatalaksana praktik psikologi antara lain agar terjadi peningkatan sistem imun dan rasa tenang yang lebih optimal.
Hingga tiba saatnya pada 2018 pemeriksaan pathology anatomy (PA) tak bisa dihindari. Alhamdulillah, saat itu Nana sudah siap lahir dan batin menerima apapun risiko yang harus dihadapi. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 50, 30 Mei 2018, Nana memaknainya dengan positif, bahwa ia mendapatkan kado ulang tahun yang sangat besar luar biasa dari Allah. 30 Mei 2018 hasil PA menuturkan bahwa ia terdiagnosis Carcinoma Mamae atau Breast Cancer. Dia menangis dan sujud syukur, seraya memohon penyertaan Allah untuk menjalani hari-hari selanjutnya.
Perjuangan sebagai Cancer Warrior pun dijalani. Tindak-lanjut terhadap hasil PA segera dilakukan secara intensif. Ditemukan bahwa cancer (CA) yang menempel di tubuhnya adalah CA Mamae stadium 3B dengan jenis Triple Negative Breast Cancer atau TNBC. Jenis ini tergolong unpredictable atau tidak dapat diprediksi, jenis CA yang tergolong paling sulit dalam onkologi. Keganasannya dapat menjalar cepat, tapi harapan sembuh juga ada apabila sel kankernya mau disuruh tidur. Begitu kira-kira.
Singkat cerita, pada Juli 2018 Nana menjalani chemotherapy yang pertama dari 6 rangkaian yang harus dijalani. Pada kemo yang pertama kondisi Nana baik sekali. Dia tetap makan dengan lahap, tidak mengalami mual ataupun muntah, tidak ada rasa sakit di tubuhnya, dan dia gembira karena tetap bisa beraktivitas. Teknik kemo yang dijalaninya yakni melalui infus 2 jenis obat kemo selama 24 jam. Oleh sebab itu setiap kali kemo Nana harus dirawat-inap selama 2 (dua) malam di rumah sakit. Puji Tuhan saya selalu bisa menungguinya penuh waktu sehingga dia terdampingi terus. Sejak selesai kemo yang pertama, dia memang langsung mengalami kerontokan rambut yang super hebat, tapi dia tidak mengalami rasa sakit apapun. Tanpa perlu memakai jasa salon ataupun barbershop, kepalanya plontos licin.
Tahukah anda? Nana girang bukan main saat kepalanya plontos toosss... Begini ucapnya waktu itu:
"Alhamdulillah... Cita-citaku berkepala botak tercapai dengan sendirinya. Ngga perlu minta izin orang-orang, ngga perlu kasih penjelasan macam-macam, aku botaaakkk... Horrreee..."
Dia menari-nari dengan bahagia.
Aaahh Nanaaaa... Kamu selalu bisssaaaa. Miss you so badly 😭
Di tengah-tengah rangkaian kemo tersebut, tepatnya setelah 4 fase kemo yang dijalani selama 3,5 bulan, Nana masuk pada tahap yang lebih berat (menurut saya, tapi dia tidak merasa berat). Pada tanggal 30 Oktober 2018 ia menjalani operasi pengangkatan payudara kanannya atau mastectomy. Seluruh payudara kanan dimana terdapat sel kanker sebesar telur bebek itu, diangkat. Proses operasi berlangsung lancar meski waktunya panjang, kira-kira 7 jam. Operasi ini tergolong operasi besar, namun setelah siuman dari anestesi Nana sudah bisa ketawa-tawa sambil didorong ke ruang perawatan. Kamu memang hebat luar biasa, Dek (dia maunya dipanggil Adek oleh orang-orang dekat).
Hanya hitungan hari paska operasi, Nana sudah diizinkan pulang atau menjalani rawat jalan (perawatan di rumah). Meskipun pada saat itu di tubuhnya masih menempel selang-selang yang terhubung di ampul/pod besar penampung cairan. Karena cairan tubuh bekas operasi, termasuk juga pengangkatan kelenjar getah bening di sekitar bawah ketiak, tangan dan leher bawah, masih terus keluar. Setiap hari saya membersihkan area bekas operasi dan membuang cairan lalu menyedot sisa-sisa cairan di selang-selang, sesuai petunjuk dari rumah sakit. Tiga bulan kemudian barulah cairan berhenti keluar dan selang-selang dilepaskan oleh dokter. Sambil menunggu kesembuhan luka operasi, Nana masih menjalani 2 rangkaian kemo yang tersisa. Total pelaksanaan kemo pra dan paska operasi adalah 5 (lima) bulan sebanyak 6 kali. Sangat luar biasa untuk seorang pasien kanker yang menjalani rangkaian kemo yang berat itu, Nana sama sekali tidak merasa sakit. Nafsu makannya baik dan badannya tetap bisa bergerak dalam berbagai aktivitas, meskipun aktivitas yang ringan tentu saja.
Bahkan pernah suatu ketika dia sedang dirawat di rumah sakit untuk menerima asupan obat kemo melalui infus, dia meminta saya membuat video ketika dia sedang menari-nari dengan selang-selang infus. Video tersebut dia kirim ke grup khusus cancer warrior untuk memberi semangat pada teman-teman sesama pejuang kanker. Saat lukanya sudah kering dan gerakan tubuhnya lebih leluasa, dia aktif di kegiatan cancer awareness campaign yang diselenggarakan rumah sakit tempat dia berobat selama ini.
Fase berikutnya adalah rutinitas kontrol ke dokter, yang dilanjutkan dengan oral chemotherapy. Nana mendapatkan sejumlah besar obat kemo yang harus ditelannya pagi dan malam. Sungguh absurd menurut saya, sebab obat itu tidak boleh tersentuh tangan karena akan menimbulkan efek di kulit, jadi saya menggunakan alat untuk mengeluarkan obat-obat dari bungkusnya, menaruh di dalam mangkok plastik, 3 butir pagi dan 4 butir malam. Tapi.... Obat-obat harus ditelan Nana melalui mulut dan tenggorokannya, masuk ke dalam tubuhnya, setiap hari. Betapa tabahnya dia menjalani itu semua.
Bulan Mei 2019 ditemukan metastasis (penyebaran sel kanker) di organ hati. Ternyata obat kemo yang dikonsumsi Nana cukup efektif menghentikan aktivitas sel kanker di hati. Alhamdulillah.
Namun bulan Agustus 2019 kembali ditemukan metastasis di hemisfer kiri dan kanan otaknya. Penyebaran kali ini tidak dapat diatasi dengan obat-obatan, namun harus dilakukan radiasi atau penyinaran otak, dalam hal ini di bagian kepala. Maka dimulailah fase radiasi sebanyak 10 (sepuluh) kali penyinaran bagian kepala, dengan kemungkinan risiko yang cukup tinggi. Sekali lagi, Nana memperlihatkan semangat juang yang besar sekali dalam menjalani penyinaran tersebut. Radiasi berlangsung bulan September-Oktober 2019.
Pemeriksaan paska radiasi menunjukkan bahwa hemisfer kiri dan kanan otaknya sudah bersih, namun efek samping radiasi menunjukkan gejala yang kurang baik. Kondisi fisiknya menurun. Dia mulai sulit makan dan terkadang muntah berkali-kali. Efek ini sebenarnya sudah disampaikan sebelum radiasi, dan Nana menerima segala konsekuensi dengan menandatangani surat pernyataan di awal dulu.
Efek yang menurunkan kondisi fisiknya tersebut mau tidak mau membuat Nana tidak lagi bisa beraktivitas seperti sebelumnya. Dia mudah terengah-engah jika berjalan kaki lebih dari sepuluh meter. Setiap kontrol ke rumah sakit dia butuh bantuan kursi roda, bahkan tak jarang harus segera masuk ke UGD untuk mendapatkan pertolongan oksigen dan infus nutrisi.
Mendekati akhir tahun 2019 kondisi fisiknya berubah drastis.
Memasuki 2020 dan dengan munculnya pandemi covid19 di seluruh dunia, kondisi fisik Nana juga terus menurun. Dia menyadari bahwa tubuhnya rentan, sehingga dia pun sangat patuh mengikuti protokol yang diberlakukan pemerintah Indonesia. Alhamdulillah, selama beberapa kali dirawat di rumah sakit hasil tes covid nya selalu menunjukkan hasil non-reactive. Hal ini membuat perasaannya lebih tenang.
20 Mei 2020 untuk kesekian kali dia dirawat di rumah sakit. Namun kali ini ternyata ditemukan paru-paru kirinya penuh cairan. Hal ini terjadi karena metastasis di paru-paru. Saat itu juga dilakukan penyedotan cairan paru-paru sebanyak 1300 cc. Itu adalah jumlah yang banyak sekali. Setelah penyedotan paru-paru dan perbaikan kondisi, Nana sudah boleh pulang ke rumah pada 23 Mei 2020. Kami mulai menyiapkan tabung-tabung oksigen di rumah agar Nana segera terbantu apabila mengalami sesak nafas akibat metastasis di paru-parunya tersebut. Nana selalu menjelaskan dengan kocak bahwa sel-sel itu sedang bermain-main di hati (waktu di hati), di otak (waktu di otak) dan kini di paru-paru.
Dia makin sulit bernafas dengan cara biasa, sehingga penggunaan tabung oksigen menjadi intens dan terus-menerus. Lebaran tiba, dia bersyukur menemui bulan Syawal ini. Lontong opor dan hidangan lebaran masih sanggup disantapnya, meskipun dalam porsi sangat kecil. Sebelum 30 Mei 2020 dia sempat bertanya-tanya: "Bisakah aku melewati ulang tahun ke 52 nanti?". Ternyata 30 Mei terlampaui, dia pun bersyukur: "Alhamdulillah aku bisa ngliwati hari ulang tahunku tahun ini."
Pada tengah malam tanggal 7 Juni 2020, dia kembali harus dilarikan ke UGD karena kesadarannya menurun. Selanjutnya dia menjalani rawat inap untuk perbaikan kondisi. Dia dinyatakan boleh pulang pada 11 Juni. Dokter-dokter yang merawatnya memiliki saran yang sama, bahwa kondisi Nana telah masuk pada stadium akhir, sehingga palliative care adalah alternatif perawatan yang terbaik untuknya saat ini. Perawatan paliatif antara lain memberikan kesempatan kepada dia untuk berada bersama-sama orang-orang tercinta yang memberikan perhatian dan perawatan secara emosional. Dalam kondisi seperti ini dia sangat membutuhkan bertemu dengan keluarga, sahabat dan kerabat, mendapatkan penguatan batin, emosional dan spiritual. Semua hal kami upayakan semaksimal mungkin dalam fase palliative care Ini. Dalam kondisi tersebut kami masih menemui dokter spesialis paru-paru untuk penyedotan cairan di paru-paru kanannya. Sebanyak 650 cc cairan dikeluarkan dari sana pada 19 Juni 2020.
29 Juni 2020 kami menemui dokter utama yang telah dengan sangat baik memberikan perawatan kepada Nana, yakni dokter Samuel Haryono dan dokter Dismas Chaspuri. Saran selanjutnya adalah penyedotan kembali cairan paru-paru untuk melihat kondisi Nana setelah itu. Maka kami pun membuat janji dengan dokter paru-paru untuk bertemu pada 30 Juni 2020.
30 Juni 2020 Nana minta agar kita berangkat lebih cepat ke rumah sakit, namun menuju UGD, dia ingin mendapatkan perawatan di UGD RS Siloam MRCCC Semanggi, Jakarta, tempat dia mendapatkan banyak perawatan dan layanan kesehatan selama ini. Pengalaman dua tahun terakhir berobat di rumah sakit ini, baik melalui jalur pembayaran pribadi maupun BPJS, telah memberikan perasaan positif dan nyaman untuk Nana. Dia merasakan pelayanan yang sungguh baik di rumah sakit itu. Kami berangkat ke RS berbekal 2 (dua) tabung oksigen di dalam mobil, dengan dosis oksigen naik ke angka 6 liter selama perjalanan. Pukul 17.00 kami tiba di rumah sakit, dengan sigap langsung dilayani perawat dan dokter UGD. Kondisi Nana sangat lemah. Dia langsung ditangani intensif di UGD, dengan tetap mengikuti protokol pandemi yang masih diterapkan hingga saat ini.
Innalillahi wainna ilaihi rojiuun.
Perjuangan dan misimu, tunai, Nana. Tuhan jauh lebih mengasihimu. Penyakitmu diangkat bersama dengan rohmu, memasuki kehidupan yang baru.
30 Juni 2020, pukul 19.03 (setelah menunggu beberapa waktu dari berhentinya petunjuk tanda-tanda detak jantung kehidupan pada peralatan yang dipasang), dokter menyatakan Nana telah meninggal dunia.
Nana adalah sosok yang layak menjadi sumber inspirasi dalam memperjuangkan kehidupan dan menorehkan makna hidup sebagai pejuang kanker.
Izinkan aku, yang sangat merasa kehilangan dirimu, menuliskan secara virtual di makammu:
"Di sini terbaring orang yang nggleling-nya adalah inspirasi kehidupan."
Ratna Nur Widayati (Nana) binti Hartoyo, telah dimakamkan pada Rabu Pon, 1 Juli 2020, pukul 11.00 di pemakaman keluarga LPP Sidokerto, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, bersama-sama dengan Ibu, Bapak dan Mas Heru.
Tulisan ini dibuat atas permintaan Almarhumah saat beliau masih hidup. Dia ingin orang-orang yang masih berjuang agar tetap semangat dan jangan pernah menyerah.
Suatu saat dia pernah berkata: "Kalau nanti aku dipundut (dipanggil pulang) oleh Gusti Allah, bukan karena aku sakit, tapi karena waktuku sudah habis."
Selesai.
Tunai. Nana tunai di dunia, saya pun tunai janji menuliskan ini.
Mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan.
"Dear AdekBandu Nana Hartoyo Dipahadiwijaya, miss you already."
Jogjakarta, 2 Juli 2020.