Thursday, February 4, 2010

Perempuan Berbisik 56: Tidak Berubah Juga???

Rinny Soegiyoharto menulis bisikan:

Ada yang bilang, segala sesuatu di dunia, apapun itu, pasti berubah. Utamanya pada zaman yang serba cepat saat ini, perubahan pun mengalami percepatan, yang adakalanya mendesak orang harus manut mengikuti apabila ingin bergerak bersamanya.
Pesatnya laju informasi, perkembangan teknologi, penemuan-penemuan baru yang terus bertambah di ranah keilmuan, aplikasi-aplikasi muktahir yang menyertai banjirnya produk industri, mendominasi warna kehidupan.

Manusia lintas negara, lintas kedudukan geografik, lintas budaya, bahkan lintas angkasa, terus bergerak, berubah, didorong era globalisasi, keterbukaan, pasar bebas, yang disemangati jargon: dunia ini satu.
Tak boleh dipungkiri, bumi pun bergerak. Aaahhhh…. Tidak hanya bergerak, namun bergerak-gerak. Lapisan-lapisan, patahan-patahan, daratan dan airnya, terus berubah. Kelantangan dan kelancangan perubahan bumi dan pergerakannya, tidak dapat dihentikan oleh siapa pun. Tak hanya negeri tercinta yang berguncang, tiada pengecualian pada hampir seluruh bagian bumi... Haiti, Cina, coba lihat, menari-nari bersama Indonesia dan belahan-belahan lain yang sahut-menyahut, seolah-olah tengah mengimitasi instrukturnya di atas podium.

Jadi, apakah yang tidak berubah? Ada yang bilang, yang tidak berubah hanyalah perubahan itu sendiri. Karena perubahan bersifat tetap, yakni berubah.

Betapa menyenangkannya apabila kata-kata yang kita ucapkan mampu serta-merta mengubah yang kita inginkan. Tetapi juga menghentikan perubahan yang tidak kita inginkan.

Seperti obsesi seorang isteri yang ingin memiliki mantera ampuh membuat sang suami tergila-gila hanya kepada dirinya seorang. Dan satu mantera lagi yang mampu menghentikan sampai keakar-akarnya, perempuan lain yang membawa sang suami berubah di pentas lain di luar rumah. Dalam hal ini perempuan atau isteri-isteri sering lupa, bahwa sesungguhnya mantera yang pertama sudah lebih dari cukup, karena mantera kedua justru menjadi penawar bagi keampuhan mantera pertama hingga bukannya tergila-gila, malah suami jadi gila menghadapinya. Lalu salah satu atau kedua-duanya mengalami kecelakaan yang disebut bunuh diri.

Atau seorang anak SD kelas 6 yang bermimpi dapat menyuruh sebutir tablet mujarab membenahi sel-sel otak di rongga kepalanya untuk menjadikannya yang tercerdas di sekolah. Hingga ia berhasil lulus UAN dengan nilai tertinggi, yang sekaligus mencabut kecemasan dan ketakutan tidak lulus, mencabut kejengkelan pada rentetan air bah kata-kata ajaib sang ibu yang tak pernah lelah bernada tinggi menyuruhnya belajar, belajar, latihan soal, menghafal, latihan soal, mengulang hafalan... Cape deeee Maaaaa... Mama ajaaa deh yang sekolaaaahhh...

Bahkan seorang atau berorang-orang bapak yang berharap, sampai-sampai berdoa, diberikan kemampuan menghipnotis (bukan hipnoterapi) para piutanger agar dirinya terbebas tiba-tiba dari timbunan utang yang melilit hidupnya dan keluarga. Gara-gara nilai uang menumpuk yang bernilai minus, alias utang tersebut, harga dirinya hancur, keluarganya terpuruk. Usahanya melakukan perubahan dengan meminta keadilan yang tampaknya didukung banyak pihak, hanya menjadi ajang unjuk perilaku quasi-prososial di atas panggung dunia, yang sukses mendongkrak popularitas sebagian pihak tampil menawan di layar kaca. Ada perubahan, memang benar, selain tak sadar dan tak sengaja ia menjadi agen pencari bakat bagi para penampil, juga tak sengaja, mengubah hidup menjadi tidak hidup. Lagi-lagi peristiwa kecelakaan yang dinamai bunuh diri akibat utang.

Skeptik terhadap situasi dan kondisi negeri tercinta ini, pun boleh jadi suatu impian tertahan untuk mengubahnya sesuai keinginan kita. Bayangkan, lebih dari duaratus juta keinginan terhadap wujud perubahan yang seperti ini atau itu, dapatkah seiring sejalan tanpa komando yang tegas dari sosok yang tak memelas mengharap belas-kasih jelata setiap hari? Lalu siapakah yang akan membelas-kasihi jelata ini? Sedangkan di ruang sidang pansus, wakil-wakil yang dipercaya oleh duaratus juta harapan akan perubahan itu pun masih terus bertempur dengan mantera masing-masing.

Kegelisahan di otak saya telah menjelma menjadi mantera yang mengundang insomnia (gangguan sulit tidur) datang. Bahkan rasa-rasanya seperti somnambolisma (tidur sambil beraktivitas) saat melucuti softcase notebook, lalu merabai papan ketik benda keras ini dengan jemari yang berkuku lentik (eeekkkkhhheeeemmm..... ;-)).
Saya bertanya-tanya (I wonder why... kayak lagu ajaaaahhh deehhh…), ’kok tidak berubah jugaaaa???
Pe-er pe-er di kepala saya banyak sekali. Saya ingin mengubah ini, mengubah itu, menghentikan perubahan ini, memperlambat perubahan itu, mempercepat yang kemarin, dan seterusnya, dan sebagainya.

Ya... benar juga. Perubahan itu tidak berhenti. Tapi ada perubahan yang tidak langsung terjadi pada diri kita, yakni perubahan yang kita inginkan. Hal itu menjerat berbagai emosi kita hanyut dan larut bersama keinginan-keinginan kita yang tidak terwujud dalam perubahan seperti yang kita inginkan. Lha??? Akhirnya jadi mbulet, muter-muter ngga ade ujungnye ’kan???
Semakin saya memikirkannya, semakin saya gelisah. Semakin saya gelisah, semakin saya memikirkannya. Terus seperti itu.
Selama masih bernama keinginan atau harapan, pastinya belum sampai ke hasil yang dituju dari keinginan dan harapan itu. Dan kita menyebutnya: tidak atau belum berubah.

Lalu sosok ibu saya tersenyum dari tempat mulianya (kalau yang ini judulnya: halusinasi yang dipaksakan :-)). Berbisik lembut dengan binar tulusnya (kendati di masa hidupnya ibu saya bukanlah sosok lembut yang lemah, ataupun lemah yang lembut, karena ia kuat dan tidak lembut :-)). Katanya: perubahan terjadi saat kamu bergerak...
Aha!!! Eureka!!!
Bergeraklah saya mengambil gitar dan menyanyi...oh bukan...bukan itu tentu saja, karena sudah lewat tengah malam bahkan hampir dini hari, tak akan saya lakukan hal itu, meski bisa.
Saya ambil laptop dan menulis. Lalu, sekarang saya tersenyum dan berbisik: sudah selesai. Tabir pun terkoyak, saya menguap lebaaaaarrrrr.... bbbllleeesssss... zzzzzzz.

RS @ own blog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

No comments:

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***