Monday, March 23, 2009

Perempuan Berbisik 22: Curhat & Obrolan Seputar CALEG

Satu bukti kepedulian komunitas Psikologi terhadap fenomena musim pesta demokrasi negeri ini tampak pada obrolan mendalam yang tergelar di kotak bicara kelompok, alias mailing list. Saya memuatnya dalam posting ini sekadar berbagi di antara kita semua yang peduli, tanpa batasan apapun.

Terimakasih Kepada Ibu Tiwin Herman, perempuan luar biasa yang memprakarsai obrolan curhat caleg, telah mengalir bersama tanggapan-tanggapan luar biasa biasa juga dari insan Psikologi pada milis Psikologi.
Atas izin dan perkenan beliau, saya memuat obrolan-obrolan inspiratif tersebut untuk apapun yang dapat dimaknai dan ditindaklanjuti pembacanya, ke dalam blog ini. Obrolan tidak melulu diisi oleh perempuan, yang diantaranya terdapat Ibu Dyah dan perempuan muda penuh semangat seperti Mbak Mixa, namun juga laki-laki hebat seperti Bapak Lukman, Bapak Bekti, Bapak Heni Prim dan Mas Mario.

Saya mengutip obrolan apa adanya tanpa pengeditan berarti, kecuali menyembunyikan alamat email dan menyamarkan nama-nama tempat.

Berikut kutipannya:

----- Original Message -----
From: tiwin herman
To: milist psikologi
Sent: Saturday, March 21, 2009 7:56 AM
Subject: Curhat istri caleg

Pagiiiiiii……………..
Mumpung libur gini, boleh ya…aku ‘curhat’ sedikit untuk ‘melepas’ keprihatinanku. Rasanya aku lg butuh teman nih…untuk mengeluarkan kegundahanku.
Ceritanya kemarin aku dari B, dan mampir di sebuah lembaga yang menangani perempuan. Tuz, ada seorang ibu datang yg ingin bertemu dg ‘siapa saja’. Berhubung beliau dtngnya belum jam kerja, maka kuajak ngobrol di ruang tamu. Baru sebentar ngobrol, dia langsung curhat mengenai suaminya yang ‘nyaleg’ (suatu sebutan untuk mereka yg sedang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif, dan karena perilakunya yg jd rada ‘aneh’ maka kata tersebut digunakan dg menggunakan analogi orang ‘nyandu’ or ‘nyabu’).
Si ibu ini punya usaha bahan bangunan, dan dengan fasih di bercerita bahwa dia beli pasir (misalnya) satu truk 400 rb lalu dijual per meter kubik 150 rb, kmudian batu kali juga dmkn shg dia merasa dg usahanya ini cukuplah untuk membiayai 2 org anaknya. Yg besar sdh sarjana (sekolah di BJB) dan sdng menjd dosen honorer disatu universitas ternama di kotanya. Yg bungsu kls 3 SMU dan sdh menuntut ingin jg sekolah di BJB.
Nah sejak tahun lalu si suami, stlh pensiun (kini 56 th) menjd caleg sbh partai yg blm bergaung. Bnyk dana yg sdh dikeluarkan, skrng mobil satu2 yg buat usaha sdh 3 bln dipakai kampanye didaerah pemilihannya pdhl disamping utk usaha, mobil itupun msh kredit sebulan 12 jt. Uang pesangon pensiun (yg mestinya dibayarkan bulanan, sdh diambil dimuka, SEMUA !!). Suami pergi selama 3 – 5 hari menggarap konstituen didapilnya dan setiap pulang selalu minta uang. Anaknya yg no 2 sdh mengingatkan bhw uang jgn dipake kampanye terus krn dia ingin kuliah di BJB dan si bapak menjanjikan bahwa semua akan terpenuhi kalo nanti dia sudah ada di Senayan !. (Eduun tenaan...! panteeeeesssss di Senayan..... ??? )
Si ibu sudah tidak tahan lagi karena kalo suami tidak diberi uang, maka dia dipukul, dijambak dan KDRT lainnya. Sekarng setiap suami pulang, dia menyingkir karena dia sdng ’diburu’ utk diminta menandatangi utang baru dan pihak bank memerlukan tanda tangannya jg. Semakin mendekati tgl 9 april ini, semakin banyak uang yg diperlukan suaminya, sementara uang sdh tidak ada, barang sdh banyak dilego (termasuk perhiasan si ibu) dan mobil sdh 3 bln tidak dibayar kreditnya. Si ibu prihatin dan ingin menyudahi pernikahannya krn tidak terbayang masa depannya nanti setelah pemilu ini berakhir atau dlm bahasa si sibu ( masa tua yg aman dan tentram musnah sdh krn suami sdh berubah dan yg tersisa skrng adala suami yg sudah tua, keras kepala, sering menyakiti dan bangkrut !!).
Temans.
Cerita begini tidak satu dua kudengar, tapi inilah cerita yg aku dengar langsung dari dukanya seorang istri yg ’nyaleg’. Padahal, dlm kenyataannya sekarang, seorang caleg utk bisa tembus Senayan itu kalo tidak salah perbandingannya adalah 1 : 98 (cmiiw). Sementara, meski caleg tersebut mendapatkan suara paling banyak seluruh Indonesiapun, tetapi kalo partainya tidak mencapai 2,5% suara, maka diapun tidak akan bisa melenggang ke Senayan.
Dalam kasus si ibu diatas, (tanpa bermaksud mengecilkan) , rasaku kecil kemungkinan partainya bisa masuk karena ketika disebutpun aku gak tahu partai apa itu apalagi nomernya?? Tuz gimana ya...? Agaknya memang patut diantisipasi ’ramalan’ yang menyatakan bahwa kemungkinan penderita stress berat or depressi akan semakin banyak setelah Pemilu ini berlalu. Kasus seorang bupati gagal yg akhirnya menjd penghuni RS Jiwa mungkin bisa menjadi indikatornya. Pertanyaanku, apakah hal ini disadari oleh para caleg tersebut ? Duuuh Gusti....... paringono sabaar......

Salam prihatin,
Tiwin H

From: lukspsi
To: milist psikologi
Sent: Saturday, March 21, 2009 8:24:36 AM
Subject: Re : Curhat istri caleg

Menarik....dan karena itulah aku gak mau "nyaleg"..ha ha.
Gak punya banyak bondo ne euy.

Nyaleg macam begini nurut.ku ya dah gak jaman, mosok
jor2-an pasang iklan, pasang tampang di pohon2 macam
penyalur PRT yg beken itu.
Nurut.ku harusnya ya dg kerja nyata, KERJA NYATA
jauh2 hari sebelumnya sehingga orang banyak tahu apa
si prestasi ybs!!!
Dg kerja nyata saja ybs belum tentru bisa melenggang
ke Senayan karena partainya gak nembus angka untuk
bisa ke Senayan.
Jadi sadarlah.... .gak usah nyaleg, kalau memang mau
memberikan sesuatu untuk nusa dan bangsa TIDAK
HARUS ada di Senayan kan???

Menang repot karena kudu bayar utang/pinjaman dan
kalah juga lebih repot karena lebih susah cari tambahan
untuk bayar hutang (makanya RSJ di Surakarta buka
ruang VIP; siapa yg bakal masuk duluan?).

Yuk kita sadarkan sebelum lebih banyak yg akan jadi
korban. Mbak Tiwin siap gak? Yg lain juga siap gak?


LSS

--- Pada Sab, 21/3/09, mixa suprapto menulis:

Dari: mixa suprapto
Topik: Re: Curhat istri caleg
Kepada: milist psikologi
Tanggal: Sabtu, 21 Maret, 2009, 8:42 AM
Yang menyedihkan, ternyata motivasi untuk menjadi caleg, banyak sekali unsur materialistisnya ya (e.g., mendapatkan uang lebih banyak waktu menjabat di senayan). Harapan kita terhadap anggota legislatif (untuk melayani dengan menyalurkan aspirasi masyarakat) jadi harapan yang hampir kosong, karena utamanya dari awal adalah motivasi untuk mendapatkan materi. Apalagi bagi yang bangkrut karena kampanye.

Terus jadi kaya berjudi gitu ya... Peluangnya nyaris 1:100 pula. Lalu ada eliminasi 2.5% suara partai (100% gagal kalo partai gagal). Mungkin penanganan terhadap orang2 yang nyaleg yang kemungkinan mengalami gangguan jiwa akan rada mirip dengan penanganan terhadap orang yang kalah berjudi habis2an. Hehe.

Kerja keras dan berdoa adalah masih cara yang saya pilih untuk mendapatkan kecukupan materi. No shortcuts. Di luar itu, konsekuensinya ada masuk rumah sakit jiwa euy.

Mikha

2009/3/21 EMA Subekti wrote:

Bagi saya, merasa tambah bingung dengan...urusan caleg-mencaleg untuk era ini.
Partai tambah buanyak, seperti sedang kompetisi buka "Bimbang Tes" masuk Perguruan Tinggi...
Masing-masing Lembaga Bimbingan Belajar menawar icon-nya masing, ada yang menjanjikan bisaa masuk ke Harvard University, ada yang cukup lokal-lokal masuk ke Universitas Blambangan.. ..Nah si peserta bimbingan, bingung mana yang harus dipilih.
Ujung-ujungnya, masing-masing lembaga tsb, setelah musim pendaftaran usia, itung-itungan bagi keuntungan,. .masa bodoh, lu..mao keterima kek ya syukur karena kamu sedang mujur, lu gak..keterima, yah..tunggu episode berikutnya.
Jadi, si rakyat ini, (yang nota bene : si peserta bimbel), yah..hanya diperah, pada musimnya. Setelah itu gak ada apa-apa, n a s i b ya n a s i b.

Nah, jadi masalah caleg jaman sekarang itu, menurut kesan saya, mudah-mudahan keliru, dan t o l o n g diluruskan.. ..sebetulnya hanya antri melakukan lamaran kerja..., bukan antre untuk memperjuangkan nasib rakyat.
Hitung-hitungan modal awal, mulai ngitung, beaya foto copy, tetek-bengek dari a sampai z, nah..nanti kalau sudah bisa masuk di bioskop senayan, mulai tolah-teleh, cari incaran buat ngebaliin modal dasar, dan "kalo bisa" cari bekel buat lima keturunan..he. .he.

Kan..bisa dilihat, iklan-iklan yang dipampang di sepanjang jalan-jalan besar, sampai lorong-lorong "gang kelinci", selama musin kampanye ini, tuh lihat wajahnya pada kenal gak.

Malah di tempatku (kelahiran asal), ee.ee, ada pencari kerja (baca caleg), yang sehari-harinya hanya makelar rombeng barang bekas, yang tentunya...maaf tidak mengecilkan arti... modal pengalaman organisasi minin, nekad ikut pasang badan dengan menempelkan wajah di jalan-jalan, ...katanya setelah kutanya mengapa ikut nyaleg, jawab-nya singkat dan pasti,..."rubah nasib ah..ah". Lalu pertanyaan lanjut, apa yang akan anda lakukan kalau bisa diterima (terpilih) menjadi wakil rakyat, jawabnya singkat pula, lho ..aku kan lama menjadi 'rakyat' (maksudnya pekerja makelaran rombeng barang bekas), kan ingin naik statusku, supaya badan tidak bau "apeg" ( maksudnya, bau tidak enak campur-campur antara keringat yang sudah mengering di baju tidak pernah dicuci,dengan bau asap pembakaran barang-2 loak), naah..itu, yang harus saya perjuangkan mati-matian sebagai tahap awal, ya perubahan nasib-ku dulu..ha.ha, ngapain mikirin orang lain, kelakarnya lebih lanjut...!!
Potret semacam ini yang banyak dijumpai,... sebagai gambaran wakil-wakil- ku mendatang di Lembaga Legislatif.
Ceritera tadi, saya petik sebagai bentuk kelakar, karena yang di-interview adalah temen sendiri sewaktu saya kecil, yang kebetulan dia bernasib tidak sempat meneruskan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Jadi sependapat juga dengan pendapat sdr Mixa Suprapto, bahwa motif nyaleg, semata-mata hanya berbasis material belaka. Visi maupun misinya tercampur-adukkan secara carut-marut.

Nah...begitulah, profile mendatang dari legislator kita.

Maaf, hanya lontaran wacana, sekedar curhat...

Salam,

EMAS

--- On Sat, 3/21/09, Rinny Soegiyoharto wrote:

From: Rinny Soegiyoharto
Subject: Re: Curhat istri caleg
To: milist psikologi
Date: Saturday, March 21, 2009, 10:10 AM

Caleg oh... caleg...
Mbak Tiwin, terimakasih sudah berbagi pengalaman yg berharga ini...
Ingin nimbrung, malah terpana-pana dg obrolan di topik ini, thx to all.
Mhn izin, bolehkah saya memuatnya di dlm blog terbuka saya? Mode kutipan asli dg menyembunyikan email add?
Pleassseee.. .
maturnuwun.. .
salam demokrasi,
RS

yoetzche manuhutu wrote:

From: yoetzche manuhutu
Date: 2009/3/22
Subject: Re : Curhat istri caleg
To: milist psikologi
Selamat pagi, rekan-rekan.
Nama saya mario, angkatan 98 psikologi ui.
saya juga mau share ke rekan-rekan pengalaman ibu saya yang dicurhatin istri caleg.

Ketika itu saya sedang mengunjungi ibu saya yang ikut ayah dinas di PBR, tahun 2006.
Ibu saya kedatangan seorang tamu, sebut saja namanya ibu A. mereka sudah saling mengenal sebelum saya datang ke PB. Sementara ibu saya dan ibu A berbicara di ruang tengah, saya sedang menikmati secangkir kopi dan pisang goreng kuantan yang enak sekali.

Tiba-tiba, di tengah pembicaraan mereka, si ibu A menangis tersedu-sedu. ia menceritakan pada ibu saya betapa suaminya yang jadi caleg dari partai yang -- sudah sangat bergaung namanya -- justru akhirnya disingkirkan (menjadi kecil kemungkinannya terpilih) karena ada caleg lain yang bisa menawarkan uang lebih banyak ke partai tersebut. alhasil, suaminya ibu A tidak bisa melenggang ke senayan. waktu itu pencalonannya untuk pemilu 2004.

Untuk keperluan pencalegan itu, ibu A sudah merelakan tanahnya yang sekian hektar untuk dijual, rumah pun digadai, mobil dijual, harta-harta yang lain dijual.
sambil masih tersedu-sedu ia menceritakan kondisinya yang sekarang: tinggal di rumah kontrakan, berusaha kerja lebih keras karena anaknya hampir lulus kuliah agar jangan sampai putus kuliah karena kondisi yang mereka alami.

Partai besar dan terkenal pun, menurut saya, lebih 'kejam' dalam urusan siapa yang bisa menyumbang lebih banyak dan dapat nomor urut yang lebih diprioritaskan oleh partainya, sehingga berlaku: "siapa yang lebih kaya, dia yang menang".
aneh, menurut saya. wakil rakyat adalah perpanjangan tangan Tuhan, yang seharusnya bisa memberikan yang terbaik buat rakyat, bukan justru semakin menyengsarakan rakyat.

saya melihat bahwa kesemuanya itu adalah sistem yang diciptakan oleh mereka yang membuat UU. maaf kalau saya tidak begitu paham soal UU itu, namun jelas dalam praktiknya yang terjadi adalah bukan kompetensi dan hati nurani yang berbicara, tapi kantong yang berbicara.

Selain curhat dari istri caleg di atas, saya juga dapat info dari milis lainnya bahwa total gaji seorang anggota legislatif setahunnya sudah mencapai 1 Miliar rupiah. 5 tahun berarti 5 miliar rupiah.

beberapa anggota legislatif yang dikeluarkan dari badan legislatif negara karena kasus korupsi pun masih menikmati gaji dan fasilitas dari badan legislatif tersebut. berarti hukuman tidak membuat mereka jadi kapok dan bertobat, karena toh masih dapat gaji plus tunjangan lain-lain.

terima kasih sudah bisa share.

salam,
Mario Manuhutu

Original Message from Tiwin Herman (Mon, Mar 23, 2009, 1:34 PM)

Temans,
Terimakasih banyak atas responsnya ya….. apalagi ada cerita yg mirip dari mas Mario Manuhutu. Kenapa aku cerita di milis ini ya...karena aku merasa ‘aman’ hehehe....skaligus ini buat menjwb mas Agus. Kalo pake nulis di surat pembaca...walah..repot mas..surat pembaca sekarang ini pake model konfirmasi segala. Kepengen sih seperti sarannya mas Revo, dimuat di fesbuk, tapi...lha wong aku jg baru di fesbuk jd msh gaptek gitu.., gimana uploadnya ya blum ngerti hehehe...Ntar deh, kalo anakku datang aku coba follow up idenya mas Revo (dg catatatan nek aku wani yo huehahaha...) Jadi mbak Rinny, monggo aja kalo mau dimuat dalam blognya nggih.....

Untuk mbak Heni Prim, mbak Mikha dan mbak Dyah parameshwary, ternyata memang sebagian dari nyaleg motivasinya ya...untuk ‘balik modal’ plus untungnya tentunya. Kalkulasinya kan udah disampaikan mbak Endah Triwijati, yaitu : ... 2 tahun di dpr(d) semua duit yang keluar pasti sudah susuk (alias balik dan plus ada tambahannya). Bahkan td pagi di radio dengar ada joke bahwa minimal jd anggota dewan 5 th bs dapat minimal 5 M bersih !!. Jadi.... Mau ? Mau ? Mau ?

Dengan model demokrasi yg kita miliki sekarang ini ya memang memungkinkan penjual kaleng rombeng seperti ceritanya mas Bekti bs nyaleg. Siapapun jg bs nyaleg, cuman...apa nggak mikir gitu lho...ada mekanisme pemilihan yg harus difahami biar nggak babak belur atau bangkrut atau depressi. Ini sebetulnya euphoria demokrasi atau udah masuk suatu zaman ’nek ora edan..ora keduman’ (kalo gak ikut gila nggak kebagian) ??
Ada yang bisa membantu menjawab ?

Salam hangat,
Tiwin H

1 comment:

David Pangemanan said...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***