Wednesday, June 22, 2011

VoaF#100 - SERIAL IMPESTA: DARI IRIDOJA MENUJU RAPAT KAUKUS

*by Rinny Soegiyoharto*
*** *** ***
¤PERINGATAN!!!¤
Kisah dalam serial ini FIKTIF!!! Apabila terdapat kesamaan nama, tempat, peristiwa... yaaa mohon maafffff...
¤¤¤

Rumah Myacinta bertonggak di bukit Iridoja. Tempat yang nyaman untuk pulang. Dinding-dinding batu vulkanik berlapis kulit kayu ebonique yang dicat jingga redup di bagian dalamnya, menghantarkan hangat saat angin dan udara Iridoja bertiup dingin.

Cat tembok luar rumah yang hijau matang, sudah tertangkap radar Gwenu, sesaat setelah kendaraannya menuruni tanjakan terakhir jalan Iridoja.
"Mestinya My sudah di beranda, jadi langsung berangkat. Bisa diamuk massa kalau sampai aku dan dia terlambat di rapat." Ucap Gwenu dalam hati. Ia menambah tekanan pada gas kendaraannya.

Myacinta melambai di beranda saat kendaraan Gwenu melintasi gerbang pekarangan. Ia segera melompat di belakang huminpar-nya (huminpar: pacar, pacaran) tepat ketika Gwenu menginjak pedal rem.
"Tancap Gwen... Jika tidak ada 'sale' marketmass hari ini, jalan di bawah masih bisa diandalkan untuk membiarkan kita lewat tanpa tersendat..." Ujar Myacinta sembari menepuk pundak Gwenu.

"Tadi masih aman, My. Kita tak boleh telat." Gwenu segera tancap gas, menghentakkan moge yang lebar itu hingga sekilas melayang.
Tentu saja tanpa suara bising dan tanpa asap mengepul di belakangnya. Desain moge berbahan bakar ramah lingkungan dan kedap suara bising, adalah wajib di Impesta. Pelanggaran atas aturan tersebut dikenai sanksi berat. Sebagian besar humin patuh pada undang-undang negeri ini. Sedikit saja yang masih mendebatnya dan tak mau turut aturan.

My memanjangkan rambutnya hingga mencapai pinggang. Bukan peraturan, hanya ingin saja. Sebab rambut yang panjang membuat tengkuknya terasa hangat. Ia lebih suka disebut Elga, meski orangtuanya datang dari Elga dan Inte. Pasangan seperti orangtua My memang jarang ada di Impesta. Para humin cenderung berpasangan dengan etniknya sendiri.

My dan Gwen huminpar sudah cukup lama. Mereka belum ingin mengkukuhkan hubungan ke huminsat (kawin, bisa juga istilah untuk pasangan menikah). Tidak ada tradisi mempertanyakan usia saat humin tetap masih huminis (lajang) atau huminpar masih tetap huminpar. Undang-undang negeri Impesta tidak mengatur usia huminsat. Usia kronologis humin hanya dibagi tiga, yakni muda, tanggung dan matang. Masyarakat adat dalam koloni etniknya masing-masing di Impesta sudah menata kehidupan dan budaya mereka, yakni huminsat terjadi saat sudah matang. Negara tidak mencampur-adukkan urusan individu dengan urusan negara.

Gwenu, keturunan Epla sejati. Interaksi dengan huminsosial sedikit banyak telah membentuk dirinya dalam menyikapi berbagai situasi sosial. Ia tidak pernah berhenti belajar, terutama mengembangkan diri. Meskipun karakter dasar Epla tetap saja tak kan mungkin tercangkok. Gwenu tetap Epla di tengah-tengah huminsosial.

Berkendara di wilayah asri Iridoja sangat menyenangkan. Setiap rumah memiliki pekarangan luas yang ditumbuhi beragam tanaman besar dan kecil. Rata-rata penduduk Impesta punya kesadaran tinggi soal pentingnya area resapan agar tidak terjadi banjir seperti di negara-negara sebelah sana.
Moge Gwen melintas di depan sebuah gerbang yang ditumbuhi tanaman rambat. Sesosok humin melambai kepada mereka. My membalas lambaian itu dengan melepaskan ciuman jauh. Hubungan sosial yang hangat, tampak dan terasa seketika. Antar tetangga saling menyapa meski hanya melambaikan tangan.
"Agre yang hebat, ya My," seru Gwen agak keras.
"Santakha? Iya, menurutku juga begitu. Huminsatnya Epla, 'kan? He he he..." Seloroh My bertujuan setengah menggoda Gwen.
"Dia bisa beradaptasi. Jarang sekali Epla berpengaruh pada Agre," ujar Gwen, berusaha tidak terpengaruh My.
"Hei... Bukankah kita sepakat tidak menjadikannya masalah dalam kehidupan sosial? Perbedaan itu mereka rayakan, itu sebabnya mereka solid dan harmonis dalam huminsat." My mengingatkan Gwen.

Sementara itu, angin sejuk Iridoja mengantarkan lamat-lamat alunan gending dari balik tembok rumah Santakha yang baru saja mereka lewati. Warna musik khas Epla yang mistik, spiritual dan meditatif.
"Engilaz sedang menari dan berdoa," sebut Gwen, lirih. Hampir tak terdengar di telinga My. Tapi My mengerti.

Lebih jauh, My paham kerinduan yang tersirat dalam suara dan kata-kata Gwen. Ia memeluk tubuh Gwen dari belakang, hingga bibirnya dapat menjangkau telinga Gwen dan berbisik, "Huminsat Santakha itu tetap Epla sejati sepertimu. Nuansa spiritual kalian sangat mengagumkan."
Gwen tidak menjawab, hanya mengangguk dengan perasaan haru. Ia rindu melakukannya juga. Ritual pemujaan yang selalu menenangkan. Seolah-olah kehadiran Pencipta sangat dekat.

Baik Gwen maupun My sadar yang harus mereka lakukan saat itu. Sebentar lagi mereka segera akan bertemu dengan berbagai humin dalam rapat yang keras. Agenda hari ini membahas mekanisme pendampingan bagi humin tanggung yang mendekati matang. Program pendidikan khusus bagi generasi penerus Impesta ini menjadi 'concern' kaukus mereka. Tak hanya di negara-negara lain di dunia, Impesta pun tak luput dari pro-kontra seputar program-program terkait persiapan dan penyiapan generasi penerus yang dalam rencana pemerintah saat ini diproyeksikan sebagai pemimpin-pemimpin Impesta duapuluh tahun lagi.

Lima menit setelah itu, Gwen menepikan moge-nya, My membantu Gwen berbalik. Mereka berhadap-hadapan. Tangan mereka bertautan, keduanya memejamkan mata. Ini adalah kebiasaan mereka berdua sebelum memasuki ruang rapat kaukus dan berbaur dengan yang lain. Mereka hampir tiba di kaki bukit yang menghamparkan deretan toko, kantor, pasar, sekolah dan pusat-pusat aktivitas lainnya. Tertata rapi berdasarkan perencanaan kota yang sangat bagus.
Tidak sembarang berhenti. Keduanya kini di area pitstop yang aman dan diizinkan untuk berhenti sebab tidak mengganggu lalu-lintas jalan.

My mempercayakan doa-doa mereka dipandu Gwen. Ia yakin pada kesungguhan dan penyerahan diri kaum Epla saat melakukan ritual spiritual. Total, pasrah dan ikhlas, dengan tetap teguh pada misi perjuangan mempertahankan kredibilitas, kejayaan dan ketangguhan Impesta sebagai sebuah negeri dan negara.
Gedung Uranium tinggal lima menit lagi di depan. Mereka dapat tiba tepat waktu di sana. Siap mengikuti rapat kaukus hari ini. Menurut schedule tercatat rapat direncanakan berlangsung selama lima jam.

¤PERINGATAN!!!¤
Kisah dalam serial ini FIKTIF!!! Apabila terdapat kesamaan nama, tempat, peristiwa... yaaa mohon maafffff...
¤¤¤
___________
RS @ OwnBlog http://suara-hati-rinny.blogspot.com/

No comments:

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***