Friday, July 17, 2015

#233 - Eid Mubarak 1436 H

2015 lebaran..
Ketupat dalam angan..
Hati ikhlas dan ringan..
Damai di bumi damai di hati...

Berikut tentang makna KETUPAT dan Lebaran. Kopi dan paste dari Group Psikologi Indonesia.

Arti Kata Ketupat

Dalam filosofi Jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.

Ngaku Lepat

Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa.
Prosesi sungkeman yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun, dan ini masih membudaya hingga kini.
Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khusunya orang tua.

Laku Papat

Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Empat tindakan tersebut adalah:
1. Lebaran.
2. Luberan.
3. Leburan.
4. Laburan.

Arti Lebaran, Luberan, Leburan dan Laburan

Lebaran
Lebaran bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.

Luberan
Bermakna meluber atau melimpah. Sebagai simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah menjelang lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia.

Leburan
Maknanya adalah habis dan melebur.
Maksudnya pada momen lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis karena setiap umat Islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.

Laburan
Berasal dari kata labur atau kapur.
Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding.
Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.

Nah, itulah arti kata ketupat yang sebenarnya.
Selanjutnya kita akan mencoba membahas filosofi dari ketupat itu sendiri.

Filosofi Ketupat:
1. Mencerminkan beragam kesalahan manusia.
Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat ini.

2. Kesucian hati.
Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan.

3. Mencerminkan kesempurnaan.
Bentuk ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak Idul Fitri.

4. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yang bilang "KUPAT SANTEN", Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).

(Maaf, langsung kopas tanpa disunting :)

^^
Best Regards,
#RinnySoegiyoharto
----------------------
http://RinnySoegiyoharto.com/
@rinnypsy
[NNC®]
----------------------

Tuesday, July 7, 2015

#232 - Kaliurang Jogjakarta (Raker Ikatan Psikologi Klinis)

Sejak bergeser dari kota dramatik, Jogjakarta, ke ibukota negeri hiruk-pikuk, Jakarta sekitar pertengahan '90-an, saya absen menjelajahi Kaliurang meskipun sering mengunjungi Jogja. Ada kerinduan namun tidak didukung kesempatan.
Padahal saat masih mukim di kota budaya tersebut selama sekitar sepuluh tahunan lebih (sejak usia kinyis-kinyis lepas SMP) seringkali terlibat acara-acara yang diselenggarakan di Kaliurang. Mulai dari sekadar menikmati dinginnya malam bersama sahabat-sahabat, sampai acara-acara besar seperti perpisahan sekolah, ulangtahun organisasi, retreat persekutuan, lintas alam, dan sebagainya.

Kaliurang, dataran tinggi di kaki Merapi yang ada di Provinsi DIY. Tempat itu sejak dulu menjadi salah satu objek wisata Jogjakarta. Tidak hanya vila-vila peristirahatan yang ditawarkan di kawasan dingin sejuk tersebut, juga terdapat hutan lindung, area bermain, kios-kios makanan khas yang tertata rapi di sekitar Telaga Puteri, pemandangan alam yang indah dan keanggunan Merapi. Sayang sekali beberapa area wisata sempat musnah diterpa lahar vulkanik saat erupsi Merapi tahun 2010. Ada yang sudah diperbaiki dan dapat berfungsi kembali, namun banyak juga yang terlantar dibiarkan dalam kondisi rusak, termasuk beberapa vila besar. Orang bilang saat ini banyak tempat di Kaliurang yang jadi lokasi "uji-nyali". Heheheeh..

Ketika diundang mengikuti rapat kerja pengurus pusat (Raker PP) Ikatan Psikologi Klinis - Himpunan Psikologi Indonesia (IPK-HIMPSI) yang diselenggarakan di Kaliurang Jogjakarta pada 12-14 Juni 2015 lalu, serta-merta saya membayangkan situasi Kaliurang duapuluh tahun lampau. Aaahhh...rasa rindu terobati nih...
Sebelum berangkat saya persiapkan beberapa pakaian penghangat supaya tidak kedinginan nanti. Sampai kemudian diinformasikan oleh sahabat-sahabat saya bahwa Kaliurang dulu dan sekarang sudah jauh berbeda. Sekarang Kaliurang cenderung panas dan udaranya tidak sebersih dulu lagi. Karena sudah banyak pembangunan perumahan, pertokoan dan industri-industri di sana. Oleh sebab itu saya disarankan tidak perlu membawa pakaian-pakaian tebal, dari pada 'saltum' alias salah kostum.
(Woookkeelllaahhh kalo begitchuu..).

Benar!
Kaliurang sungguh berbeda saat ini. Jauh dari bayangan saya tentang Kaliurang pada masa duapuluhan tahun silam. Tapi harusnya memang berubah ya, bukankah waktu adalah komponen sakti yang lihai mengubah segalanya?
Namun sayang sungguh sayang, perubahan yang terjadi tidak bersifat progresif.
Benar adanya, banyak bangunan vila rusak dan dibiarkan 'menghutan' oleh pemiliknya, termasuk vila besar di depan vila tempat Raker IPK diselenggarakan. Mata batin saya menangkap fenomena khusus di situ (tidak perlu saya ceritakan di sini secara detail), yang menarik saya untuk datang mendekat dan merasakan berbagai getaran energi. Kalau saja ada jalan masuk untuk menerobos ke dalam saya mungkin sudah memasuki bangunan itu.

Benar, udara Kaliurang di waktu siang terlihat 'berminyak' dan tidak 'berair' seperti dulu. Selain juga saat ini terasa sepi dan senyap, aktivitas-aktivitas manusia di sana kurang besar untuk menggetarkan hawa hangat bersahabat. Saking sepinya, saya jarang berjumpa dengan orang lain selain kelompok kami. Suatu ketika ada suara sayup-sayup sekelompok orang menyanyikan puji-pujian, namun saya tidak melihat pelakunya.

Tunggu. Jangan pikir saya tidak suka suasana itu. Tentu saja saya tetap menikmati segala rasa magis, sensasi kesenyapan yang meramaikan mata batin, dan suasana persahabatan yang kuat diantara kami.
Saya tidak akan menuliskan jalannya raker, karena sudah pasti berlangsung lancar, smart, hangat, guyub, profesional dan dengan hasil yang optimal untuk diimplementasikan selama masa kepengurusan 5 tahun ke depan (2015-2020).

Hal menyenangkan lainnya, tetap bisa sarapan jadah tempe khas Kaliurang yang sangat nikmat. Makanan-makanan yang disajikan di vila juga enak-enak, bahkan super enak, hingga beberapa orang mengeluhkan pakaiannya yang agak menyempit saat pertemuan usai. Haha...efek kuliner selalu begitu 'kan.. Saya sendiri pun sudah mencapai angka kenaikan 12 kilogram berat badan (!#%!!) gara-gara kuliner sepanjang tahun di berbagai daerah NKRI tercinta.

Ada satu hal yang salah. Ternyata suhu udara Kaliurang pada malam hari teteeeppp bbbbrrrrrrhhrr..duingiiinn puuoolll... Maka saya pun tetap saja 'saltum', untungnya masih ada selembar jaket bertuliskan 'Psikologi' pemberian kakak tersayang Mbak Dani dan selendang Turki yang halus hangat pemberian sahabat psikologi tersayang juga, jeng Inne sang puteri Solo nan lembut, serta kaus kaki pendek namun hangat yang dibekali Nana tersayang. Dan daripada kedinginan malam-malam mendingan memamah-biak terus, ada pisang dan kacang rebus, tempe bacem, jagung, wedang jahe, dan lain-lain.

Itu semua dulu saja. Saya memang ingin cerita tentang Kaliurang nan magis. Saya ingin kembali ke sana, sekalian berbelok juga ke Kinahrejo. Sampai jumpa ya..

Selamat bertugas, mengabdi, berbakti dan melayani, untuk kami semua Pengurus Pusat Ikatan Psikologi Klinis - Himpunan Psikologi Indonesia, untuk periode 2015-2020. Kompak dan guyub selalu. Semoga makin banyak masyarakat Indonesia yang terlayani dan merasakan manfaat kehadiran psikolog dalam pelayanan kesehatan psikologis masyarakat.

Tuhan beserta kita.

^^
----------------------
http://RinnySoegiyoharto.com/
@rinnypsy
[NNC®]
----------------------

Saturday, June 6, 2015

#231 - NEWS: Book Launch "Mental Revolution" by Indonesian Psychological Association (HIMPSI Pusat & HIMPSI Jaya)

231 - BERITA: Peluncuran Buku "Revolusi Mental" oleh Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI Pusat & HIMPSI Jaya)

Jakarta - Kamis 4 Juni 2015, bertempat di Auditorium Universitas Paramadina, Gedung Energy lantai 22, jalan Jenderal Sudirman Jakarta, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI Pusat dan HIMPSI Jaya) menghelat Peluncuran Buku berisi kumpulan 33 tulisan yang dikemas dengan tajuk "Revolusi Mental: Makna dan Realisasi".
Sebagai upaya pembangunan kualitas manusia Indonesia dalam Seri Sumbangan Pemikiran Psikologi Untuk Bangsa, acara ini menghadirkan sejumlah pembahas ahli dan hebat.
Hadirin adalah para undangan, dari Majelis HIMPSI Pusat dan HIMPSI Jaya, Pengurus HIMPSI, Ikatan-ikatan dan Asosiasi, Perguruan Tinggi, serta tamu undangan yakni dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi-instansi terkait, Jejaring HIMPSI, Media, dan beberapa yang lain.

Acara diawali dengan konferensi pers di ruang terpisah, diliput tak kurang dari sepuluh wartawan berbagai media nasional dan ibukota. Tak heran jika acara ini menarik minat media karena judul dan isi buku mengangkat tema yang juga jargon yang dipopulerkan kembali oleh Presiden Indonesia saat ini, Joko Widodo.

Rangkaian acara dibuka dengan doa, kemudian seluruh hadirin menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan diikuti Himne Psikologi Indonesia.
Setelah itu kata sambutan berturut-turut, sebagai berikut:
Kata sambutan Ketua HIMPSI, DR Seger Handoyo, Psikolog,
Kata sambutan Ketua HIMPSI Jaya, DR JAA Rumeser, MPsi, Psikolog,
Kata sambutan Asisten Deputi Kebudayaan KEMENKO Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Herbin Manihuruk, SE, MKes, mewakili Deputi DR Haswan Yunaz yang pada kesempatan ini tidak dapat hadir,
Kata sambutan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Drs Djarot Saiful Hidayat, MSi.

Dalam sambutannya Wakil Gubernur DKI Jakarta antara lain mengungkapkan sebelum menjadi wakil gubernur provinsi khusus ini, yakni ketika menjabat Walikota Blitar Jawa Timur, Djarot sudah bekerjasama dengan psikolog, melakukan perombakan susunan pejabat-pejabat daerah dan menginisiasi perubahan perilaku. Lanjutnya, di wilayah pemerintahan yang sekecil itu dia sudah menurunkan dan mengganti lebih dari seratus pejabat korup.
Atas bantuan psikolog dengan proses asesmen dan pengembangan berbasis Psikologi, Djarot dapat melaksanakan perombakan yang berlangsung 'smooth' dan tersistem, hingga tidak perlu menghadapi gejolak yang kurang baik. Ia berharap di provinsi DKI Jakarta pun psikolog-psikolog yang tergabung dalam Himpunan Psikologi Indonesia dapat membantu pemerintah secara kontinu melakukan revolusi mental mencapai perubahan perilaku manusia secara signifikan dan progresif menjadi lebih baik.

Setelah sambutan-sambutan, peluncuran buku "Revolusi Mental: Makna dan Realisasi" dilakukan secara simbolik dengan pelepasan simpul pita emas 2 (dua) buku. Berlanjut dengan penyerahan buku kepada unsur pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang diwakili Asisten Deputi Kebudayaan, Herbin Manihuruk, SE, MKes; dan kepada unsur pemerintah daerah yang diterima oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Drs Djarot Saiful Hidayat, MSi. Masing-masing buku diserahkan oleh Ketua HIMPSI Pusat DR Seger Handoyo, Psikolog,
dan Ketua HIMPSI Jaya, DR JAA Rumeser, MPsi, Psikolog, diiringi penyerahan tanda kenang-kenangan.

Seremonial selesai. Acara berlanjut dengan fokus buku, yang dibagi dalam 2 (dua) sesi, yakni:
Paparan Buku dan Diskusi Buku.

Dalam Paparan Buku bertindak sebagai Moderator DR Nani Nurrachman, Psikolog, menghadirkan dua Narasumber, yakni Prof DR Hana Panggabean, Psikolog, selaku Ketua Tim Editor buku, dan DR Ichsan Malik, sebagai wakil penulis.
DR Nani mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tajam, hingga kedua Narasumber langsung memaparkan secara gamblang latar-belakang dan proses penyusunan buku.
Sebagai Ketua Tim Editor, Prof Hana memaparkan kerangka penyuntingan dengan sangat sistematik, sesistematik proses penyuntingannya sendiri yang dilatari niat sederhana insan Psikologi dalam berkarya untuk bangsa. Tak lupa dia memperkenalkan anggota Tim Editor yang tak dapat hadir di acara ini, yakni Prof A Supratiknya, PhD, Psikolog, dan J Seno Aditya Utama, MSi.
DR Ichsan Malik selaku wakil penulis (dari 33 penulis dalam antologi ini) selain bertutur tentang proses penulisan berangkat dari pemahaman "revolusi mental" sendiri, memaparkan juga pengalamannya ketika rekonsiliasi perdamaian konflik Ambon (Maluku) beberapa tahun silam, dengan penguatan "Bakubae" yang merupakan proses perubahan perilaku mewujud-nyatakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pada Diskusi Buku, pemandu acara Untung Subroto Dharmawan, MPsi, Psikolog, mengundang DR Andik Matulessy, Psikolog, naik ke podium dan selanjutnya memimpin acara sebagai Moderator Diskusi. Dengan gaya khasnya yang kocak-cerdas, DR Andik mengundang empat Narasumber ke atas podium. Keempat Narasumber yang luar biasa ini semua memiliki daftar riwayat hidup panjang kali lebar kali tinggi, alias sudah malang-melintang di bidang masing-masing. DR Andik sempat berkelakar, "Waktu diskusi kita sudah termasuk pembacaan CV para narsum..."
Kaliber para narasumber memang sudah tak dapat dipungkiri, mereka adalah:
Prof Sarlito W Sarwono, Psikolog, Guru Besar Psikologi yang tak asing lagi, juga termasuk pendiri HIMPSI (dahulu ISPSI),
Dra Okky Asokawati, MSi, Psikolog, anggota DPR RI yang juga psikolog dan anggota HIMPSI,
Drs. Budiarto Shambazy, MA, atau lebih dikenal dengan Budi Shambazy, kolumnis, wartawan senior di Kompas, pengamat politik, pengamat olahraga, dan
Abdul Malik Gismar, PhD, Penasehat Senior Pusat Pengetahuan dan Sumber Daya the Partnership for Governance Reform, Associated Director Paramadina.

Dengan Narasumber "kelas berat" begitu tentu saja diskusi bernas dan agak kurang waktu. Mas Budi Shambazy menganalogikan revolusi mental pada pemerintahan sekarang dengan situasi sehabis perhelatan Pemilu Pertama Indonesia tahun 1955. Bung Karno tidak hanya berkata-kata namun bertindak revolusioner antara lain dengan keluarnya Dekrit Presiden 1959. Prof Sarlito menggaungkan kembali semangat perjuangan dalam merombak (baca: merevolusi) tatanan pemerintahan dengan perubahan perilaku yang nyata. The Professors Band, dimana Prof Sarlito salah satu pembentuknya, telah merekam album lagu-lagu perjuangan yang di-rilis ulang. Mbak Okky mendorong insan Psikologi untuk giat dan langsung berhadapan dengan Parlemen (DPR) melalui Prolegnas agar dapat mengangkat segera UU Psikologi. Mas Malik menggaris-bawahi revolusi yang menyasar pada pemberantasan kemiskinan dan kurangnya pendidikan. Dia menunjukkan bukti angka mahasiswa miskin di Indonesia hanya sekitar 10%, artinya sebagian besar mahasiswa (rakyat yang mengenyam pendidikan tinggi) datang dari masyarakat menengah atas. Kemana orang miskin? Proses pendidikan formal orang miskin Indonesia terhenti di tingkat Sekolah Menengah Pertama. Artinya lagi, program wajib belajar 9 tahun belum berbuah.

Mas Andik telah mengantar diskusi dengan sangat menarik ditingkahi kelakar khasnya, sebagian kami menjuluki doktor Psikologi ini dengan "pakar moderator". :)
Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan dari audience yang terlontar dalam sesi diskusi terkesan 'belum nyambung' secara substansi (Pssssttt...ini bisa saja penilaian subjektif saya yang 'nulis lhoo...he he..). Masih tertengarai individual needs para penanya. Tampaknya, dorongan dan semangat berdiskusi masih membutuhkan amunisi hasil revolusi (saya lebih suka menyebutnya: transformasi sikap dan perilaku). Artinya, diskusi itu mestinya sungguh-sungguh menyentuh kebutuhan bersama, dan lebih jauh mencapai satu tahap ke depan hingga dapat menjadi ancang-ancang penerbitan Antologi Buku Psikologi Berkarya Untuk Bangsa Seri-seri berikutnya.

Salam sukses Himpunan Psikologi Indonesia.

Thanks to Mrs Uti Rahardjo and team, the Host Event Organizer.

----------
Ditulis oleh Rinny Soegiyoharto, pada Kamis-Jum'at, 4-5 Juni 2015, di Jakarta.
Penulis adalah Psikolog dan Pengurus di HIMPSI Jaya Bidang Layanan Masyarakat.

^^
Best Regards,
#RinnySoegiyoharto
----------------------
http://RinnySoegiyoharto.com/
@rinnypsy
[NNC®]
----------------------

Friday, May 1, 2015

#230 - ROMANTIKA

#RinnySoegiyoharto

Definisi 'romantika' menurut situs ArtiKata.com yakni "liku-liku atau seluk-beluk yang mengandung sedih dan gembira: itulah -- hidup".
Kemungkinan besar situs ini mengutip makna ROMANTIKA yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online, karena uraiannya sama persis, yakni:
"romantika/ro·man·ti·ka/ (a) liku-liku atau seluk-beluk yang mengandung sedih dan gembira: itulah -- hidup" (KBBI online).

"That's life" kata orang Amerika.
"C'est la vie" kata orang Prancis.
"Itulah hidup" yang senantiasa penuh liku-liku, yang tidak pernah lepas dari gelombang pasang dan surut.
"The only constant in life is change," kata salah satu sahabat saya di tim 'penguatan' kami, Roy Tindage. Dan saya setuju bahwa yang relatif tetap dalam kehidupan ini adalah perubahan.
Perubahan menyertai gelombang-gelombang kehidupan. Adakalanya kita siap menghadapi, namun tak jarang kita masih terperanjat ketika dihadang gelombang yang datang tiba-tiba.

Sebetulnya manusia cenderung menghindari terpaan gelombang yang menyakitkan. Itu salah satu sifat manusia yang lebih suka mendekati suasana menyenangkan bagi hatinya, dan menghindari risiko yang menyebabkan rasa tidak nyaman, tidak enak, tidak menyenangkan. (Approach & avoidance theory).
Sementara itu sifat egosentrisme manusia tanpa disadari menggiring intensinya kepada "yang penting diri sendiri senang, raup sebesar-besarnya keuntungan bagi diri dan kelompoknya, tak peduli orang lain untung atau rugi". Bahkan seloroh yang sebenarnya pengakuan tanpa sadar secara gamblang terang-terangan mengatakan "manusia itu senang lihat orang susah, susah lihat orang senang" (dulu pernah ada iklan menggunakan tagline ini). Padahal jika direnungkan dalam-dalam, kata-kata itu sungguh mengerikan.
Implikasinya terhadap kehidupan sosial masyarakat jadi seperti rimba tanpa sisi kemanusiaan. Setiap orang seolah-olah harus mempertahankan hidup tanpa perlu mempertimbangkan apakah usaha-usaha bertahan tersebut merugikan orang lain atau tidak.

Well, jadi ingin 'belajar ke dalam' (intrapersonal), misalnya mulai dari asal-usul dengan filosofi kehidupan yang dibawa turun-temurun. Wajiblah saya melestarikannya, terutama nilai-nilai luhur yang menyentuh sisi kemanusiaan dan peradaban.

Dalam setengah aliran darah saya, mengalir aroma suku Minahasa, yang secara demografi diam dan berkembang(-biak) di ujung utara pulau Sulawesi. Yakni dari subsuku Tonsea yang dititiskan oleh almarhumah ibu saya dan leluhur kami. Tidak banyak informasi yang saya miliki hingga saat ini. Sayangnya ketika ibu saya dulu menuturkan silsilah dan kebudayaan leluhur, saya belum sempat mencatatnya dengan baik. Sekadar saya ingat-ingat saja.

Salah satu situs yang dikelola Hardy Saerang, saya temukan bahwa:

Orang Minahasa merupakan percampuran dari bangsa Mongol, Spanyol, Portugis, dan Belanda yang diketahui keturunan Yahudi, namun lebih dipengaruhi oleh Kristen. Sebenarnya asli Suku Minahasa dari Mongol yang terkenal dengan kehebatan perang, dan Yahudi (dibawa Belanda) yang terkenal dengan kecerdasannya. Ketika itu Belanda sebagai Yahudi yang masuk ke Indonesia hanya mendirikan 1 tempat ibadah di Indonesia (Sinagog di Tondano).

Minahasa (secara umum Manado)dalam prosesnya sangat berbeda dengan ciri orang Indonesia pada umumnya.
Suku Minahasa terbagi atas sembilan subsuku:
Babontehu
Bantik
Pasan Ratahan (Tounpakewa)
Ponosakan
Tonsea
Tontemboan
Toulour
Tonsawang
Tombulu

Nama Minahasa mengandung suatu kesepakatan mulia dari para leluhur melalui musyarawarah dengan ikrar bahwa segenap tou (orang) Minahasa dan keturunannya akan selalu 'seia sekata' dalam semangat budaya 'mapalus' (gotong-royong) dengan pepatah "Sitou Timou Tumou Tou" (makna: pada hakikatnya manusia hidup adalah menghidupi sesama manusia lainnya). Dengan kata lain orang Minahasa akan tetap bersatu (maesa) dimanapun ia berada dengan dilandasi sifat 'maesa-esaan' (saling bersatu, seia sekata), 'maleo-leosan' (saling mengasihi dan menyayangi), 'magenang-genangan' (saling mengingat), 'malinga-lingaan' (saling mendengar), 'masawang-sawangan' (saling menolong) dan 'matombo-tomboloan' (saling menopang).
Inilah landasan satu kesatuan orang Minahasa yang kesemuanya bersumber dari nilai-nilai tradisi budaya asli Minahasa (Richard Leirissa, Manusia Minahasa, 1995).

Jadi walaupun orang Minahasa ada di mana saja pada akhirnya akan kembali dan bersatu, waktu itu akan terjadi pada akhir zaman, yang tidak seorangpun tahu kapan datangnya. Seperti Opo Karema (sosok Dewi yang telah menemani Lumimuut dan Toar -dipercaya sebagai asalnya leluhur orang Minahasa-)
Mengamanatkan: "Keturunan kalian akan hidup terpisah oleh gunung dan hutan rimba. Namun, akan tetap ada kemauan untuk bersatu dan berjaya."

Saya mencetak tebal filosofi kehidupan manusia dari leluhur ibu saya yang menitis di dalam darah saya, pada ungkapan-ungkapan di atas.
Saya ulangi lagi di bagian ini:
•'mapalus' (gotong-royong)
•pepatah "Sitou Timou Tumou Tou" (pada hakikatnya manusia hidup adalah menghidupi sesama manusia lainnya).
•'maesa-esaan' (saling bersatu, seia sekata),
•'maleo-leosan' (saling mengasihi dan menyayangi),
•'magenang-genangan' (saling mengingat),
•'malinga-lingaan' (saling mendengar),
•'masawang-sawangan' (saling menolong), dan
•'matombo-tomboloan' (saling menopang).

Ungkapan-ungkapan yang merindingkan jiwa, betapa setiap manusia itu sungguh berharga dan saling terhubung satu sama lain melalui interpersonal yang tinggi.

Maka romantika kehidupan ini semestinya dilalui dengan memancarkan dan melaksanakan nilai-nilai luhur tersebut.
Semoga saya tetap dikuatkan melestarikannya.

Tabea.

.
http://RinnySoegiyoharto.com/
.

Saturday, April 18, 2015

#229 - RENJANA

Beberapa waktu lalu, saat menjadi fasilitator untuk program rutin Konrad Adenauer Stiftung dan Kementerian Dalam Negeri pada 'Pelatihan Penguatan Peran, Kapasitas dan Kompetensi Anggota Parlemen Perempuan' yang kali ini bertempat di Novotel Bandung diikuti 30 partisipan dari anggota DPRD Prov dan Kab/Kota Jawa Barat, selama 2 hari penuh (13-14 April 2015), saya mendengar kembali suatu istilah yang jarang dipergunakan oleh kita masyarakat Indonesia.

Dalam paparan dan makalah Prof Johana E Prawitasari, Psikolog, yang bertema 'PENGELOLAAN EMOSI DAN PENGUASAAN DIRI' [Johana E Prawitasari, Pensiunan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta (LPPM, UKRIDA)], saya kutip sebagai berikut:

Emosi dalam Kehidupan
Emosi adalah keadaan rasa yang banyak berpengaruh terhadap perilaku. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri manusia. Emosi biasanya disertai perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Misalnya, ketika beberapa kali saya menelepon teman lama, dia selalu mengakhiri pembicaraan dengan tergesa-gesa. Kalau itu hanya terjadi satu kali, mungkin karena memang ada yang akan dikerjakannya. Akan tetapi bila itu dilakukan sampai tiga kali, dan meskipun saya minta menelepon, dia tidak menelepon kembali, muncullah bermacam-macam pikiran. Muncul pertanyaan "Mengapa dia tidak mau bicara dengan saya?" Kemudian saya jawab, "Apa saya tidak berharga untuk ditemui?" Dari pikiran-pikiran itu timbul rasa ditolak. Ini menyakitkan dan menimbulkan rasa kesal, kecewa, dan marah. Muka saya merah, dada saya berdebar-debar dan terlompat umpatan sebagai reaksi rasa ditolak. Untuk mengakhiri rasa marah ini saya mengingat-ingat dan membayangkan saat-saat manis bersamanya. Saya lalu dapat tersenyum kembali.
Dalam kehidupan sehari-hari dinamika seperti contoh tersebut pasti terjadi terutama dalam hubungan kita dengan orang lain. Inilah yang memberikan warna dalam kehidupan manusia. Anehnya emosi sering dianggap negatif. Sering terdengar kata-kata "Mbok jangan emosi"; "Dia sedang emosi" ketika orang bersuara keras. Terlihat di sini seakan-akan emosi hanya marah saja dan orang takut menghadapi atau mengalaminya. Padahal emosi akan bernilai positif bila orang mau belajar dari pengalaman emosinya. Dia akan lebih mengenal diri dan orang lain. Ini akan memperkaya batin dan hubungannya dengan orang lain. Tanpa adanya emosi kehidupan manusia akan sangat kering dan hambar. Bayangkan kalau banyak orang menjadi robot yang tidak mampu bereaksi terhadap tawa dan tangis orang lain, semua akan terasa dingin, kaku, formal, rasional tanpa sentuhan kehangatan manusiawi.
Keterdekatan antara dua orang atau lebih akan menimbulkan keterdekatan emosi. (Kutipan langsung dari makalah JEPrawitasari, 2015)

Selanjutnya dalam paparannya, Bu Menuk (demikian sapaan akrab beliau) mengatakan kata 'emosi' bukan asli kata dalam Bahasa Indonesia, itu istilah bahasa Inggris yang di-indonesiakan. Sebenarnya, lanjutnya, bahasa Indonesia memiliki kosa kata yang berpadan dengan 'emosi', yakni RENJANA. Hanya saja masyarakat kita jarang menggunakan istilah tersebut, bahkan akhir-akhir ini sudah hampir tak pernah terdengar.

Saya menelusuri Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan secara singkat di sana, sbb:

renjana/ren·ja·na/ n rasa hati yg kuat (rindu, cinta kasih, berahi, dsb) - KBBI

Menurut saya, kata renjana terdengar indah dan puitis. Menggambarkan sesuatu yang lebih dari makna emosi.
Teringat puluhan tahun lalu, Grace Simon (penyanyi lawas) membawakan lagu berjudul 'Renjana' ciptaan Guruh Soekarno Putra. Lagu itu sungguh puitis, dan memang agak sulit dinyanyikan.
Saya lalu mencoba menyanyikannya.... :)

RENJANA
Composer & Arr: Guruh Soekarno Putra
Singer: Grace Simon
Dirilis tahun 1976

Di malam hening
Tertegun kumerenung
Menanti fajar tak kunjung datang
Sukmaku bergetar
Digenggam halimun dingin
Terkungkung langit nan kelam

Pagi pun datang
Meremang cahaya rawan
Seakan enggan menyongsong siang
Hatiku merintih ditindih derita
Beku merana berkawan sunyi

Tetesan embun mengusik mimpi
Kuterjaga kumeronta
Kutinggalkan mimpi hampa
Angin kembara menebar wangi bunga
Menepis mendung mengusap embun
Hasratku menderu
Menuju dataran hijau
Tempat bersemi hayatku

---renjana---

.
http://RinnySoegiyoharto.com/
.

Thursday, April 16, 2015

#228 - Pelangi Alangkah Indah

Adalah minat, ketertarikan, perhatian, mimpi-mimpi, kegiatan, partisipasi, kebersamaan, kenikmatan...
Juga,
Keprihatinan, kepedihan, ketak-mengertian, kelonggaran, ketak-berdayaan, bahkan kebodohan...

Dan semua itu adalah kehidupan, yang penuh warna, yang sebaik-baiknya dijalani dengan tanpa alasan untuk tidak bersukacita.

Rapat-rapat, seminar-seminar, pelatihan-pelatihan, bincang-bincang, reuni-reuni, tawa-tawa, foto-foto...
Meski tidak seluruhnya diunggah, namun sebagian yang mewakili ini adalah pengingat bagiku bahwa kehidupanku penuh warna, bagai pelangi di ufuk cakrawala.
Sekaligus menandai keindahan itu selalu hadir bersama kenikmatan rasa syukur.

Pada setiap tempat, setiap waktu, bertemu dengan orang-orang baik, bersama sahabat-sahabat yang saling peduli, saling mengisi, saling memuji dan saling memberi teguran.
Itulah harta.
Keindahan pelangi yang membingkai semesta penuh warna.

.
best regards
#RinnySoegiyoharto
NamaNuansaCarita [NNC®]
sabtubuka@gmail.com
rinny.soegiyoharto@gmail.com

Monday, March 9, 2015

#227 - International Women's Day on March 8

Indonesian Women Anti-corruption commemorate International Women's Day with an anti-corruption campaign at the Hotel Indonesia roundabout to coincide with the Jakarta car free day.

I commemorate this moment with my woman colleague from Papua. She is a journalist as well as an author. She will develop her own news line. Proud of you, sister.

#InternationalWomenDay
#PIA

^^
Best Regards,
#RinnySoegiyoharto

[NNC®]

Friday, February 27, 2015

#226 - Nestapa Tanpa DusTA

Jatuh tertimpa tanggA,
Tangganya dari besi tempA,
Dengan anak tangga duapuluhduA,
Tubuh terjepit kaki retak tangan terlukA,

Menjerit pun tak bergunA,
Hanya angin yang bertelingA,
Dan tak 'kan mungkin angin bicarA,
Meski tetap berharap suatu saat ia bisA,

Seringkali keyakinan goyAH,
Berseru lantang susah payAH,
Hingga tenggorokan serak parAH,
Tiada lengan satupun terulur memapAH,

Sungguh 'ku rindu usia beliA,
Ketika dunia hanya sedikit warnA,
Asa dan nyata masih mudah berjumpA,
Pertemanan berlandas sukacita bersamA,

Dimana Engkau Duhai Pujangga SemesTA?
Tak Kah Kau Lihat Sungai di maTA?
Dengarkah Jerit Untaian kaTA?
Nestapa Tanpa DusTA?!

#RSQ

PuisiRinny27022015

^^
Best Regards,
#RinnySoegiyoharto

[NNC®]

Tuesday, February 24, 2015

#225 - To Consider Network Strategy

Bagian Penting Dalam Menata Strategi Berjejaring,
harus mempertimbangkan 3 (tiga) hal berikut:

1)Apakah Selaras Dengan Kebutuhan & Minat Kita?
Misalnya dapat digali dengan pertanyaan-pertanyaan:
Apa yang ingin kita pelajari melalui jejaring tersebut? Mengapa? Dimana kita dapat memperoleh pengetahuan & pemahaman yang kita butuhkan? Dari siapa?

2)Selaraskah Dengan Kepribadian Dan Bakat Kita?
Dapat digali dengan pertanyaan-pertanyaan:
Bentuk jejaring atau situasi pertemuan seperti apakah yang membuat kita lebih mudah & cepat menyesuaikan diri serta merasa nyaman? Dimanakah/situasi apa yang kita sukai untuk berbagi & mendengarkan hal-hal terbaik untuk kita?

3)Apakah Jejaring Itu Sesuai Dengan Waktu Yang Kita Miliki Dan Anggaran Finansial Kita?
Dalam hal ini diperlukan pemikiran & pertimbangan yang realistik.

#RSQ - dikutip dari artikel Allison Jones ::

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Monday, January 26, 2015

#224 - Pribadi, Trauma, Konflik, Keterampilan Sosial

Penulis: Rinny Soegiyoharto

Masih ingatkah yang terjadi saat kita masih kanak-kanak hingga remaja?
Ketika bergaul dengan teman-teman di sekitar rumah, dengan teman-teman sekolah, bahkan dengan sahabat-sahabat pena karena media sosial pada saat itu mungkin belum lahir.

Pelajaran pertama untuk menjalin pertemanan di luar lingkungan keluarga datangnya dari mana?
Adakah yang dengan sengaja diajarkan oleh orangtua masing-masing?
Sebelum kita melangkahkan kaki untuk pertama kalinya keluar pintu rumah, apakah ada pelajaran-pelajaran khusus yang orangtua berikan?
Mungkin sebagian dari kita menjawab: YA, ada.
Dan sebagian yang lain menjawab: TIDAK ada.
Lalu sisanya menjawab: TIDAK TAHU, karena tidak jelas bentuknya.

Saya pikir, sebagian besar kita sebenarnya tidak secara langsung diberi pelajaran tentang "melangkah keluar rumah" oleh orangtua masing-masing.
Hal umum yang dilakukan adalah memberikan nasihat-nasihat berupa nilai-nilai penting yang perlu diingat saat kita berhubungan dengan orang lain. Misalkan pada sisi spiritual: jangan lupa berdoa; ingat selalu berbuat baik; bertemanlah dengan orang baik; jauhi pergaulan yang buruk; jangan dekat-dekat dengan anak nakal; dan seterusnya.
Biasanya bahkan cenderung hal-hal standar terkait etika pergaulan.

TETAPI tidak dilatih keterampilan khusus untuk menghadapi berbagai kemungkinan reaksi dan respons orang-orang yang bakalan kita jumpai di luar sana.
Juga tidak dipenuhi pengetahuan dan informasi yang mendukung, kecuali informasi yang sifatnya: Hitam-Putih, Baik-Buruk, Patuh-Nakal, dan sebagainya.

PADAHAL,
Bukankah hidup ini cenderung didominasi ABU-ABU dimana-mana? Ketidak-jelasan dan kejelasan yang tidak punya ukuran.
Kita belum tahu hal-hal itu pada langkah pertama keluar rumah.

NANTI, setelah kita menemui masalah atau kagok atau apapun peristiwa yang menyenangkan, menyakitkan, menghebohkan, meragukan, lalu kita terlihat sedikit berubah, sebagian orangtua mulai menyampaikan pengetahuan-pengetahuan sosial tambahan. Ada yang obyektif, tapi rasanya sebagian besar bersifat subyektif.
CONTOH, waktu kita sedih karena kehilangan setip (penghapus pinsil) di sekolah, lalu ternyata teman sebangku kita yang 'meminjamnya' untuk seterusnya. Apa yang terjadi pada reaksi orangtua? Mungkin ada yang berusaha memberi rasa tenang dengan membujuk dan membelikan yang baru. Tapi banyak juga yang kemudian melarang kita bergaul dengan teman itu. Itulah subyektivitas dalam pelajaran sikap dan perilaku.
Kita bingung?
Ya. Kita menghadapi konflik luar biasa. Tidak boleh berteman dengannya lalu dengan siapa? Kalau dia nanti berkumpul dengan teman-teman lain apakah aku tidak boleh ikut berkumpul dengan mereka?

Cerita sedikit di atas itu hanya contoh. Salah satu yang kecil sekali yang terjadi pada masa-masa kita belajar menjalin hubungan dengan orang lain di luar anggota keluarga.
TAPI, contoh kecil itu bermakna BESAR. Karena dari situlah kepribadian dan keterampilan sosial kita mulai dibentuk. Cara berpikir kita tentang orang lain, tentang situasi, tentang cara berhadapan, tentang coping (cara mengatasi rasa yang tidak nyaman), tentang kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain, dan banyak hal lagi terkait proses pembentukan diri kita sebagai pribadi yang kelak menjadi orang dewasa, dipengaruhinya.
Ya, dipengaruhi oleh hal-hal kecil yang terjadi dalam proses itu.

TRAUMA dalam kehidupan sosial, tidak saja yang berukuran besar dan kuat seperti pelecehan seksual dan kekerasan. Namun peristiwa-peristiwa yang menciptakan rasa nyaman / tidak nyaman yang merangsang kemampuan kita beradaptasi, juga bisa menjadi peristiwa TRAUMATIK.

Sampai di sini,
Sekarang mari kita masing-masing mengajak pikiran kita pada berbagai hal yang kita alami saat ini. Pada waktu kita sudah dewasa, memiliki beragam lingkungan: pekerjaan, pergaulan, komunitas, organisasi, dan lain-lain.
Lihat salah satu cara kita menghadapi konflik, misalnya dengan teman sekerja di tim (pekerjaan apa saja). Teman yang menurut kita sangat keras dan dominan. Apa yang kita lakukan?
Coba ingat-ingat, pernahkah di masa kanak-kanak dahulu, atau masa remaja (usia 11-19 tahun) kita pernah mengalami pengalaman yang mirip?
Tapi karena kita tidak tahu bagaimana harus menyikapinya, maka kita lalu "trial & error". Mencoba dengan cara sendiri yang menghasilkan sesuatu, entah itu baik atau buruk; menyenangkan atau menyakitkan; atau kita abaikan saja semua rasa yang ada.
Naaahhh... Apakah hal itu terjadi sekarang? Cara kita menghadapi situasi yang dulu itu juga cara yang sama yang kita pakai saat ini?
Itulah pengalaman sosial yang membentuk kepribadian kita dan menentukan perilaku yang kita pilih.
Apabila ternyata tidak sama, berarti kita keliru dalam memetakan pengalaman sekarang dengan pengalaman masa lalu.
Coba cari lagi.

Bagaimana selanjutnya?

Ada yang bisa dijelaskan dan ada yang tidak perlu dijelaskan.
Ada yang sifatnya sangat pribadi sehingga perlu penanganan secara pribadi juga, ada yang dapat didiskusikan di dalam kelompok.

Mari kita bicarakan hal ini melalui forum-forum.
Atau melalui KONSELING dan atau PELATIHAN.

Silakan.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Saturday, January 17, 2015

#223 - MYSTERY

Misteri adalah energi yang kuat,
namun tak teridentifikasi.
Ia menciptakan banyak gelombang,
lalu dibiarkan berarak tak tentu.

Misteri adalah teka-teki, yang
boleh diselami digerigiti dicari,
sampai ke ujung-ujung selasar,
tapi seringkali menawan masygul menyisakan gusar.

Suatu ketika, ada cahaya terang menyilaukan mataku,
dengan tubuh mungil terseok kuberanjak mengikutinya
setelah sempat membalas manis senyum sosok dalam cahaya itu.
Jasad terbujur berbalut setelan putih kaus kaki putih kaus tangan putih
yang bersidekap di atas dipan kayu di tengah-tengah ruangan penuh orang dewasa itu
ternyata tidak mampu tersenyum seperti tadi.
...Misteri...

Pada sekian masa kemudian,
saat kukira aku tak terlelap, kudengar suara-suara memanggilku,
ada yang coba menahan dan menarik-narik tanganku.
Aku terus melangkah dengan mata terbuka,
menerabas melalui ruang demi ruang,
melewati sumur pompa yang berderik saat gagangnya disentuh angin.
Aku mendapati pintu gudang terbuka,
menatap lurus ke atas atap yang tak berbatas dengan udara langit,
dan di sana bertengger sosok lelaki berjubah abu-abu,
ia jongkok sambil tertawa mengejekku,
tawanya membahana nyaring seperti tawa perempuan tua yang gemetar.
Aku menghardik mengusirnya.
Kulemparkan bintang kecil di genggamanku ke arahnya.
Sejenak ia melengking menangis ketakutan,
lalu berlari melompat ke ranting jamblang di balik tembok gudang.
Ia berteriak menyebutku ratu. (Apakah maksudnya? Hingga kini ku tak pernah tahu).
Lalu kulihat ibu-bapakku mendapatiku.
Seseorang memberiku minum.
Ibu-bapakku menuntunku ke kamar, melewati ruang demi ruang.
...Misteri...

Juga misteri, ketika rasa tak terkatakan, bercampur baur segala rupa warna dan bentuk,
Ketika aku meraba-raba dalam gelap, belajar dari rasa yang hanya bisa dijamah oleh ujung saraf.
Rasa yang tak dihantar kemana pun, hanya berputar memenuhi wadah tak berbentuk,
ia yang tak ingin didefinisikan, hanya bersedia diikuti lalu dilepaskan...

Juga misteri, ketika taufan dan badai mengamuk di samudra lepas,
dan aku berayun-ayun di dalam bahtera mungil tanpa pendayung tanpa sauh tanpa jangkar tanpa kemudi,
Kemanakah Nakhodaku pergi?
Aku diajari memercayainya tanpa syarat,
aku diyakinkan senantiasa berserah sepanjang hidup,
aku dipateri menyerahkan nyawaku tiap saat,
Walau,
Ngeri aku pada tiang-tiang kapal, bahkan di pelabuhan kutepiskan pandangku dari mereka,

...Misteri...

Tak 'kan kuselesaikan rangkaian kata-kata ini,
Lebih baik kubiarkan menjadi misteri,
Sampai waktuku tiba...

#RSSH
#MKJ_Jan2015_Rinny

_________________

#RinnySoegiyoharto
_________________

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***