Wednesday, February 25, 2009

Perempuan Bicara 15: Multi-tasking Woman

Tentang Seorang Perempuan

Sore tadi, dalam suasana bincang-bincang yang santai, bergulirlah topik asyik di antara kami. Saya, Ibu PR dan Ibu CT.
Bermula ketika Ibu CT yang tengah konsentrasi merawatku, menyapa Ibu PR yang tiba-tiba nongol membawa serta semangatnya. Entah kenapa, saya betul-betul dapat merasakan aura jiwanya yang hidup, dinamis, percaya diri, mampu mempengaruhi suasana sore ini. Ibu PR menatapku dan ibu CT bergantian, tatapan hangat dan bersahabat, kendati saya baru bertemu dengannya sekali ini.

"Bu, sudah menetap di sana, ya? Bener nih ngga mau di sini lagi?" tanya CT.
"Tidak, sayang... Siapa bilang? Saya tetap di sini, saya juga di sana, dan dimana pun yang membutuhkan saya," jawab PR bersemangat.

Ibu PR yang ternyata adalah seorang principal di sebuah lembaga pendidikan ini, sekonyong-konyong "membelai" saya dengan ucapan-ucapan indah...
"Ibu, enak ya dirawat seperti ini... wah ibu, auranya luar biasa... pasti makin cantik, kulitnya bersinar kemilau... pasti pikirannya makin jernih, bu... Saya yakin ibu pasti lebih senang... cerah hidupnya,"

Ha ha ha ha... terbahak-bahak lah saya... Tanpa basa-basi keluarlah sebuah "tuduhan" dari mulut saya,
"Ibu pasti PR (Public Relation, red), ya...?"
Ia mengangguk yakin dan mantap. Saya lanjutkan,
"Cocok, bu... sangat tepat ibu berperan sebagai PR, saya bisa merasakan efek kata-kata ibu tadi,"
Gantian, kini terbahak-bahak pula lah ia. Katanya,
"Terimakasih bu. Saya PR di sini, setiap saat yang tepat, saya dapat datang kemari. Sebagai principal sekolah formal, saya 'kan tidak perlu 'ngendon' sepanjang waktu di sekolah,"

CT memotong,"Bagaimana dong tugas-tugas ibu di sekolah, 'kan pasti semua orang membutuhkan ibu di sana,"

Masih dengan semangat terkendali, PR menyampaikan argumentasinya, termasuk membeberkan berbagai peran yang disandangnya saat ini.
Ia berpendapat, yang paling penting di dalam suatu institusi adalah pembagian tugas, kerjasama dan pendelegasian. Selama semua unsur tersebut dapat berjalan lancar, tak kan ada masalah yang tak dapat diatasi. Sebagai principal, ia telah menunjuk orang-orang kunci yang mampu membuat keputusan terhadap masalah-masalah rutin, hingga ia sendiri tidak perlu lagi terlibat langsung, kecuali melaksanakan fungsi pengawasan yang telah diatur dalam sistem kerjanya. Saat muncul masalah yang lebih besar, ia sudah dapat memprediksi seberapa besar masalah itu, dengan indikasi pertama adalah sumber penyampainya. Misalnya, jika orang kunci A yang menyampaikan, artinya masalah itu berkisar tentang komplain orangtua siswa, dan seterusnya.

Kali ini saya menyela,"Model kepemimpinan seperti apa yang ibu terapkan?"

"Oooohh... saya sendiri tidak tahu apa namanya ya, yang pasti saya selalu menjalin komunikasi dengan orang-orang kunci tersebut, juga dengan beberapa anggota tim yang dapat mengkonfirmasi berbagai informasi,"

Olala... saya mengangguk-angguk dan kagum pada perempuan ini. Terus-terang, penampilannya (do you know what I mean about 'penampilan', don't you?)in the first sight tidak terlalu menggambarkan dirinya sebagaimana yang telah diungkapkan sore tadi.

Selanjutnya, PR pun bercerita bahwa ia masih sempat memasak di pagi hari sebelum menunaikan tugas-tugasnya sebagai perempuan yang sadar akan peran dan tuntutan perannya di dalam kehidupan. Setiap hari ada waktu memastikan kondisi setiap anggota keluarganya. Ia juga 'membantu' aktivitas suatu parpol, menghadiri pengajian, mengikuti seminar-seminar pendidikan dan topik lain yang diminatinya.

Ketika iseng-iseng saya tanya,"Ibu 'nyaleg' juga nih?"
Spontan dijawab dengan tawa dan kibas-kibas,
"Tidaaakkk, bu... saya ngga punya uang... mana mungkin saya nyaleg... entar saya nyontreng aja deh...ha ha ha..."

Setelah memberi tips cara memilih dan menyontreng (padahal saya tidak meminta), PR pamit, hendak siap-siap untuk suatu perjalanan ke daerah, katanya.

Wah... saya langsung (seperti biasa) menari-nari dengan pikiran saya.

(RS - based on my true experience, as usual ;-)

1 comment:

Anonymous said...

ini perempuan semua dong ya

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***