Setiap manusia memiliki rasa kedirian (egosentrisme) dalam hakikatnya sebagai makhluk individu. Akan tetapi ada yang mampu mengelolanya dan mengembangkan karakter diri hingga terus bertransformasi menjadi pribadi favorable (atau baik). Ada pula sebagian yang tidak melakukannya, bahkan tidak (mau) menyadari kecenderungan pemusatan diri yang berlebihan. Celakanya lagi malah memelihara dengan subur hingga "mengganggu" hubungan antar pribadi.
Manusia juga adalah makhluk sosial, yang sebagian besar waktunya dihabiskan bersama-sama orang lain (dalam konteks interaksi sosial & hubungan antar pribadi).
Dapat dibayangkan betapa sulitnya kesejahteraan psikologis (atau seringkali dimaknai sebagai "kebahagiaan") dicapai oleh orang-orang yang hidupnya terpusat pada diri sendiri. Misalnya saat berinteraksi dengan orang lain selalu "memaksakan diri" untuk menjadi pusat perhatian. Ia merasa dirinya yang terutama & yang paling pantas mendapatkan penghargaan dibandingkan orang lain.
Bagaimana mungkin ia mampu mencapai psychological well-being (kesejahteraan psikologis) apabila ia tak mampu mempertimbangkan keberadaan orang lain selain dirinya sendiri?
Egosentrisme, atau dalam bahasa sehari-hari seringkali disebut-sebut dengan "egois" (terjemahan dari 'selfish') menjadi berbahaya ketika kadar yang dimiliki orang tampak sangat tinggi.
Dari sudut pandang perilakuan (behavior), orang-orang dengan tingkat egosentrisme yang tinggi tergolong memiliki pengendalian diri yang cenderung lemah. Reaktif & impulsif, baik dalam memilih kata-kata, maupun dalam bertindak terhadap sekelilingnya. Ia mudah merasa sakit hati apabila keinginannya tidak dipenuhi orang lain. Lalu bertindak seketika tanpa memberikan waktu bagi pikiran & perasaannya untuk menimbang perasaan orang lain. Ia mampu menyakiti & "menghasut", bahkan mengintimidasi dengan kata-kata & tindakan. Hal tersebut dilakukannya karena menganggap ketidak-bahagiaannya adalah tanggung jawab orang lain.
Apakah orang dengan egosentrisme yang tinggi dapat berinteraksi dengan banyak orang seperti pertemanan?
Jawabannya: dapat.
Justru ia membutuhkan, bahkan bergantung kepada banyak orang agar pengakuan bahwa dirinya "istimewa" dapat diterimanya terus-menerus. Hubungan orang-orang demikian dengan orang lain didasarkan pada kebutuhan & kepentingannya sendiri. Meskipun ia dapat menampilkan sikap manis & menyenangkan untuk menarik hati banyak orang. Termasuk saat mencari dukungan demi perasaan-perasaan negatifnya dapat diterima orang lain sebagai hal yang wajar. Emosi-emosi negatif seringkali muncul, seperti petasan & sangat fluktuatif (bergejolak). Suatu saat meledak-ledak, sesaat kemudian bisa tampak 'manis'. Semua itu bertujuan mencari perhatian khusus.
Perlu dibandingkan, sekaligus diwaspadai, bahwa egosentrisme yang tinggi & tampak pada perilaku seseorang, bisa mengacu juga pada thema lain, seperti narcistic, histeria, kepribadian anti-sosial, gangguan bipolar, manik-depresif, serta beberapa yang lain.
Dari semua ini, pesan utamanya bahwa sebagai makhluk individu & sosial, perhatikanlah orang lain & diri sendiri secara berimbang. Terlalu berpusat pada diri sendiri (yang sayangnya sering tidak disadari) dapat berakibat buruk, bahkan fatal.
"Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan"
•••
®egards,
Rinny Soegiyoharto
«
«