@ http://nnc-consultant.blogspot.com/
Ada peristiwa-peristiwa yang dialami anak-anak, tanpa disadari orangtua, menjadi bibit pada anak untuk mulai berbohong.
Awalnya, karena rasa ketakutan dimarahi orangtua ketika ia/mereka telah melakukan suatu kesalahan.
Kenapa anak takut pada saat berbuat kesalahan? Kenapa anak tidak terbuka mengakui kesalahannya? Apa yang ditakuti?
Menurut studi, kemarahan dan hukuman dari orangtua yang menjadi faktor pemicu utama anak-anak takut mengakui kesalahan yang telah dilakukan, sengaja ataupun tidak.
Sudut pandang Psikologi Perilakuan (Behavioral Psychology) mengatakan bahwa manusia cenderung menghindari hukuman (punishment) dan mendekati hadiah/penguatan (reward/ positive reinforcement).
Seorang anak akan menampilkan perilaku yang membuatnya mendapatkan hadiah ataupun pujian. Sebaliknya, ia akan sebisa mungkin menghindari hukuman.
Suatu ketika, seorang anak laki-laki berusia 6 tahun, sebut saja Ali, bermain bola dengan teman-teman sebayanya. Tanpa sengaja ia telah merusakkan bola kulit temannya yang mereka pergunakan. Sang teman menangis karena takut nanti akan dimarahi orangtua pada saat pulang ke rumah membawa bola pemberian orangtua dalam keadaan rusak. Pada waktu ayahnya membelikan bola itu telah disertai pesan agar bola dirawat dengan baik, jangan sampai rusak karena harganya mahal.
Ali lebih ketakutan lagi karena sang teman meminta ia mengganti bola yang rusak itu. Bagaimana mungkin aku bisa menggantinya? Uang dari mana untuk membeli bola pengganti? Pikir Ali. Meminta kepada orangtua dengan mengatakan bahwa bola itu untuk mengganti bola temannya yang rusak, tentu saja mustahil. Ia pasti akan dimarahi habis-habisan oleh orangtuanya. Pertama, karena dianggap teledor, tidak hati-hati hingga terjadi kerusakan itu. Kedua, membelikan bola untuknya saja orangtua keberatan, apalagi mengganti bola orang lain. Orangtua Ali tidak ingin anaknya bermain bola di luar rumah tanpa pengawasan. Berarti kesalahan ketiga, Ali telah melanggar larangan orangtuanya untuk tidak bermain bola tanpa pengawasan.
Akhirnya Ali dan temannya sepakat, sang teman akan mengatakan kepada orangtuanya bahwa bola itu masih ada dalam keadaan baik. Nanti dibawa pulang dalam kantong plastik hingga kerusakannya tidak terlihat. Sementara itu Ali mengatakan kepada temannya bahwa keadaan itu tidak lama, sampai nanti Ali mengganti bola yang rusak itu dengan bola baru.
Pada saat musim pembayaran uang sekolah, seperti biasa orangtua menitipkan uang bulanan di dalam amplop itu kepada Ali untuk disampaikan ke sekolahnya. Uang itu dipakai Ali membeli bola baru untuk temannya.
Sudah dapat ditebak, apa yang terjadi kemudian pada Ali.
Orangtua makin menerapkan hukuman. Ali tidak punya kesempatan untuk menceritakan kesalahannya dan memperbaiki, selain rasa bersalah sekaligus rasa terhukum yang teramat sangat.
Inilah tekanan (stress) yang luar biasa untuk Ali. Kondisi yang mengajarkannya untuk bertahan dengan menciptakan kebohongan lagi.
Anak-anak seusia itu sudah mampu berbohong dan bahkan merencanakan hal-hal yang sifatnya tidak jujur. Bagaimana nanti ketika usianya bertambah? Ketika aspek-aspek kemampuan intelektualnya makin kompleks dan berkembang? Kebiasaan berbohong yang sudah (terpaksa) terlatih sejak kanak-kanak akan makin besar eksesnya. Bahkan disertai strategi yang matang hingga tanpa disadari makin merugikan banyak orang. Bahkan mungkin merugikan kelompok yang besar, seperti negara.
Ada banyak peristiwa yang tak pernah disadari orangtua, telah menjadi benih kemampuan anak untuk berbohong. Bahkan orangtua sendiri menjadi contoh langsung yang sangat mudah ditiru anak-anak.
Misalnya, saat menyuruh anak mengatakan pada tamu yang kurang dikenan bahwa orangtua sedang tidak ada di rumah. Atau ketika anak mengangkat telepon yang berdering, dari orang yang ingin berbicara dengan orangtuanya, namun ia diminta untuk menyampaikan orangtua sedang pergi, atau sedang tidur.
LESSON LEARNED:
• Izinkan anak berbuat salah dan mengakui kesalahannya. Hingga ia tahu cara memperbaiki kesalahan dan tidak merasa terbeban.
• Berbicaralah dengan anak sesering mungkin dengan memperlihatkan bahwa segala sesuatu ada jalan keluar. Berbicaralah.
• Berlakukan penerapan "reward" dan "punishment" dengan bijak. Kelola emosi Anda sebagai orangtua.
• Dalam mengajarkan nilai KEJUJURAN pada anak, NO WHITE LIES!
• Menjadi ORANGTUA bukan hal mudah, tapi juga bukan beban berat.
•
best regards,
Rinny Soegiyoharto
• rinny.soegiyoharto@gmail.com
• rinnynnc@yahoo.com
• http://facebook.com/rinny.soegiyoharto
• @RinnyLaPrincesa
•
Powered by Telkomsel BlackBerry®