Friday, February 19, 2010

Perempuan Berbisik 61: Makna (Isi) Tulisan


*by RinnyS*
*** *** ***

Pada dasarnya yang ingin saya tulis adalah fenomena berkomunikasi via media elektronik. Dengan sengaja tidak memberikan judul tersebut lebih karena saya hanya ingin 'ngobrol santai' di oase ini. Sasarannya menekankan pada gaya menulis dan pilihan-pilihan kata (diksi) yang saya tangkap, yang saya amat-amati (beda ya dengan 'amati' :-)).

Maraknya media elektronik yang dapat diakses dengan cepat berbagai kalangan; mulai dari anak-anak, termasuk para ABeGe, hingga orala (orang lanjut usia), telah mengembangkan budaya tulis yang khas. Saya amat-amati, pada dasarnya orang suka menulis, sebagai salah satu alternatif mengambil peran penyampai pesan (pribadi). Maksud saya 'pesan pribadi' di sini, yakni pesan yang dilatari pemikiran, perasaan, nilai-nilai, serta intensi masing-masing pribadi yang menyampaikan pesannya itu.

Jarang orang menyampaikan pesan tanpa termuati 'aroma' pribadinya, alih-alih kepentingan :-).
Contoh, status-status di dinding jejaring sosial Facebook (FB). Contoh lain, 'comments' pada status orang/teman-temannya, masih di situs FB.

Tentu saja tidak FB semata yang bisa diamat-amati. Sejak provider telepon selular mampu memfasilitasi SMS, pengguna telepon selular pun ramai memanfaatkannya untuk ber-pesan singkat. Mulai dari pesan-pesan sapaan, hingga pesan-pesan untuk kepentingan bisnis. Wuuuiiihhh kerrrreeeennnn...

Soal SMS, saya kadang-kadang masih suka 'ndomblong' (melongo) saat menerima pesan singkat yang tidak saya pahami. Terpikir saat itu, apakah karena 'short message' maka kata-kata yang dipilih pun 'short-short' bener yaks? Sampai-sampai harus dibaca berulang-ulang baru bisa dimengerti isi pesan tulisan itu?

Beberapa contoh:
"Q mank bgt kl g tw jl"
"Hi lam knl q dh rim emx"
"Kmrn p'bk tlp mnt srtx dikrm aj dl"
Apa artinya? Terpaksa saya harus pakai ritual garuk-garuk kepala dulu, sebelum membacanya berulang-ulang, lalu mencoba tebak-tebak buah manggis untuk mengerti maknanya.

Dalam bersurat-suratan elektronik (e-mail), aroma pribadi setiap orang pun tercium kental. Tak beda dengan 'device messenger' semacam BBM (BlackBerry Messenger). Menariknya, ada yang konsisten dengan suatu gaya dan teknik memilih kata, namun ada juga yang terkesan selektif. Seselektif-selektifnya seseorang menerapkan gaya & memilih kata, namun ternyata tetap konsisten dalam selektifnya itu. Hehehehe...

Contoh,
Saya tergolong penyampai pesan yang 'concern' saat menuliskan NAMA orang (lain) atau penerima pesan yang saya tuju. Saya biasanya menulis nama orang dengan huruf KAPITAL mendahului nama tersebut. Tapi itu 'kan saya.
Ada pula orang yang menulis nama orang lain dengan huruf kecil semua. Saya tadinya berpikir ini adalah gayanya, tidak begitu mementingkan penulisan nama orang sebagaimana yang saya terapkan. That's fine!
Akan tetapi, kepada orang-orang tertentu, saya dapati orang yang sama menuliskan dengan baik nama orang yang dituju, lengkap dengan ejaan yang benar dan huruf kapital mendahului nama yang dituju tersebut.

Well, namanya saja saya ini sekadar mengamat-amati 'kan? Jadi bisa-bisanya saya deh menuliskan hal-hal tersebut di sini. Saya menganggapnya cukup menarik, karena dari isi tulisan & pilihan-pilihan kata tersebut, saya dapat menelaah sisi-sisi lain dari pola komunikasi lewat bahasa tulis yang bergulir di berbagai media elektronik.

Adakalanya saya iseng banget mencatat satu dua hal yang saya anggap penting. Utamanya bekal untuk saya dalam merespon pesan orang lain, atau menyampaikan pesan beraroma saya kepada orang lain.

Tabik :-)
___________
RS @ OwnBlog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Wednesday, February 17, 2010

Perempuan Berbisik 60: Gilakah Dia???



Saya unduh dan terjemahkan dari suatu sudut di R&SA (DtD).
Menurut anda, apakah dia gila?

"Kisah ini menunggu enampuluh (60!!!) tahun hingga akhirnya dapat diceritakan.
Sejak aku berumur sekitar 7 sampai 10 tahun, kakak laki-lakiku melakukan tindak seksual secara paksa terhadapku. Adakalanya ia membawa dua sepupu kami dalam aktivitas tersebut, hingga ketiga orang laki-laki remaja itu melakukan kekerasan seksual padaku secara bergantian.

Aku tak memiliki teman atau orang lain untuk berbagi mengenai masalah itu. Aku tahu, tak kan ada seorang pun yang percaya padaku jika aku menceritakan peristiwa keji itu kepada mereka. Maka aku memilih diam, mengunci rapat mulutku, dan tidak pernah membicarakannya kepada siapa pun selama bertahun-tahun.

Aku menikah dengan seorang laki-laki yang senang menganiaya. Dalam pernikahan kami selama 21 tahun, aku sungguh menderita, atas penganiayan dan perkosaan yang dilakukan suamiku sendiri. Akhirnya aku menceraikannya.

Setelah perceraian kami, aku mencoba menceritakan alasan utama aku menceraikan suamiku, termasuk sekuat hati mencoba membuka sedikit masa laluku yang kelam oleh kekerasan seksual yang dilakukan saudara-saudaraku. Mantan suami dan keluarganya mengatakan aku gila! Bahkan terhadap anak-anakku pun mereka mengatakan bahwa aku (ibunya) adalah orang gila!

Tentu saja aku tidak gila dan tidak pernah gila! Bahkan aku senantiasa berusaha kuat untuk bertahan. Belakangan aku mengetahui, ternyata ada saudara perempuan saya yang juga telah mengalami penganiayaan seksual oleh orang lain.
Kadang-kadang kami berbicara satu sama lain, dari hati ke hati, mengenai pengalaman yang mirip ini. Sangat membantu! Akan tetapi aku tetap tidak bercerita padanya soal perkosaan yang dilakukan saudara-saudara dan sepupu kami terhadapku di masa lalu.

Hingga suatu ketika aku berjumpa lagi dengan salah satu sepupu pelaku perkosaan terhadapku itu, bertahun-tahun kemudian. Aku amat sangat marah! Meski telah puluhan tahun berlalu... Kemarahanku tak dapat kubendung, meski di hadapannya dan orang-orang yang ada di situ, aku dapat menjaga perilakuku.
Tetap tak ada orang yang dapat mengerti, tak ada satu pun yang dapat kupercaya untuk mendengarkan kemarahanku.

Aku membutuhkan tempat yang aman dan damai untuk berbagi, yang juga pada akhirnya dapat kucurahkan seluruh kisah suramku..."

---Bisik hati seorang korban perkosaan dan kekerasan seksual berinisial MPC---

Gilakah dia???

RS @ OwnBlog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Monday, February 15, 2010

Perempuan Berbisik 59: Minggu, 14 Februari 2010

***
Sebelum menguap, sebaiknya diabadikan dulu, meski hanya berupa catatan singkat...
***

Minggu, 14 Februari 2010 ini, unik dan cukup istimewa.
Ada 2 (dua) perayaan yang bersamaan & bermakna bagi sebagian besar manusia di dunia. Setidaknya mengalirkan banyak ungkapan selamat D.U.DU (dari - untuk - dengan ucapan *jadul mode on banget gue yakss, hihihi...*)

Imlek atau Sincia atau tahun baru China, salah satunya. Masih tetap ditandai hujan, warna merah, Barongsai & angpao atau hungpao. Memasuki tahun Macan 2561 ini, stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia juga turut meriah dengan program "Gong Xi Fa Cai..."

Sejarah bangsa Indonesia mencatat: tokoh pluralisme, Gusdur (Alm Bapak Kiai Haji Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI), paling berjasa memberikan keleluasaan bagi masyarakat keturunan Tionghoa merayakan tahun baru Imlek secara terbuka. Apa nyana, Tuhan jauh lebih mencintai beliau sehingga memanggilnya pulang di penghujung 2009.

Tidak banyak yang saya ketahui tentang Imlek, selain hati berbunga-bunga sumringah dengan geletar bahagia kawan-kawan yang merayakannya. Termasuk kena ciprat kueh ranjang yang selalu nikmat, harum, legit dan tahan lama. Yummy!!!
Ada yang ingin betul saya dengar dengan berbagai versi, yakni cerita-cerita klasik di balik sejarah lahirnya tahun China yang sudah berbilang 2561. Wow! Lebih tua dari tahun Masehi.

Perayaan lainnya, Valentine's Day, atau disebut-sebut sebagai hari kasih sayang.
Saya mengetahui pertama kali tentang adanya perayaan hari kasih sayang dari sebuah majalah remaja, saat masih di usia awal belasan tahun. Waktu itu saya belum memahami maknanya (sampai sekarang pun sebenarnya tidak paham-paham juga, padahal sudah lewat tiga dasawarsa sejak pertama kali mendengarnya, hehe).

Oleh sebab itu, saya memaknainya dengan cara & pemahaman saya saja. Maka saya mencoba menulis kalimat-kalimat pendek, lalu mem-broadcast ke teman-teman di daftar pesan, melalui mesin kecil yang adakalanya membuat saya jadi seperti babi karena mesin itu memaksa saya (hehehe..., yang salah mesinnya 'kan? hehe lagi...) sering menunduk.

Kalimat-kalimat tersebut saya kutip sendiri di sini:
"Happy free to hands... ({}). Kasih sayang untuk siapa saja, kasih sayang sepanjang masa... Kasih sayang tak lekang oleh jarak, waktu dan dimensi... ({}) "

by Rinny for her own-blog: http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Friday, February 12, 2010

Perempuan Berbisik 58: P(em)erkosa(an)

*** *** ***
"Dengarkan dan mengertilah..."

Dalam banyak kasus perkosaan/pemerkosaan, yang korbannya 90% perempuan, masih jarang dibahas soal bagaimana orang-orang di sekitar memahami "perasaan terdalam" sang korban.

Bahkan orang terdekat sekalipun, seperti ibu atau saudara perempuan korban, tak mampu melakukannya, kecuali mereka pernah mengalaminya. Lebih-lebih ayah, ataupun saudara laki-laki korban, selain membalas dengan kekerasan yang tak ada hubungannya. Apalagi orang-orang di luar lingkaran keluarga.
Memahami perasaan terdalam korban perkosaan & kekerasan seksual, yang mengkristal dalam wujud traumatik beserta gejala & simptom-simptom yang dialaminya, memang bukan hal mudah.

Misalnya saja, ketika setelah sekian belas bahkan puluhan tahun kemudian, perasaan aman korban masih sering "terganggu" dengan munculnya kecemasan yang tinggi, ketakutan berlebihan, perasaan sedih yang kalut, kemarahan yang tak terbendung, yang semua itu mendorongnya berperilaku tidak adekuat. Seperti: memusuhi lingkungan, menyakiti diri sendiri, berkurung diri berjam-jam, tak mampu berkomunikasi secara interaktif, dan sebagainya.

Munculnya hal-hal semacam itu tentu saja tidak serta-merta tanpa alasan. Kemungkinan besar ada stimulus yang menjadi "precipitating event", misalkan saja bertemu dengan sosok yang berciri-ciri fisik atau berperilaku atau bersikap atau bermotivasi mirip dengan pelaku. Kendati motivasi sosok tersebut bukan untuk melakukan tindak kekerasaan, melainkan motivasi lain untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk bantuan, yang teridentifikasi oleh korban sebagai situasi yang mirip dengan motivasi pelaku beberapa waktu dahulu.

Dapat dipahami bahwa betapa sulit pihak keluarga dan lingkungan korban memahami alur pikiran serta kecamuk perasaan korban, yang mendorong munculnya perilaku "inadequate" yang ditampilkannya. Bahkan peristiwa itu pun mungkin sudah hilang dari memori orang-orang di seputar kehidupan korban.
Akan tetapi, TIDAK bagi korban sendiri.

Sedikit sekali, atau bahkan mungkin hampir tidak ada korban perkosaan atau usaha pemerkosaan yang dapat menghapus begitu saja ingatan-ingatan buruk yang telah menoreh luka di jiwanya tersebut. Ingatan-ingatan bawah sadarnya tetap memiliki tempat serupa "built-in microchip programing" yang sewaktu-waktu aktif.

Dikatakan bahwa:
"Victims of rape can be severely traumatized by the assault and may have difficulty functioning as well as they had been used to prior to the assault, with disruption of concentration, sleeping patterns and eating habits, for example. They may feel jumpy or be on edge. After being raped it is common for the victim to experience Acute Stress Disorder, including symptoms similar to those of posttraumatic stress disorder, such as intense, sometimes unpredictable, emotions, and they may find it hard to deal with their memories of the event." [Wikipedia].

Simptom-simptom penyerta dalam "Acute Stress Disorder" antara lain terdiri atas:

• depersonalisasi atau disosiasi (perasaan mengambang, tidak tahan menghadapi realitas diri & lingkungannya, seperti sedang bermimpi atau merasa dunia ini aneh/tidak nyata)

• Sulit mengingat bagian penting dari kekerasan yang dialaminya

• Sering dihantui peristiwa kekerasan tersebut, melalui pikiran, ingatan-ingatan, ataupun teror mimpi-mimpi buruk

• Menjauhi segala sesuatu terkait peristiwa tersebut, seperti tempat, pikiran-pikiran, perasaan-perasaan yang mengingatkan, dan sebagainya

• Cemas terus-menerus, sulit tidur, sulit konsentrasi, dan sebagainya

• Menjauhi kehidupan sosial atau tempat-tempat atau situasi yang dapat menghubungkannya dengan peristiwa perkosaan itu.

Kondisi-kondisi tersebut di atas sesuai dengan kriteria diagnosis PTSD (posttraumatic stress disorder).
Secara umum, perkosaan & kekerasan seksual merupakan hal yang paling banyak sebagai penyebab PTSD pada perempuan.

PTSD akibat perkosaan & kekerasan seksual tidak hanya dialami korban dalam hitungan bulan, namun dapat terjadi hampir di sepanjang sisa hidupnya.
Lalu, bagaimana peran therapist dan para ahli terhadap kasus-kasus seperti ini yang kerap terjadi dan menimpa banyak perempuan di dunia?

Sudah pasti sesuai dengan keahlian yang dimiliki, therapist berperan memulihkan kondisi psikis korban, dengan melakukan treatment terhadap PTSD yang dialaminya. Hanya saja, seberapa mendalam therapist mampu berempati terhadap luka yang terprogram pada microchip di bawah sadar korban, tergantung dari kesediaan dan kemampuan therapist melakukannya. Hal ini tak lepas juga dari pengalaman hidup therapist itu sendiri, serta tingginya jam terbang dalam melakukan intervensi terhadap korban-korban perkosaan beserta simptom-simptom yang mereka alami.

Sesungguhnya, yang paling mampu memahami luka korban perkosaan secara mendalam serta penuh pengertian adalah korban sendiri dan sesama korban. Oleh sebab itu betapa baik dan pentingnya apabila korban perkosaan bersedia menjadi therapist bagi korban-korban lain.

Dapat dibayangkan, situasi terapi kelompok yang dipandu oleh therapist yang pernah menjadi korban, merupakan suasana yang menjanjikan bagi para korban untuk sungguh-sungguh merasa dipahami orang lain. Semangat menggiatkan kehidupan mentalnya dengan mengkreasi program microchip baru demi pemulihan yang kian progresif, pasti lebih mampu tercipta dalam kelompok tersebut.

Sayangnya, sebagian besar perempuan korban perkosaan dan kekerasan seksual memilih menutup rapat kisah "tak terampuninya" tersebut dari publik. Kenapa? Karena bahkan lingkungan keluarga pun, sebagai orang-orang terdekatnya, tak mampu memahami aroma perasaan terdalam yang disebarkan luka jiwa di alam bawah sadar korban.

Hanya ada satu cara bagi keluarga dan orang-orang terdekat korban untuk memberikan bantuan maksimal terhadap yang dikasihinya. Yakni:
"dengarkanlah... pahamilah..."
Jangan pernah menyalahkan sikap & perilakunya yang didorong oleh kecemasan & ketakutan berlebihan yang datang tiba-tiba... Percayalah, ia ingin mengendalikan dirinya, namun ia butuh bantuan berupa kesediaan memahami tanpa syarat...

"Ungkapan EMPATI,
untuk orang-orang terkasih,
untuk semua perempuan korban perkosaan & kekerasan seksual,
untuk teman-teman para ahli & therapist..."

by Rinny for her own-blog: http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Wednesday, February 10, 2010

Perempuan Berbisik 57: "Siapa Saya?"

***
by Rinny
***

Alih-alih bertanya "ke dalam" dan menemukan inti dirinya pada kedalamannya, manusia lebih senang "membuktikan" siapa ia, menurut pencitraan orang lain.
Hal inilah yang mendorong orang membutuhkan "pengakuan" terus-menerus sepanjang hidupnya.

Apa yang terjadi ketika "recognising" itu berhenti? Atau tak kunjung diperoleh? Atau bahkan pandangan orang lain bukannya mengakui "hal-hal yang dibutuhkan agar diakui orang" pada seseorang. Sebaliknya mendapatkan bantahan, pengakuan terbalik (= tidak diakui), atau yang berbentuk pasif: tidak diapa-apakan alias diacuh-tak-acuh-kan (dicuekin gitu deh)?
Istilahnya: emang enak dicuekin? :-)

Merenungi diri lebih dalam dan makin ke dalam, adakalanya menimbulkan kegelisahan yang dipicu dan memicu (sebagai suatu lingkaran) berbagai perasaan. Campur aduk antara senang, bangga, sedih, kesal, marah, tak berharga, tak berdaya, bersemangat, dan rupa-rupa yang lain.

Apabila waktu berhenti untuk diri kita, dengan berkecamuknya berbagai perasaan, pikiran dan intensi, tahukah kita sesungguhnya siapa diri kita ini? Ya, siapa saya? Ada nama dan identitas. Ada pekerjaan, profesi, jabatan, rencana-rencana. Ada lingkungan sosial, mulai yang terkecil, yakni keluarga, hingga yang terbesar yang mampu kita jangkau.

Tapi, siapakah saya sesungguhnya?
Dalam pelatihan-pelatihan pengembangan pribadi, seringkali bagian "who am I?" dijadikan modul "ice breaker". Kita diminta membuat "list" mengenai diri kita dalam dua kelompok, yakni kelebihan-kelebihan (strenght) dan kelemahan-kelemahan (weakness). Berdasarkan list ini lah kemudian secara mandiri kita diajak menganalisis diri dengan suatu teknik a la SWOT (strenght-weakness-opportunities-threat). Cukupkah cara ini untuk "mengenal" diri sendiri dengan sungguh-sungguh?

Beberapa orang kemudian melanjutkan proses tersebut (agar lebih banyak mengisi list-nya) dengan teknik "Jendela Jo-Harry". Memanfaatkan masukan pihak lain tentang dirinya yang tidak diketahui oleh diri sendiri. Lalu "seolah-olah" berpasrah pada jendela ke-empat yang merupakan "jendela buta", dengan melepaskan tanggung jawab sebab hal itu "kehendak Illahi", jadi bukan tanggung jawab manusia.

Tunggu! Jika saya menuliskan upaya-upaya pengenalan diri di atas kemudian mempertanyakannya, bukan berarti saya menganggapnya salah, bukan juga menilai kurang baik.
Sebaliknya, saya menghargai usaha itu, suatu pekerjaan luar biasa yang dilakukan oleh anda dan saya, juga sebagai hal yang sangat baik dalam rangka memaknai hidup & mengisi kehidupan.

Kemudian, selanjutnya, berikutnya, setelah itu sudahkah kita menjadi jauh lebih mengenal diri kita? Siapa saya?
Saya pikir saat itu, ya.
Setelah itu? Mungkin masih "ya", dengan syarat, proses penggalian itu tidak berhenti dilakukan. Kenapa? Karena tuntutan kehidupankah, sehingga kita terpaksa harus terus mengikuti perubahan demi pengakuan atas diri kita di dalam lingkaran kelompok, dari waktu ke waktu?
Jika tidak melakukan penggalianlah, maka tuntutan terhadap diri sendiri untuk memperoleh pengakuan terus-menerus itu menjadi "seolah-olah" itu diri kita yang sesungguhnya.

Hidup itu pilihan. Hidup juga obligasi. Tanpa meletakkan tanggung jawab sebagai aspek utama, sulit untuk mengarunginya. Tanpa mengenal diri dengan terus bertanya: siapa saya? Dengan penuh tanggung jawab untuk mengisi jawabannya, kita tidak punya pegangan, selain pengakuan orang lain terhadap keberadaan diri kita di dunia.

Jadi, penting untuk terus bertanya "siapa saya" agar kita diingatkan oleh diri sendiri bahwa siapapun saya, jadi apapun saya, orang bilang apapun saya, sekalipun orang tidak melihat diri saya, orang tidak mengenal saya dengan baik, saya tetaplah sebuah surat yang perlu terus diisi untuk menyampaikan kabar cinta bagi siapapun. Sebuah surat tidak perlu dinilai, tidak perlu diakui, tidak juga perlu diberi hadiah. Sebuah surat adalah penyampai pesan, dan oleh sebab itu pesan yang disampaikan semadyanya untuk memperbaiki, untuk menjadi sumber referensi, yang ditulis dengan tanggung jawab tertinggi.

Bacalah surat kehidupanku, itulah saya. Dengan tinta emas terbaik yang diberikan Sang Khalik kepadaku, kutulis surat hidupku, seluruh pikiran, perasaan, jiwa dan spiritku. Siapakah saya? Inilah saya.

*RS* @ http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Thursday, February 4, 2010

Perempuan Berbisik 56: Tidak Berubah Juga???

Rinny Soegiyoharto menulis bisikan:

Ada yang bilang, segala sesuatu di dunia, apapun itu, pasti berubah. Utamanya pada zaman yang serba cepat saat ini, perubahan pun mengalami percepatan, yang adakalanya mendesak orang harus manut mengikuti apabila ingin bergerak bersamanya.
Pesatnya laju informasi, perkembangan teknologi, penemuan-penemuan baru yang terus bertambah di ranah keilmuan, aplikasi-aplikasi muktahir yang menyertai banjirnya produk industri, mendominasi warna kehidupan.

Manusia lintas negara, lintas kedudukan geografik, lintas budaya, bahkan lintas angkasa, terus bergerak, berubah, didorong era globalisasi, keterbukaan, pasar bebas, yang disemangati jargon: dunia ini satu.
Tak boleh dipungkiri, bumi pun bergerak. Aaahhhh…. Tidak hanya bergerak, namun bergerak-gerak. Lapisan-lapisan, patahan-patahan, daratan dan airnya, terus berubah. Kelantangan dan kelancangan perubahan bumi dan pergerakannya, tidak dapat dihentikan oleh siapa pun. Tak hanya negeri tercinta yang berguncang, tiada pengecualian pada hampir seluruh bagian bumi... Haiti, Cina, coba lihat, menari-nari bersama Indonesia dan belahan-belahan lain yang sahut-menyahut, seolah-olah tengah mengimitasi instrukturnya di atas podium.

Jadi, apakah yang tidak berubah? Ada yang bilang, yang tidak berubah hanyalah perubahan itu sendiri. Karena perubahan bersifat tetap, yakni berubah.

Betapa menyenangkannya apabila kata-kata yang kita ucapkan mampu serta-merta mengubah yang kita inginkan. Tetapi juga menghentikan perubahan yang tidak kita inginkan.

Seperti obsesi seorang isteri yang ingin memiliki mantera ampuh membuat sang suami tergila-gila hanya kepada dirinya seorang. Dan satu mantera lagi yang mampu menghentikan sampai keakar-akarnya, perempuan lain yang membawa sang suami berubah di pentas lain di luar rumah. Dalam hal ini perempuan atau isteri-isteri sering lupa, bahwa sesungguhnya mantera yang pertama sudah lebih dari cukup, karena mantera kedua justru menjadi penawar bagi keampuhan mantera pertama hingga bukannya tergila-gila, malah suami jadi gila menghadapinya. Lalu salah satu atau kedua-duanya mengalami kecelakaan yang disebut bunuh diri.

Atau seorang anak SD kelas 6 yang bermimpi dapat menyuruh sebutir tablet mujarab membenahi sel-sel otak di rongga kepalanya untuk menjadikannya yang tercerdas di sekolah. Hingga ia berhasil lulus UAN dengan nilai tertinggi, yang sekaligus mencabut kecemasan dan ketakutan tidak lulus, mencabut kejengkelan pada rentetan air bah kata-kata ajaib sang ibu yang tak pernah lelah bernada tinggi menyuruhnya belajar, belajar, latihan soal, menghafal, latihan soal, mengulang hafalan... Cape deeee Maaaaa... Mama ajaaa deh yang sekolaaaahhh...

Bahkan seorang atau berorang-orang bapak yang berharap, sampai-sampai berdoa, diberikan kemampuan menghipnotis (bukan hipnoterapi) para piutanger agar dirinya terbebas tiba-tiba dari timbunan utang yang melilit hidupnya dan keluarga. Gara-gara nilai uang menumpuk yang bernilai minus, alias utang tersebut, harga dirinya hancur, keluarganya terpuruk. Usahanya melakukan perubahan dengan meminta keadilan yang tampaknya didukung banyak pihak, hanya menjadi ajang unjuk perilaku quasi-prososial di atas panggung dunia, yang sukses mendongkrak popularitas sebagian pihak tampil menawan di layar kaca. Ada perubahan, memang benar, selain tak sadar dan tak sengaja ia menjadi agen pencari bakat bagi para penampil, juga tak sengaja, mengubah hidup menjadi tidak hidup. Lagi-lagi peristiwa kecelakaan yang dinamai bunuh diri akibat utang.

Skeptik terhadap situasi dan kondisi negeri tercinta ini, pun boleh jadi suatu impian tertahan untuk mengubahnya sesuai keinginan kita. Bayangkan, lebih dari duaratus juta keinginan terhadap wujud perubahan yang seperti ini atau itu, dapatkah seiring sejalan tanpa komando yang tegas dari sosok yang tak memelas mengharap belas-kasih jelata setiap hari? Lalu siapakah yang akan membelas-kasihi jelata ini? Sedangkan di ruang sidang pansus, wakil-wakil yang dipercaya oleh duaratus juta harapan akan perubahan itu pun masih terus bertempur dengan mantera masing-masing.

Kegelisahan di otak saya telah menjelma menjadi mantera yang mengundang insomnia (gangguan sulit tidur) datang. Bahkan rasa-rasanya seperti somnambolisma (tidur sambil beraktivitas) saat melucuti softcase notebook, lalu merabai papan ketik benda keras ini dengan jemari yang berkuku lentik (eeekkkkhhheeeemmm..... ;-)).
Saya bertanya-tanya (I wonder why... kayak lagu ajaaaahhh deehhh…), ’kok tidak berubah jugaaaa???
Pe-er pe-er di kepala saya banyak sekali. Saya ingin mengubah ini, mengubah itu, menghentikan perubahan ini, memperlambat perubahan itu, mempercepat yang kemarin, dan seterusnya, dan sebagainya.

Ya... benar juga. Perubahan itu tidak berhenti. Tapi ada perubahan yang tidak langsung terjadi pada diri kita, yakni perubahan yang kita inginkan. Hal itu menjerat berbagai emosi kita hanyut dan larut bersama keinginan-keinginan kita yang tidak terwujud dalam perubahan seperti yang kita inginkan. Lha??? Akhirnya jadi mbulet, muter-muter ngga ade ujungnye ’kan???
Semakin saya memikirkannya, semakin saya gelisah. Semakin saya gelisah, semakin saya memikirkannya. Terus seperti itu.
Selama masih bernama keinginan atau harapan, pastinya belum sampai ke hasil yang dituju dari keinginan dan harapan itu. Dan kita menyebutnya: tidak atau belum berubah.

Lalu sosok ibu saya tersenyum dari tempat mulianya (kalau yang ini judulnya: halusinasi yang dipaksakan :-)). Berbisik lembut dengan binar tulusnya (kendati di masa hidupnya ibu saya bukanlah sosok lembut yang lemah, ataupun lemah yang lembut, karena ia kuat dan tidak lembut :-)). Katanya: perubahan terjadi saat kamu bergerak...
Aha!!! Eureka!!!
Bergeraklah saya mengambil gitar dan menyanyi...oh bukan...bukan itu tentu saja, karena sudah lewat tengah malam bahkan hampir dini hari, tak akan saya lakukan hal itu, meski bisa.
Saya ambil laptop dan menulis. Lalu, sekarang saya tersenyum dan berbisik: sudah selesai. Tabir pun terkoyak, saya menguap lebaaaaarrrrr.... bbbllleeesssss... zzzzzzz.

RS @ own blog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***