Monday, June 14, 2010

Perempuan Berbisik 72: Sepak Bola Oh Oh...

*by RinnyS*
*** *** ***
Ajang Piala Dunia Sepak Bola sekali dalam empat tahun, yang tahun 2010 ini berlangsung di Afrika Selatan, termasuk peristiwa yang saya tunggu-tunggu.
Aktivitas tiap anggota di keluarga saya turut gempita, terasa bergairah. Ada yang mengetik ulang jadwal, mencatat skor, menebak-nebak pemenang, mencatat nama dan men-tolis pencetak gol, sampai dengan komentar-komentar saat menonton pertandingan di layar kaca (tentu saja).

Saya sendiri, selain menikmati permainan (dan berkomentar dengan sotoy alias 'sok tahu' dan lebay alias 'berlebihan', ha.ha.ha.), juga suka betul mengamati ekspresi, tingkah laku, termasuk kostum-kostum. Tayangan close up menyenangkan buat saya, sebab sudut amatan saya makin jelas dan detail.
Tidak hanya para pemain yang saya suka amati, juga pelatih, wasit dan penonton di stadion. Orisinalitas dan spontanitas gagasan manusia, baik pada yel-yel, atribut pendukung yang beraneka, sampai pada kostum dan rias wajah/tubuh, merepresentasikan pikiran dan perasaan yang berbaur. Situasi massa yang cerdas, antusias, sukacita, kompak, tapi juga tertib, damai dan serasi, berperan di posisi panggung masing-masing.

Dan kenapa saya suka, serta menikmati betul saat tim Brazil berlaga? Tari-tarian samba mereka yang meningkahi guliran si kulit belang bundar itu, meriangkan hati dan tubuh saya, rasanya diajak ikut bergoyang menikmati penuh irama alam mikro dalam situasi tersebut. Efek psikologis yang luar biasa, meski tidak hanya karena itu.

Banyak sekali yang bisa saya kisahkan soal sepak bola, utamanya pada musim Piala Dunia seperti ini. Strategi pelatih dalam menata komposisi penyerang, gelandang, pemain belakang, dan juga geregetannya di tepi lapangan, adalah suatu amatan dan kajian yang sangat menarik.
Sayang sekali, saya (dan mungkin juga banyak peminat dan penikmat yang lain) perlu menukar antena televisi. Pelanggan TV berbayar di negeri ini tak bisa menikmati tontonan ajang Piala Dunia tanpa mengubah penerima siaran.

Tidak lagi semudah dahulu saat larangan-larangan penyiarannya hampir-hampir tidak terdengar seperti yang ada sekarang. Bahkan tagline dijaga ketat tak boleh digunakan (tanpa membelinya). Betul-betul bisnis tontotan yang menciut kepemilikannya, sulit diakses oleh sembarang orang. Pertandingan tersebut memang sudah jadi milik pribadi tertentu yang mampu membeli, kemudian 'dijual eceran' kepada publik yang ingin menikmati. Sampai-sampai sekelompok masyarakat di salah satu wilayah berdemo demi dapat menikmatinya, seperti yang saya kutip di bawah ini:

-----
Diancam Warga, TV Kabel Terpaksa Siarkan

GORONTALO, KOMPAS.com - Salah satu TV kabel di Gorontalo, Mimoza Multimedia didemo ratusan warga, Minggu (13/6/2010) malam, karena tak menyiarkan pertandingan sepakbola Piala Dunia 2010. Warga yang juga pelanggan televisi kabel tersebut mengancam akan merusak kantor Mimoza jika keinginan mereka tak dipenuhi.

"Kami rakyat kecil sungguh menderita, untuk nonton bola saja susah. Tiap malam harus pergi ke tempat lain untuk nonton bareng," tukas Ismail, salah seorang warga yang ikut aksi tersebut.
Pasalnya, kata dia, stok receiver resmi Piala Dunia 2010, Matrix, di Gorontalo habis sehingga sebagian calon pembeli tak berhasil mendapatkannya. Keadaan tersebut membuat warga kecewa dan akhirnya berunjuk rasa di kantor TV kabel terbesar di Gorontalo itu.

Menanggapi hal itu, Branch Manager Mimoza Multimedia, Arifin Wahab mengungkapkan pihaknya terpaksa menyiarkan pertandingan bola yang diambil dari stasiun televisi dari luar negeri.
"Kami kewalahan menghadapi masyarakat yang datang sejak hari pertama Piala Dunia digelar," katanya.

Pihaknya juga telah menyiapkan pengacara khusus, seandainya Mimoza digugat oleh sejumlah pihak yang berkompeten. "Kami takut karena warga mengancam akan merusak kantor. Jadi, sekarang ya pasrah saja dan menuruti kemauan mereka," tambahnya.
⁠Penulis: WAH ⁠ ⁠Editor: wah
-----

Begiulah.... Sepak Bola Oh Oh... Tapi tetap kusuka :-)
___________
RS @ OwnBlog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Tuesday, June 8, 2010

Perempuan Berbisik 71: Passion and Love

*by RinnyS*
*** *** ***
PASSION AND LOVE

Saya sedang terhenyak saat menyadari cukup lama tidak melakukan "pencarian dan pemantapan ke dalam". Beberapa tahun silam, utamanya sebelum saya memutuskan tidak bekerja penuh waktu dan tidak terikat dengan perusahaan apapun sebagai karyawan, waktu-waktu saya cukup tersedia untuk melakukan "pendalaman" tersebut.

Jika dalam bahasa agama mungkin orang menyebutnya berdoa, istilah lainnya saya sebut sebagai meditasi. Bukan melakukan ritual tertentu yang memposisikan diri saya sedemikian rupa seolah-olah terpekur dan merenung-renung. Justru yang saya maksud di sini yakni mengaktifkan seluruh level kesadaran saya hingga dapat "melihat jernih".

Obyek bisa apa saja. Namun yang saya ingat ketika itu saya menelusuri dalam-dalam soal "panggilan diri" atau passion saya. Berbagai pertanyaan menjadi stimulus untuk "masuk ke dalam diri". Misalnya, apakah saya sungguh-sungguh mencintai yang saya lakukan saat itu? Apakah pekerjaan itu telah menjawab kebutuhan saya yang paling dalam? Ataukah saya hanya sekadar bekerja?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut pun merujuk pada kebutuhan saya yang lain, yakni mendampingi kekasih-kekasih jiwa saya dengan sepenuh perhatian. Hal itu saya yakini jauh memberikan kebermaknaan bagi jiwa saya dan menjawab passion saya.

Hingga pada akhirnya yang saya temukan adalah kebutuhan besar akan keleluasaan, baik waktu, pengembangan kreativitas diri, makin sering tersedia di tengah-tengah kehidupan kekasih-kekasih saya, memberi makna bagi kehidupan yang lebih luas, dan sebagainya.

Saat ini, saat saya terhenyak dan teringat kembali, betapa passion di kedalaman jiwa saya meluapkan perasaan cinta yang luar biasa. Juga betapa pembuatan keputusan menjadi mudah dan mengalir lancar. Saya mulai menelusuri lagi. Setelah waktu-waktu berlalu, adakah perubahan-perubahan situasi dapat terlampaui semudah awal bermulanya?

Saya makin terhenyak saat saya menemukan, bahwa melakukan "pemantapan di dalam" bukan sebuah kesalahan. Bahkan wajib dilakukan. Bukan pula hanya oleh saya seorang, maka sebab itu saya harus membagikan temuan ini. Meskipun tidak lagi terlalu baru buat orang-orang yang sudah biasa melakukannya, namun sangat penting untuk orang-orang yang belum menyadarinya.

Banyak bisa dilihat, orang-orang yang katanya mantap berkarier di "ladang" politik, semisal menjadi anggota parlemen, hingga bertarung luar biasa (bahkan sampai habis-habisan) agar dapat menduduki salah satu kursi itu. Tampak-tampaknya bukan passion yang jadi pendorong. Bagaimana mungkin dapat mewakili aspirasi orang banyak (baca: masyarakat) apabila kiprah mereka lebih terlihat sebagai mendapatkan pekerjaan dan bekerja di sana?

Udara juang dengan jargon-jargon yang bergetar, stop sampai memiliki job dan penghasilan, posisi aman dan kursi nyaman. Kebutuhan orang banyak yang diwakili dan telah mendukung dengan penuh harap akan masa depan bangsa lebih sejahtera, terlepaskan dari prioritas. Produk-produk regulasi yang seharusnya sungguh-sungguh diproduksi dengan perasaan cinta, malah konon menjadi komoditi hangat yang diperjual-belikan.
Kenapa?
Karena semata-mata "desire" yang mengantarkannya, dan bukan "needs" yang dipenuhi kehangatan cinta atas passion.

Mungkin (semoga saja) hanya karena lupa melakukan "pencarian dan pemantapan ke dalam" untuk mencapai "kedalaman diri" tiada henti. Maafkan saya, terimakasih. Because I love you. -rs-

___________
RS @ OwnBlog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***