Friday, July 10, 2009

Perempuan Berbisik 40: Hari ini "Ketemu" Feminisme yang lain

Pilpres... bye bye love... whatever will be will be... Negara ini terus berjalan, bukan?

Hari ini ingin menempel tulisan baru feminisme dari Kompas cetak, feature di Swara yang diulas & ditulis Soe Tjen Marching (salam kenal Bu...)


Feminisme
Antara Keharusan dan Pilihan


Jumat, 10 Juli 2009 | 09:39 WIB

SOE TJEN MARCHING

Apa feminis itu antilelaki? Ini adalah pertanyaan yang banyak saya dengar dari beberapa pria. Persepsi negatif tentang feminisme tidak saja mencuat dari mulut lelaki. Beberapa perempuan juga sempat bertanya, Feminis itu kan benci ibu rumah tangga seperti kita, ya?

Namun, bukankah jenis feminisme bermacam-macam? Seperti juga jenis demokrasiada demokrasi versi Soekarno, Soeharto, atau versi George Bush. Yang namanya monyet tidak hanya satu dan ras anjing juga banyak. Tentunya feminisme jauh lebih kompleks daripada monyet dan anjing.

Memang sejak tahun 1963, buku Betty Friedan, The Feminine Mystique, membuat kedudukan ibu rumah tangga mulai dipertanyakan. Kumpulan artikel yang sempat didepak berbagai media ini akhirnya dibukukan sendiri oleh Friedan dan terjual berjuta-juta banyaknya. Di dalamnya terdapat kisah ruang-ruang dokter serta klinik psikologi beserta pasien perempuan yang menderita gangguan mental karena sesuatu yang mereka sendiri tak tahu namanya. Tidak ada yang salah dalam hidup para pasien ini: Mereka merasa mempunyai suami dan anak-anak yang baik (atau tidak terlalu bejat, bahasa lainnya). Tetapi mengapa hidup mereka terasa begitu kosong dan tak berarti?

Friedan akhirnya menemukan jawaban dari sesuatu yang tanpa nama ini: Keharusan menjadi Ibu Rumah Tangga. Buku Betty Friedan sempat membuat kata ibu rumah tangga haram bagi beberapa pejuang hak perempuan. Karena keharusan ini yang membuat mereka terkurung dalam dunia sempit, yang tidak memperkenankan mereka mengejar karier di luar rumah demi kepuasan diri mereka sendiri. Mereka diharuskan meladeni keluarga, menyenangkan suami dan mengurusi anak-anak: Hidup bagi kebahagiaan orang lain. Kurangnya kesempatan dan pilihan yang membuat banyak perempuan terpenjara dan bahkan beberapa terserang mentalnya.

Siapa juga yang dirugikan bila makhluk yang seharusnya berfungsi sebagai pembawa rasa tenteram, namun ternyata justru tidak bahagia? Bukankah seorang yang tidak bahagia akan menebarkan suasana tegang karena ia biasanya mudah tersinggung dan mudah marah? Dan yang lebih parah, si penderita sakit mental ini selalu tinggal di rumah!

Merugikan

Keharusan perempuan untuk menjadi ibu rumah tangga ini akhirnya merugikan para pria juga. Lebih-lebih lagi ketika krisis ekonomi melanda Amerika pada pertengahan tahun 1970-an. Beban untuk mencari nafkah biasanya jatuh ke tangan lelaki yang istrinya menjadi ibu rumah tangga. Ketika si lelaki kehilangan pekerjaan dalam masa krisis, tidak ada lagi yang bisa menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Sedangkan bila perempuan juga bekerja atau terlatih bekerja di luar rumah, paling tidak, dalam masa sulit, ada cadangan yang bisa diandalkan.

Inilah yang terkadang jarang disadari: feminisme sering kali tidak hanya menyelamatkan perempuan, tetapi juga lelaki. Paling tidak, feminisme terkadang bisa membantu kesehatan mental lelaki. Karena rasa keangkuhan lelaki yang sering kali dipupuk dalam sistem patriarki dapat membawa bencana bagi diri mereka sendiri. Berapa banyak lelaki yang menderita depresi karena mempertahankan kebanggaan atau harga diri? Harga diri yang biasanya amat tergantung dari keinginan untuk mengontrol perempuan di sekitarnya sehingga bila perempuan ini tidak memenuhi harapan mereka, ego sang lelakilah yang terhantam.

Berapa pria yang begitu menderita bila kehilangan pekerjaan dan terpaksa harus menjadi bapak rumah tangga? Berapa pria yang begitu tersiksa bila sang istri lebih sukses dalam karier darinya? Kasus yang lebih ekstrem dari dampak keangkuhan lelaki adalah pembunuhan demi martabat yang telah dilakukan di beberapa bagian negara Pakistan dan Afganistan karena sang perempuan telah dianggap menyinggung harga diri lelaki. Terkadang hal ini terjadi hanya karena sang perempuan menolak dikawinkan paksa dan memilih pacar yang amat dicintainya.

Namun, tidak semua lelaki demikian. Suami Kanselir Jerman Angela Merkel tetap bahagia berada di balik bayangan istrinya. Sang suami, Joachim Sauer, justru lebih sering menghindari sorotan media masa dan berkutat pada penelitiannya. Bahkan ia sempat dijuluki the phantom of the opera, tentunya bukan karena ia seperti hantu yang ingin membunuh istrinya, tapi karena sosoknya yang sering menghilang.

Joachim Sauer yang modern ternyata telah didahului oleh Leonard Woolf, yang begitu setia mendukung Virgina Woolf, salah seorang tokoh feminis yang jauh lebih terkenal dari sang suami. Dengan keterbukaan Leornard, tidak saja ia bebas dari rasa rendah diri yang begitu menyiksa, ia juga dapat menikmati kerja sama dengan sang istri pada akhirnya. Bahkan setelah istrinya meninggal, Leonard tidak menyatakan keberatan lebih dikenal sebagai dudanya Virginia.

Feminisme sama sekali bukan antilelaki. Karena ia membuka pilihan. Dan karena itu, pilihan yang lebih luas ini juga berlaku untuk lelaki dan perempuan. Tidak ada keharusan menjadi lebih sukses dalam karier bagi lelaki. Sebaliknya, tidak ada keharusan berdandan atau menikah dan mempunyai anak bagi perempuan.

Tetapi bukan profesi itu yang patut dicela. Keharusannyalah yang seharusnya diperangi. Bila sang perempuan memang sungguh-sungguh bahagia menjadi ibu rumah tangga, ini juga merupakan pilihan yang harus dihormati. Bukankah seorang ibu rumah tangga juga menjalankan tugas yang cukup berat? Bukankah ia juga mempunyai keahlian yang harus dihargai? Feminisme yang merendahkan ibu rumah tangga akan memerangkap perempuan dalam kandang baru, keharusan baru, dan siksaan baru.

Pilihan perempuan bisa tak terbatas dan tak terduga. Dan bagi saya, feminisme bukanlah memaksakan bermacam keharusan. Ia membuka kesempatan, ia membebaskan.

Soe Tjen Marching Pengajar di SOAS - University of London, dan Komponis

No comments:

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***