Dalam paparan dan makalah Prof Johana E Prawitasari, Psikolog, yang bertema 'PENGELOLAAN EMOSI DAN PENGUASAAN DIRI' [Johana E Prawitasari, Pensiunan Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta (LPPM, UKRIDA)], saya kutip sebagai berikut:
Emosi dalam Kehidupan
Emosi adalah keadaan rasa yang banyak berpengaruh terhadap perilaku. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri manusia. Emosi biasanya disertai perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Misalnya, ketika beberapa kali saya menelepon teman lama, dia selalu mengakhiri pembicaraan dengan tergesa-gesa. Kalau itu hanya terjadi satu kali, mungkin karena memang ada yang akan dikerjakannya. Akan tetapi bila itu dilakukan sampai tiga kali, dan meskipun saya minta menelepon, dia tidak menelepon kembali, muncullah bermacam-macam pikiran. Muncul pertanyaan "Mengapa dia tidak mau bicara dengan saya?" Kemudian saya jawab, "Apa saya tidak berharga untuk ditemui?" Dari pikiran-pikiran itu timbul rasa ditolak. Ini menyakitkan dan menimbulkan rasa kesal, kecewa, dan marah. Muka saya merah, dada saya berdebar-debar dan terlompat umpatan sebagai reaksi rasa ditolak. Untuk mengakhiri rasa marah ini saya mengingat-ingat dan membayangkan saat-saat manis bersamanya. Saya lalu dapat tersenyum kembali.
Dalam kehidupan sehari-hari dinamika seperti contoh tersebut pasti terjadi terutama dalam hubungan kita dengan orang lain. Inilah yang memberikan warna dalam kehidupan manusia. Anehnya emosi sering dianggap negatif. Sering terdengar kata-kata "Mbok jangan emosi"; "Dia sedang emosi" ketika orang bersuara keras. Terlihat di sini seakan-akan emosi hanya marah saja dan orang takut menghadapi atau mengalaminya. Padahal emosi akan bernilai positif bila orang mau belajar dari pengalaman emosinya. Dia akan lebih mengenal diri dan orang lain. Ini akan memperkaya batin dan hubungannya dengan orang lain. Tanpa adanya emosi kehidupan manusia akan sangat kering dan hambar. Bayangkan kalau banyak orang menjadi robot yang tidak mampu bereaksi terhadap tawa dan tangis orang lain, semua akan terasa dingin, kaku, formal, rasional tanpa sentuhan kehangatan manusiawi.
Keterdekatan antara dua orang atau lebih akan menimbulkan keterdekatan emosi. (Kutipan langsung dari makalah JEPrawitasari, 2015)
Selanjutnya dalam paparannya, Bu Menuk (demikian sapaan akrab beliau) mengatakan kata 'emosi' bukan asli kata dalam Bahasa Indonesia, itu istilah bahasa Inggris yang di-indonesiakan. Sebenarnya, lanjutnya, bahasa Indonesia memiliki kosa kata yang berpadan dengan 'emosi', yakni RENJANA. Hanya saja masyarakat kita jarang menggunakan istilah tersebut, bahkan akhir-akhir ini sudah hampir tak pernah terdengar.
Saya menelusuri Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan secara singkat di sana, sbb:
renjana/ren·ja·na/ n rasa hati yg kuat (rindu, cinta kasih, berahi, dsb) - KBBI
Menurut saya, kata renjana terdengar indah dan puitis. Menggambarkan sesuatu yang lebih dari makna emosi.
Teringat puluhan tahun lalu, Grace Simon (penyanyi lawas) membawakan lagu berjudul 'Renjana' ciptaan Guruh Soekarno Putra. Lagu itu sungguh puitis, dan memang agak sulit dinyanyikan.
Saya lalu mencoba menyanyikannya.... :)
RENJANA
Composer & Arr: Guruh Soekarno Putra
Singer: Grace Simon
Dirilis tahun 1976
Di malam hening
Tertegun kumerenung
Menanti fajar tak kunjung datang
Sukmaku bergetar
Digenggam halimun dingin
Terkungkung langit nan kelam
Pagi pun datang
Meremang cahaya rawan
Seakan enggan menyongsong siang
Hatiku merintih ditindih derita
Beku merana berkawan sunyi
Tetesan embun mengusik mimpi
Kuterjaga kumeronta
Kutinggalkan mimpi hampa
Angin kembara menebar wangi bunga
Menepis mendung mengusap embun
Hasratku menderu
Menuju dataran hijau
Tempat bersemi hayatku
---renjana---
.
http://RinnySoegiyoharto.com/
.