Memperhatikan dan mengamati hewan peliharaan beraktivitas, rasa kagum pada ke-sungguh-amat-baik-nya manusia, makin hebat.
Betapa tidak, saat seekor anjing susah-payah mendorong mulutnya, menggapai sepotong tulang diantara makanannya, tiada jemari yang dapat membantu. Kepalan kaki depan hanya dapat menggeser obyek itu beberapa senti agar tergerogoti sedikit-sedikit oleh geligi yang jarang.
Sungguh luar biasa istimewa manusia. Makhluk tertinggi yang sempurna dengan segala peralatan lengkapnya. Jemari yang dapat menulis (kemampuan dan keterampilan motorik halus yang hanya dimiliki manusia). Hingga otak dan susunan syarafnya, yang bermuatan energi listrik dan gelombang elektromagnetik unik tercanggih.
Lebih dari 6,5 (enam setengah) miliar makhluk istimewa mendiami dunia ini. Bahkan pada tanggal 19 Oktober 2012 pukul 03.36 WIB, jumlah penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 7 (tujuh) miliar jiwa. Demografis mencatat dalam 12 (duabelas) tahun manusia di dunia bertambah satu miliar jumlahnya, setelah dikurangi angka mortalitas tentu saja (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk).
Apakah seluruh manusia yang ada itu istimewa?
Apakah semuanya memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap kelangsungan bumi dan segala isinya?
Apakah kelengkapan perangkat yang dimilikinya sebagai ciri kuat keistimewaannya tersebut sekadar peralatan belaka?
Adakalanya manusia lupa pada keistimewaan yang dipunyai. Akal-budi, aspek yang sejatinya adalah harta dan talenta berharga, seringkali tumpul, terkikis, bahkan lumpuh. Seolah-olah jemari yang lentur menarikan pinsil, hanya terkepal bagai kaki depan. Tak banyak membantu, malah merusak. Kantong sesak bersama buncitnya perut, hak dan kewajiban bertukar tempat, alam meranggas tergerogot keserakahan. Banyak lagi.
Selayaknya istimewa terberi itu disadari, diterima dan diperlakukan istimewa sesuai hakikat dan fitrahnya. Sinergi hampir tujuh miliar manusia memetakan dunia istimewa yang bergerak harmonis dalam konstelasinya.
Apakah sudah? Ataukah belum?
Tampaknya belum (⌣́_⌣̀).
Tapi optimisme pada setiap manusia pasti berpengharapan mewujudkannya menjadi 'sudah', setidaknya 'sedang'.
Semoga kalimat itu benar-benar optimis Ơ̴̴̴̴̴̴͡.̮Ơ̴̴͡.
»
best regards,
Rinny Soegiyoharto
«
No comments:
Post a Comment