Monday, December 29, 2014

#222 - Manusia, Kehidupan, Suka-duka, Bencana

Pas untuk renungan akhir tahun. Dengan banyak peristiwa; suka dan duka, perorangan maupun kelompok. Dengan berbagai musibah di penghujung tahun ini yang mewarnai negeriku.
***
Kita rapuh. Kita semua pernah terluka.
Kita harus belajar hal-hal yang menyakitkan. Kita semua pulih dari beberapa kesalahan, kehilangan, pengkhianatan, penyalahgunaan, ketidakadilan atau kemalangan. Kehidupan adalah proses pemulihan yang tidak pernah berakhir. Kita masing-masing harus menemukan cara untuk menerima dan bergerak melewati rasa sakit, lalu bangkit sendiri kembali. Untuk setiap bersit kesedihan, depresi, keraguan atau keputusasaan, membawa pembaruan bagi kita yang datang pada waktunya. Setiap tragedi adalah tanda bahwa hal-hal baik akan datang pada waktunya. Bersabarlah.
-Bryant McGill

# #PrayFor #
#Keluarga
#Sahabat_Kerabat
#Umat_Manusia
#Penyintas_Bencana
#BanjarNegara
#Banjir_Jakarta_Bandung_dll
#Kebakaran_Klewer_dll
#AirAsia_QZ8501
#Tuhan_Kasihanilah_Kami

#RinnySoegiyoharto

Thursday, December 25, 2014

#221 - Peringatan Kelahiran Kristus

Kontroversi pemberian ucapan Natal atau Christmas kepada pihak yang merayakannya, tetap marak menghiasi portal-portal, media sosial, mailing list, dan berbagai media lainnya. Bahkan meluas hingga ke pembahasan mengenai benarkah Yesus Kristus lahir pada 25 Desember yang kemudian diperingati sebagai Hari Raya Natal atau Christmas.
Dari tahun ke tahun selalu dibahas mengenai "halal-haram" ucapan Natal ini.
Apa ngga bosen ya?

Sebagai pengikut Kristus (umat Kristiani), jika ada yang mengucapkan "Selamat Natal" kepada saya, maka saya akan mengucapkan terimakasih dengan sukacita dan mengamini doa-doa yang disampaikan bersama ucapannya tersebut.
Namun jika ada teman atau kerabat atau bahkan keluarga yang tidak mau mengucapkannya karena pertimbangan dalil-dalil dan hukum agama yang dianutnya, maka saya tidak akan pernah mempersoalkannya.
Diucapkan, disalami, didoakan, bahkan dikunjungi pada saat Natal, bagi saya adalah bentuk sikap hangat dan menghargai sebagai sesama anggota masyarakat dalam konteks hidup bersama secara sosial.
Hal tentang iman, penghayatan, ucapan syukur, terkait Natal dan rangkaian ibadah serta jamuan syukur, tidak dipengaruhi oleh ucapan selamat yang berduyun-duyun.
Begitu pula hal perdebatan mengenai tanggal kelahiran Yesus Kristus (yang hingga kini diperingati setiap 25 Desember oleh sebagian besar umat Kristiani), bagi saya bukan suatu masalah yang berpengaruh terhadap kadar keimanan.

Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Allah, dan mengimani Tuhan Yesus Kristus adalah Anak Allah, dan kepada Roh Kudus yang diturunkanNYA untuk menolong manusia ketika Tuhan Yesus telah naik ke Sorga, yang dapat saya lakukan adalah mengucap syukur dalam segala perkara.
Seraya mengingat kata Alkitab:
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga IA telah mengaruniakan anakNYA yang tunggal. Supaya setiap orang yang percaya kepadaNYA tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16).

DIA lah Yesus Kristus. Yang kelahiranNYA diperingati setiap 25 Desember dengan Hari Natal. Sebagai bukti KASIH ALLAH yang luar biasa bagi manusia.

"Selamat Natal"
"Selamat memperingati hari kelahiran Tuhan Yesus Kristus, untuk mengingatkan kepada orang-orang percaya bahwa DIA lahir untuk kita, DIA datang untuk kita..."

Immanuel...!

_________________

#RinnySoegiyoharto
_________________

Monday, December 22, 2014

#220 - Hari Perempuan (22-12-2014)

22 Desember,
Hari Perempuan Indonesia.

Mengingatkan pada senyum kasih perempuan utama
yang di rahimnya aku meringkuk hangat sembilan purnama lamanya.
Sang Maha Kasih meniupkan roh ajaran tak usang melaluinya,
untuk kukenang dan ejawantahkan dalam perjalanan hidupku,
pun setelah ia tak lagi menempati raga fana yang kuakrabi 64 tahun 10 bulan 28 hari.
Ajaran kasih tak bersyarat,
Asah asih asuh yang terpatri melalui raga, pikir, jiwa dan roh.

Hari perempuan bagiku adalah hari ibu, hariku, hari segenap perempuan.

Selamat menghayati hari perempuan,
Untuk perempuan dan laki-laki.

sincerely yours, 
Rinny Soegiyoharto Psy
Http://suara-hati-rinny.blogspot.com

Tuesday, December 16, 2014

#219 - And I Love You So... (A Song & Rainy Day)

"And I love you so..
People ask me how..
How I've lived 'til now..
I tell them I don't know..
I guess they understand..
How lonely life has been..
But life began again..
The day you took my hand..."

Alunan vokal bass Elvis Presley yang empuk-berat, bermain-main di benakku, seolah-olah keluar dari gramafon tua di ruang dansa.
Lagu itu menyeruak begitu saja, sekonyong-konyong menyandera memoriku.
Ia hadir bersama aroma tanah basah dan ayunan sulur-sulur Wijayakusuma yang menggantung di pergola. Diikuti golakan lembut air kolam dan kecipak ikan-ikan emas. Rinai hujan masih bertahan sejak siang.
Dan jiwaku sesenggukan mengenang ingatan-ingatan silam. Berkelebat raut lembut kekasih-kekasih hati. Sedang apakah gerangan mereka? Tatapan cinta tak bersyarat mematriku di sini.
Kesyahduan menyergap ketika suara Elvis Presley di kepalaku bersentuhan dengan kenyataan di taman kenangan ini.
Derai-derai air hujan menepuk-nepuk kap lampu taman yang redup mematung sejak dulu, ketika memori ini baru mulai diukir. Masih bisa kulihat sosok kecilku tertawa-tawa di atas punggung sang kekasih yang merunduk sambil tersenyum.

...And I love you so...

*Memorimu Inspirasi*

"Tugas kita yang masih punya waktu di dunia ini adalah melanjutkan kebaikan-kebaikan mereka, kekasih-kekasih kita, hingga bagian kita pun tuntas..."

_________________

#RinnySoegiyoharto
_________________

Wednesday, October 1, 2014

#218 - Learning

#218 - BELAJAR
By #RinnySoegiyoharto

Saya belajar banyak hal dari sekitar saya. Dan saya terus akan belajar sampai waktu saya berakhir.

Bahan ajar itu tak terbatas. Kita selalu harus belajar...
• menerima diri sendiri
• menerima orang lain
• bersikap santun
• bertutur penuh penghargaan
• mendengarkan dan memahami
• memelihara nilai-nilai luhur
• menyampaikan pendapat tanpa memaksakan
• menghargai pendapat yang berbeda
• merasa senang dengan keputusan yang dibuat meski tak sesuai harapan
• mengasah kepekaan intuisi dan menaati suara Illahi...

#seri_merayakan_hidup_dalam_rasa_syukur

sincerely yours, 
Rinny Soegiyoharto Psy

Wednesday, July 30, 2014

#217 - Menikmati Kelengangan Ibukota (Musim Lebaran)

Salah satu kenikmatan di Jakarta pada saat Lebaran yakni lengangnya ruas-ruas jalan di dalam kota.
Saat yang tepat untuk menikmati jalan-jalan bersama sahabat-sahabat.
Semoga kelengangan ini tak cepat berlalu.

#HarapanRakyatKepadaPemdaDKI
#PesanAnggotaMasyarakatSatuSamaLain

#RinnySoegiyoharto [NNC®]

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

#216 - Happy Lebaran

Lebaran day #3
But it's not too late to send my special greetings, I thought.

#RinnySoegiyoharto [NNC®]

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Wednesday, July 23, 2014

#215 - NKRI Has the New President

Pertama-tama saya akan memuat status Facebook di wall saya, sebagai berikut:

Rinny Soegiyoharto:
Mendoakan presiden dan wakil presiden Indonesia terpilih yang didukung dan dipilih 53,15% pemilih berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum pada 22 Juli 2014 malam,
untuk masa bakti mulai tahun 2014 ini,
Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla,
Semoga amanah dan sungguh berbakti bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia, selaras kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa.

Salam dari saya, pendukung dan pemilih Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Hatta Rajasa, dan tetap mendukung beliau berdua.
Semoga kata-kata negatif terhadap beliau berdua dan pendukung seperti saya, segera berhenti.
Saya percaya 53,15% rakyat Indonesia adalah orang-orang yang cerdas dan baik hati.

*kalau di keluargaku sudah tahu hasilnya sebelum pencoblosan; 50:50, yakni 3 orang pilih calon pertama, 3 orang pilih calon kedua. Tidak ada saling memaksa, kalau diisengin pake message atau status, ganti ngisengin sambil bercanda cerdas, nyantai2 aja, mantap masing2. Asik 'kan?*

----------------------

Status ini disukai puluhan teman FB dan mendapat komentar-komentar. Saya berterimakasih atas apresiasi melalui 'like' dan 'comment' tersebut.
Ada beberapa catatan saya selama musim pemilihan presiden ini berlangsung.
• Saya sepakat dengan beberapa teman bahwa hasil akhir dari KPU dan pengumuman resmi presiden terpilih, sesungguhnya merupakan awal pembelajaran yang sangat penting bagi seluruh elemen bangsa. Perjuangan memang tidak akan pernah berakhir, utamanya menegakkan demokrasi yang jernih dalam proses penyelenggaraan negara.
• Saya kurang simpati dengan pendukung-pendukung dari kubu presiden terpilih yang hingga saat ini masih terus menyampaikan kata-kata negatif, hinaan, cacian, ejekan terhadap kubu calon yang mengundurkan diri (mengalah, bukan kalah), melalui berbagai media termasuk media sosial. Mereka adalah orang-orang oportunis yang dengan sengaja menyalurkan agresivitas pribadi tanpa kendali.
• Cukup banyak tindakan 'bullying' yang saya rasakan sendiri, tentu saja juga dirasakan pendukung lainnya, dan pastinya sangat dirasakan oleh calon yang saya dukung dan pilih. Termasuk saya mencatat suatu ungkapan yang sifatnya proyektif, terkait dengan kemenangan dan kekalahan. Hal ini menarik sebagai bahan kajian ilmiah dan penelitian psikologi.
• Untuk mempersatukan kembali suara rakyat, sangat dibutuhkan kemampuan empati dan karakter yang berintegritas antar pihak/kubu. Tidak bisa hanya dengan mengajak, tapi perlu rekonsiliasi yang lebih 'human touching'. Secara psikologis, kekecewaan tidak hanya dapat dipulihkan melalui ajakan, apalagi eforia kemenangan yang terus dilontarkan, namun perlu pemahaman mendalam, komunikasi antar-pribadi dan sikap empati yang tulus.
• Saya percaya dan kagum pada jiwa ksatria Jenderal Prabowo Subianto, yang telah puluhan tahun mengalami diskreditasi luar biasa dari berbagai pihak. Beliau adalah prajurit sejati yang patuh pada hukum, peraturan bahkan instruksi atasan. Dengan segala kelebihan dan kekurangan beliau, tetap mempertahankan semangat perjuangan, kecintaan pada negeri, serta kepatuhan dan kesantunan.
Tuhan memberkati Bapak.

Demikian dari saya.
#Damai_Selalu_IndonesiaRaya

#RinnySoegiyoharto [NNC®]

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tuesday, July 22, 2014

#214 - Tangan

Tanganmu bukanlah tanganmu,
Ia adalah tangan-tangan kehidupan,
Yang kepadanya dianugerahi kecekatan,
Juga kepekaan,
Juga keindahan,
Juga tanda-tanda..

Tanganku bukanlah tanganku,
Ia adalah anugerah yang bernyawa,
Membantuku menyeruak perdu kehidupan.

Itu tanganku,
Mana tanganmu?
:-)))))

*tiru-tiru Mas Gibran*


#RinnySoegiyoharto [NNC®]

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Sunday, July 20, 2014

#213 - Meniup Angin

#213 - Meniup Angin
(a poem; mine)

Arah angin datang dari segenap penjuru,
Menuju ke berbagai penjuru,
Manusia, terkadang hanyut menikmati tari-tarian angin,
Tak peduli arahnya, kita terlalu sibuk menata gaya,
Aku menyesal segera setelah keluar dari lantai dansa,
Tapi godaan sepoi-sepoi itu memang magnet berbisa,
Ia membius menembus saraf,
Tanda bahaya tak lagi jelas, tak dikehendaki, hanya samar-samar..

--sela--

Berlari di selasar panjang menyaksikan tari-tarian di tepi-tepinya,
Aku telah dibiarkan karena aku berbeda,
Berbeda dari yang banyak di sekelilingku,
Tegur dan tulus seolah-olah menari bersama angin, lalu lenyap,
Apakah aku merindukannya?
Jika pilihanku harus mengikuti keseragaman tarian tanpa musik,
Maka rinduku biar saja terpendam,

Mungkin meniup angin bagimu adalah kesia-siaan,
Tapi mabuk dalam tari-tarian angin penjuru melukai musik semesta..
Dan aku memilih meniup angin,
daripada musik semesta menjadi letusan meriam..

By Rinny
#RSP

Thanks to eNHa for the lovely romantic sunset picture.

#RinnySoegiyoharto [NNC®]

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Wednesday, July 9, 2014

#212 - Hari Pencoblosan Pilpres 2014 (Indonesia Tanah Air Kita)

Rabu, 9 Juli 2014

Hari ini mestinya jadi puncak kegembiraan bangsa dan rakyat Indonesia. Karena hari ini (kembali) rakyat memilih Presiden nya secara langsung.
Semua calon pemilih mestinya berbondong-bondong ke TPS dengan hati riang dan ikhlas, sembari mengiringi langkah dengan do'a, kiranya negeri yang dicintai boleh sungguh memperoleh presiden yang tepat, yang dapat membawa bangsa ke masa depan lebih cerah benderang bahagia.

Setelah masa kampanye yang begitu keras, panas, penuh hujatan, saling menuding, saling mendiskreditkan antar pendukung dua calon presiden dan wapres. Setelah media sosial menjadi ajang polemik tak habis-habis.
Ternyata, di hari bersejarah, Rabu 9 Juli 2014 ini pun, 'kepanasan' dan ketegangan masih berlanjut sehabis pencoblosan.
Media dan metode hitung cepat (quick count) menjadi pusat perdebatan. Hasil di sana dan di sini saling dipertentangkan.
Media sosial memanas kembali.

Bukan main bangsa ini.

Apakah para pendukung yang saling caci tersebut tidak ingat?
Jika Bapak Prabowo Subianto menjadi presiden, tentu saja beliau adalah presiden bagi seluruh rakyat. Tentulah beliau memerlukan dan mengayomi para putra bangsa yang sebelumnya tidak mendukung beliau.
Demikian pula jika Bapak Joko Widodo yang menjadi presiden, tentu saja sebagai lembaga eksekutif, beliau membutuhkan dukungan koalisi partai-partai penguasung dan pendukung Bapak Prabowo di Parlemen yang akan menjalankan fungsi legislasi selama 5 tahun masa jabatannya.

Jadi... Apapun hasil pilpres ini, siapapun yang terpilih menjadi presiden, beliau adalah presiden untuk seluruh rakyat, baik yang mendukungnya dalam proses pilpres maupun yang tidak.

Maka sebagai rakyat, marilah kita juga tunduk pada konstitusi, menjaga sikap dan perilaku, menghargai dan menghormati negara sebagai wakil Sang Khalik dalam penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di atas bumi ini.

Tadi, saya melakukan pencoblosan di TPS yang sama dengan beberapa pemilu terdahulu. Kali ini saya datang di atas jam 12 siang. Sungguh hebat, di saat matahari bersinar terik pada bulan Ramadan ini, petugas KPPS tetap melayani pemilih dengan ramah dan dengan penuh senyum. Segalanya berlangsung tertib, aman dan damai.

#Indonesia_Damai

#RinnySoegiyoharto [NNC®]

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Saturday, June 28, 2014

#211 - the Election #pilpres

by Rinny
(catatan seorang anak bangsa, anggota masyarakat yang mencintai negerinya)

Saya memang bukan penduduk Ibukota negeri ini, dengan demikian saya tidak tergolong 'voter' pada PILKADA DKI Jakarta, 2012 silam.
Akan tetapi saya mendukung pencalonan seorang putera bangsa yang dengan berani dan yakin, datang melintasi provinsi untuk berlaga sebagai salah satu kandidat orang nomor 1 di Ibukota NKRI ini. Konsekuensinya, saya menaruh banyak harapan terhadap yang bersangkutan, pada mulanya.

Tentu saja saya memiliki alasan mengapa turut mendukung sang kandidat yang akhirnya memenangi pertarungan tersebut.
Antara lain, karena dua tahun sebelumnya saya pernah duduk manis dan berdecak mendengarkan paparan walikota Solo mengenai keberhasilannya menata daerahnya. Hingga ketertiban, kenyamanan dan keindahan kota terwujud cantik, tanpa menimbulkan gerakan-gerakan anarki kelompok masyarakat yang menolak.
Prestasi, menurut saya ketika itu. Dan ternyata memang hanya itu.
Sayang sekali, saya lupa sesuatu, bahwa sang putera bangsa masih memiliki tanggung jawab besar pada sisa masa jabatannya, yang ditinggalkan demi berlaga di Ibukota.
Kemudian saya berpikir, jangan hal itu mempengaruhi kepercayaan dan harapan saya terhadapnya.
Meski bukan penduduk DKI, namun aktivitas saya 90% berlangsung di Ibukota, hanya tempat tinggal saja di daerah perbatasan yang sudah masuk wilayah Jawa Barat. Saya rindu perjalanan beraktivitas yang lebih lancar tanpa terlalu banyak kemacetan. Lebih-lebih ketika musim banjir tiba dan sebagian wilayah Ibukota terendam air hingga tak dapat dilalui, bahkan banyak penduduk yang jadi korban.
Saya juga rindu penertiban dan peningkatan keamanan di Ibukota. Semrawutnya lalu-lintas, tingkat kejahatan yang tinggi, dan sebagainya, banyak disumbang oleh ketidak-teraturan, menurut saya. Maka prestasi sang putera bangsa tersebut di kotanya di Jawa Tengah saya harapkan dapat menjadi sebuah 'milestone' pengodean level kompetensi untuk menjadi dasar prediksi kinerjanya di Ibukota.
Diperkuat janji-janjinya untuk "membereskan" sebagian besar masalah Ibukota dengan segera.
Termasuk janjinya yang kerap disampaikan melalui berbagai media bahwa ia akan bertanggung jawab menyelesaikan masa jabatan 5 tahun dengan hasil yang baik dan menyejahterakan masyarakat.
Bagi saya, janji-janji itu hebat. Berani berkomitmen, tegas menyampaikan kepada masyarakat melalui corong media. Orang-orang tentu berharap, menyambut gembira, mendukung antusias, mencatat janji-janji itu, juga menilai.

Belum setengah tahun, saya sudah sering mengernyit. Mendorong saya berpikir menganalisis. Sampai-sampai benak saya penuh tanda tanya: apa sebenarnya yang dicari sang 'beliau' ini? Apa sebenarnya yang ingin diraihnya? Dengan siapakah ia bekerja? Apakah tindakan-tindakannya sungguh pelayanan?
Konsep saya, pemimpin adalah pelayan. Pemimpin itu melayani, bukan dilayani.
Maka saya tidak paham ketika di layar kaca, sang putera bangsa ini mulai terlihat 'show'. Ia mendatangi wilayah banjir, menumpang kereta yang didorong banyak orang, dilindungi dan dikawal, diliput seluruh media.
Ketika pewawancara menanyakan aksi-aksinya ke depan, ia berbicara manis, namun menyalahkan pihak lain, mendiskreditkan pendahulu-pendahulunya.
Saya perhatikan, ia sangat jarang memberikan jawaban langsung, lebih sering tertawa-tawa bahkan menyunggingkan senyuman yang terkesan 'meremehkan'. Ia menganggap semuanya mudah bagi dia dan dipersulit orang lain. Ia mengatakan yang dilakukannya adalah bentuk perhatian langsung kepada masyarakat, kenyataannya yang dituai adalah popularitas dari peran panggung yang membingungkan (menurut saya).

Saya bandingkan dengan sang wakil yang tanpa memberitakan diri, ia menangani masalah-masalah lapangan dan administrasi. Saya periksa beberapa media sosial, sang wakil justru lebih banyak menceritakan atasannya dan kondisi masyarakat. Sementara sang putera bangsa dari Jawa Tengah malah mendaftar hal-hal heroik diri sendiri.
Janggal.
Kebaikan dan prestasi seseorang dinilai oleh orang lain karena merasakan dampak dari kebaikan tersebut. Bukan oleh dirinya sendiri.

Hal yang paling mengejutkan adalah ketika ia mendeklarasikan diri bersedia menjadi calon presiden dari partainya. Seolah-olah ia tidak menginginkan, tapi atas desakan pimpinan dan jajaran pengurus.
Oh!
Saya tidak percaya.
Bukankah ia belum dua tahun bersumpah-jabatan sebagai kepala daerah, yang disesaki ribuan janji, juga komitmen menyelesaikan masa jabatan?
Saya tidak percaya.
Orang, apalagi pemimpin, apalagi berpendidikan tinggi, tidak mungkin membuat keputusan begitu saja tanpa dirinya sendiri memiliki ambisi pribadi.
Saya tidak percaya.
Ia tidak selugu itu. Ia tidak se 'ndeso' itu. Seorang yang lulus bangku sekolah tinggi, mampu mandiri, pengusaha yang meraup keuntungan dari usahanya, memiliki pengalaman berdagang, memiliki pengalaman memimpin daerah, tidak mungkin se'ndeso' itu.
Penampilan itu citra. Bertujuan menarik simpati dan dukungan dari rasa iba dan 'keluguan' rakyat. Dan citra 'ndeso' itu berhasil.
Ia bertahta di Ibukota karena citra itu. Lalu kemudian, dan akhirnya memenangkan partai pengusung pada pemilihan umum legislatif 2014.

Maafkan saya, Mas-mas-nya...
Saya yakin anda punya banyak kebaikan yang asli. Pakailah itu. Jangan berbalut rombengan tunawisma di luar jubah kekaisaran dan ambisi anda. Itu namanya 'ngenyek', menghina masyarakat.

Maafkan saya, Mas-mas-nya...
Menurut saya, anda justru kurang rendah hati menyikapi berbagai situasi. Turun ke jalan dan ke selokan, itu bisa dilakukan siapa saja. Itu bukan sikap rendah hati.
Jika anda mau mengakui kelebihan dan kemampuan orang lain, itu baru rendah hati. Dan banyak lagi.

Maafkan saya, Mas-mas-nya...
Saya sudah berhenti mendukung anda sejak bulan pertama anda menjadi kepala daerah Ibukota. Saya makin gelisah lagi ketika bertemu anda di suatu tempat penuh pengungsi, dan anda tak sedikit pun melakukan apa-apa. Bahkan permintaan tolong kami tak anda gubris.

Maafkan saya, Mas-mas-nya...
Kita memang satu almamater. Tapi saya tidak mendukung anda pada pemilihan presiden Indonesia 2014.
Saya memilih pilihan saya bukan karena saya tidak mau pilih anda. Tapi saya berpikir dengan logika dan intuisi, pilihan saya dapat diwakili oleh gambar yang saya lekatkan di tulisan ini.

Sekian.

#Catatan
Dari 1600-an teman FB saya, hanya satu atau dua saja yang mendiskreditkan anda, Mas-mas-nya, sebaliknya kampanye hitam menjelek-jelekan pilihan saya itu banyaaaaakkkk sekali. Bahkan saya sendiri ditegur beberapa sahabat karena memilih pilihan saya, bukan anda.

#RinnySoegiyoharto [NNC®]

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Friday, April 25, 2014

#210 - (Jangan Hanya) Sibuk Dan Ramai Bicara Seputar Kejahatan Seksual

Aku menulis,

Apa Menurutmu?

Perkosaan adalah suatu paksaan; hubungan seks (baca: aktivitas-aktivitas seksual) yang tidak diinginkan. Perkosaan juga disebut kekerasan seksual, bahkan kejahatan, yang dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan berbagai usia, dari anak-anak hingga orang dewasa/orang yang sudah tua.
Sesungguhnya, perkosaan merupakan bentuk kekuasaan, bukan seksual semata.

Pelaku memanfaatkan kekuatan atau kekerasaan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan itu, untuk mengendalikan hidup orang lain. Bahkan sebagian pelaku menyalah-gunakan obat-obatan dengan tujuan melemahkan korban agar tidak dapat melawannya. Pelaku perkosaan pada anak-anak memiliki peluang yang besar dalam menguasai korbannya, karena anak-anak tak dapat/ belum mampu melawannya.

Perkosaan adalah TINDAK KRIMINAL, baik itu dilakukan oleh orang asing, pasangan/pacar/kekasih, maupun anggota keluarga sendiri.
Tidak peduli bagaimana hal itu terjadi, perkosaan adalah peristiwa yang menakutkan dan sangat traumatik bagi korban(korban)nya.
Korban perkosaan membutuhkan perhatian, perasaan nyaman dan jalan keluar bagi penyembuhan dan pemulihan (psikis)nya. Bahkan berlalunya waktu yang panjang dengan penanganan intensif sekalipun bukan jaminan trauma perkosaan dapat terpulihkan tanpa sisa.

Apa Menurutmu?

Jika kamu tidak pernah mengalami kekerasan dalam bentuk yang paling ringan, apakah kamu mampu berempati pada perasaan korban?
Mungkin saja bisa, jika kamu membiarkan perasaanmu mengalami resonansi kesakitan dan kepedihan mendalam dari luka-luka mental korban.
Dengan demikian, kamu tidak akan berbicara sembarangan, tidak adu mulut seenaknya, tidak diskusi adu teori, tidak memposting kata-kata yang tampaknya indah dan seolah-olah sangat spiritual/agamis kendati di dalam hati kamu tengah bersyukur teramat sangat karena peristiwa itu bukan menimpamu dan keluargamu.
Hal teramat baik yang bisa kamu lakukan adalah mendengarkan dan mengamati dengan seksama terlebih dahulu.

Jika kamu tidak mampu berempati dengan baik, percayalah, kata-katamu hanya menambah kesakitan dan menggoreskan trauma demi trauma baru, pada korban dan penyintas-penyintas. Karena kamu tidak pernah tahu, meski korban yang kebetulan sedang diberitakan tidak mendengarkan langsung celotehan-celotehanmu, tapi ada penyintas-penyintas di sekelilingmu yang sedang ikut mendengarkan berbagai opini. Penyintas-penyintas yang seperti tengah diputarkan ulang rekaman penggalan kisah hidupnya yang sudah di-peti-es-kan.
Mereka diam? Sebagian besar lebih banyak diam (dalam geram).

Apa Menurutmu?

Perasaan korban adalah marah, takut, sedih, jijik, dan rasa bersalah.
Mungkin katamu, bentuk-bentuk perasaan itu bukankah hal yang biasa dalam dinamika kehidupan manusia pada umumnya?
Benar! Orang memang biasa merasakan amarah, sedih, takut, jijik dan rasa bersalah.
Seperti halnya biasa saja ketika kita memecahkan satu gelas beling yang relatif murah.
Tapi bagaimana jika yang pecah itu jambangan terbuat dari kristal yang sangat mahal? Masihkah dianggap biasa saja?
Marah itu adalah kemarahan. Sedih itu adalah kepedihan. Takut itu adalah ketakutan. Jijik itu adalah rasa muak. Rasa-rasa itu berlangsung dalam waktu yang tak singkat. Perasaan-perasaan yang sangat kuat itu dapat semakin kuat dan berputar-putar menjadi dendam, tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, sulit beradaptasi, dan sebagainya, bahkan dapat menjadi gangguan-gangguan.

Rasa bersalah dalam diri korban tak cukup hanya dengan rayuan agar ia menghilangkan rasa itu sebab kesalahan ada pada pelaku.
Kamu pikir korban dan penyintas tidak pernah berpikir: "Ah, andai saja waktu itu aku tidak pergi ke sana..!"
Atau, "Coba waktu itu aku memakai celana panjang dan bukan rok seperti itu..!"
Lalu sekonyong-konyong kamu dengan lantang mengatakan bahwa perempuan (manusia) harusnya mengenakan pakaian yang begini dan begitu, bukan seperti yang dikenakan korban dan teman-temannya.
Bahkan dengan bangga kamu menyitir ayat-ayat kitab suci dan kata-kata berhawa religi yang terdengar menghibur, lalu menghimbau. Padahal kata-kata itu justru mendiskreditkan korban (yang berpotensi menjadi pelaku jika tidak mendapatkan penanganan tepat, atau mengalami ulang hal-hal yang pernah dialaminya).
Untuk apa kamu mengatakan itu semua?

Apa menurutmu?

Tingkatkan kepekaan, kepedulian dan empati. Jika belum dapat memberikan bantuan secara langsung, tidak apa-apa. Tapi setidaknya berempatilah. Jaga bicara kita.
(Jangan hanya) sibuk dan ramai bicara!

Bagaimana menurutmu?

Salam,

#RinnySoegiyoharto

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Wednesday, April 23, 2014

#209 - Senja Datang Lebih Cepat

Selasa, 22 April 2014.
Ditulis tanpa konsep.
Penulisnya masih sama seperti yang lalu lalu: aku.

Hari ini hari Bumi,
Kemarin hari Kartini,
Kemarinnya lagi hari raya Paskah,
Dua hari sebelumnya hari Jumat Agung,

Catatan catatanku kini lebih banyak kumuat di media sosial. Tidak ada alasan khusus, aku hanya merasa jadi terdakwa yang didakwa oleh sang kala. Kewalahan menangani 25 satuan waktu yang ada untuk merambah akun akun maya dan akun akun nyata. Sementara 25 satuan waktu yang lain telah diberangus perjalanan berlingkar lingkar dan ingar bingar rasa yang tak jarang tampak bertele tele penuh tedeng aling aling.

Ada masa ketika aku berlangganan jarum jarum ramping dan jemari shinse perempuan keturunan Tiong Hoa. Jarum jarum yang merasuki kulit daging urat.
Juga masa ketika sungut sungut pekerja madu terlepas di dalam dagingku. Pekerja pekerja itu mati setelah menyengatku. Entahlah, apakah aku harus berduka atau bersuka.
Berlanjut masa tangan tangan perempuan Sunda berkostum kodratnya namun mengaku androgini kelaki lakian, yang memelintir sekujur urat urat arisan di bawah lapisan kulit dagingku.

Dalam ruang dan waktu, lorong lorong berkoloni. Bagi ruang dan waktuku selalu ada sembari, senyampang, seiring, sekonyong konyong ini itu berkelindan. Dan seterusnya.
Pembuluh pembuluh bergiliran menampakkan diri ke permukaan. Mereka merambah semua bilik, bahkan sebagian tak mau turun lagi dari peraduannya. Ketegangan menyergap di singgasana singgasana mereka.

Bagaikan hidangan soto yang hanya menyisakan ampas kulit limau, botol kecap kosong, cawan sambal hanya berteman biji biji cabai, mangkuk berlemak, serta kulit ayam berbulu (yang terakhir ini tak pernah masuk ke mulutku hampir sepanjang usiaku semenjak aku paham tentang makna makan dan makanan).

Pagi berlalu siang menjelang. Senja tak berdaya menahan diri. Ia datang lebih cepat. Secepat pagi dan siang meninggalkan ruangan.
Aku suka jingga, berpadu dengan hijau dan biru, berhias gradasi semua warna yang terlihat dari dan di bumi.
Tapi tak cocok jingga berpagut dengan senja yang datang lebih cepat.

Pejalan kaki pejalan kaki menepi satu satu, menaiki undakan rumah nyaman masing-masing. Mereka pergi semakin jauh, bahkan remah remah roti di perjalanan tiada bersisa.

Senja datang lebih cepat.
Bahkan lebih cepat dari menguapnya jingga.

/MKJ-22-04-14/

#RinnySoegiyoharto

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tuesday, February 4, 2014

#208 - Soe Tjen Marching: Chopin & Pemberontakannya.

**Konsisten dengan gaya penulisannya yang asertif, informatif dan tentunya inspiratif. Tidak semata-mata kolom feature. Saya menggemari tulisan-tulisan Soe Tjen Marching, sejak pertama kali saya temukan di kolom opini Harian Kompas bertahun-tahun lampau; terlepas dari setuju atau tidak setuju pada persepsi olahan kognitifnya.
Tulisan yang ini saya rekatkan di blog, sekelebatan menatap pemberontakan Chopin dan George di muka cermin. Sekaligus ungkapan salam dan kagum kepada sang penulis, Soe Tjen Marching. ~ RinnySoegiyoharto**
_________________________________
Soe Tjen Marching:
Chopin & Pemberontakannya.
(Versi yang lebih singkat dimuat
di Koran Tempo, 3 Febuari 2014)
_________________________________
 
Chopin, yang kelahirannya diperingati dengan gegap gempita setiap bulan Febuari, bukanlah komponis yang suka sorak sorai publik. Lahir di Polandia lalu pindah ke Paris, ia lebih memilih memberi konser di rumah pribadi beberapa teman, atau gedung-gedung kecil yang terkesan lebih intim daripada di sebuah hall yang megah dan besar.  Lalu, mendapat uang untuk kehidupannya dari mengajar. 

Memang, komponis Romantisme ditandai dengan memberontaknya mereka menjadi "peliharaan" para bangsawan.  Beethoven yang dianggap  sebagai komponis yang mengawali Romantisme, tidak lagi tergantung kepada sedekah para bangsawan atau raja-raja.  Dia mencari nafkah dengan mengajar dan mengadakan konser.   

Keberanian akan perbedaan dan keunikan, telah membuat para komponis ini menciptakan karya-karya yang mengagumkan.  Bunyi memang sesuatu yang abstrak, namun tak pernah terpisahkan dari ide (dan seringkali, kenekatan atau kegilaan) sang seniman.  Pemberontakan Beethoven tercermin dalam musiknya yang sering digambarkan dengan kata "emosional, personal dan menggebu-gebu".

Tidak semua perbedaan dan keunikan bisa diterima begitu saja.  Frederic Chopin yang dipuja hampir seantero jagad saat ini, sempat menghadapi terpaan kritik yang mengecam permainannya "terlalu lemah" dan kurang gairah.  Karena beberapa dari para kritik ini masih terpaku pada standard musik Beethoven yang seperti badai, mereka sempat memandang negatif Chopin.  Namun Franz Liszt, seorang komponis andal yang kemudian menjadi sahabat (sekaligus saingan) Chopin, menulis di majalah Gazette Musicale yang diterbitkan padatanggal 2 Mei 1841: "Chopin tidak memainkan concerto, sonata atau fantasy; melainkan prelude, nocturne dan mazurka. Ia menyajikan musiknya seperti seorang pujangga dan pemimpi kepada orang di sekelilingnya, bukan kepada publik. . .   Ia menawarkan simpati yang lembut, bukan antusiasme yang ribut. . .  Dari denting pertama, telah hadir komunikasi yang intim antara dia dan pendengarnya."      

Di tangan Chopin, yang lebih banyak mengarang untuk piano daripada instrumen lainnya, alat ini menjadi seolah bernyanyi. Berbeda dengan mereka yang memperlakukan piano sebagai alat yang dipukul(terkadang mirip perkusi). Chopin juga gemar mencantumkan tempo Rubato (arti literalnya, tempo yang dicuri) yang memberi kebebasan bagi pemain untukmenentukan kecepatan dan juga artikulasi nada-nada yang tertulis.  Dan ini juga sempat mengejutkan beberapa musisi yang biasa dengan tempo yang serba tepat.  Kebebasan seperti Rubato ini bisa diartikan sebagai seenaknya sendiri oleh beberapa orang. Namun, bagi pianis yang andal, justru kebebasan adalah tanggung jawab untuk memilih, dan ini bisa menjadi beban yang cukup besar. Karena tanggung jawab seperti ini membutuhkan ketepatan dan kepekaan yang luar biasa.

Reputasi Chopin sebagai pianis dan komponis semakin menanjak di Perancis, namun kesehatannya juga bertambah turun.  Saat itu, ia bertemu dengan penulis George Sand (seorang perempuan yang dilahirkan dengan nama Armandine Aurore Dupin).  George gemar memakai baju lelaki dan menghisap pipa tembakau – kebiasaan yang dianggap tidak lazim bagi perempuan dan seringkali dicela oleh masyarakat waktu itu. Ketika bertemu Chopin, ia telah bercerai dengan dua anak dari perkawinan sebelumnya. 

Berbeda dengan Chopin yang lembut dan sempat digambarkan sebagai pria yang bertangan lentik dan gemulai, George adalah perempuan yang maskulin. Baik disadari maupun tidak, hubungan mereka adalah bentuk pemberontakan terhadap dualisme gender.  Lelaki tidak harus selalu maskulin dan perempuan feminin.  Sebaliknya, Chopin terkadang bisa dianggap lebih feminin daripada George Sand yang kemudian juga menopangnya secara finansial saat kesehatan Chopin bertambah buruk.
George dan Chopin tidak pernah menikah (sekali lagi, bentuk pemberontakan mereka terhadap tuntutan standard).  Dan karena hubungan ini pula, keduanya sempat diasingkan ketika tinggal di Majorca – Spanyol. 

Namun, pemberontakan Chopin inilah yang ada di balik nada-nada yang sekarang dialunkan dan dikagumi berbagai pianis di Indonesia dan seluruh dunia; dan ironisnya menjadi konservatisme tersendiri bagi banyak pianis yang mengalunkannya di gedung-gedung megah. 

#RinnySoegiyoharto

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***