Saturday, November 13, 2010

Perempuan Berbisik 82: UNDANGAN

*by RinnyS*
*** *** ***
♡ ♡ ♡ ♡ ♡

You are cordially invite to our small party, which would be held on, December, 26, 2026. 18:30 pm.
...........................

Sincerely yours,
Prince and Princess

♡ ♡ ♡ ♡ ♡

Saat menerima sebuah undangan, tak sadar beragam reaksi emosi muncul di dalam diri kita.
Mula-mula sesuatu yang dirasa biasa. Membuka sampul sambil mencari nama pengirim, memeriksa event dan keistimewaan dari thema-nya (apakah sekadar undangan makan, atau ulang tahun, pernikahan, perayaan perak, emas, dsb).

Tak lupa kita juga memeriksa waktu penyelenggaraan dan tempat. Setelah itu undangan disimpan, atau dicatat dalam agenda, lalu dilupakan sejenak.
Demikian halnya pada undangan yang dikirim secara digital ataupun elektronik.

Pada saat itu, mungkin kita merasa senang. Atau bisa saja sedih, terharu, bahkan iri dan cemburu. Lalu kita pun mulai bermain-main dengan kata-kata dan perasaan. Apabila undangan itu berasosiasi dengan perasaan senang, baik pada acara maupun pengundangnya, kita segera berkata di dalam batin, seperti misalnya, "aku pasti datang". Sambil tersenyum.

Jarang sekali orang membaca undangan berkali-kali saat undangan baru saja diterima. Oleh sebab itu, mencatatnya segera di dalam agenda, yang di era sekarang ditambahkan aplikasi pengingat, menjadi sebuah pilihan yang cukup aman. Suatu saat mesin pengingat akan memberi tanda sesuai dengan setelan yang sudah diatur.

Undangan, karena dilengkapi dengan hari, tanggal, bulan, tahun dan waktu pelaksanaannya, cukup simpel bagi kita untuk memenuhinya ketika saat acara hampir tiba.

Sadar atau tidak, undangan verbal (lisan ataupun tulisan) telah menjadi bagian dari input program di otak kita. Oleh sebab itu, meski mesin pengingat kurang berfungsi, mesin alami otak kita mampu memberikan signal.

Dalam pengaturan mandiri, manusia sebagai mikrokosmik, dan alam semesta sebagai makrokosmik, sesungguhnya selalu berkelindan dengan undangan-undangan yang saling memenuhi satu sama lain. Hanya saja sebagian besar tanpa dilengkapi waktu yang tepat mengenai tempat dan kejadian.

Kepekaan yang diperoleh sebagai anugerah (given) dan melalui pengasahan (rajin mengolah rasa spiritual), dapat memberikan tanda-tanda saat undangan diterima dan hampir terlaksana, seperti halnya memrogram pada mesin pengingat.

Kepekaan yang super-peka jarang dimiliki manusia, sebab manusia mempunyai kehendak bebas (independent will) yang menggodanya membuat tanda-tanda lain di luar undangan-undangan yang dikirimkan kepadanya.

Kendati demikian, undangan dan pemenuhannya tetap berlangsung. Antar manusia sendiri, dan manusia dengan alam (satu paket dengan Sang Pencipta).
Terjadi pengaturan mandiri (self-organizing) yang memenuhi hukum keteraturan.

Pencipta menata manusia dan alam dalam suatu keteraturan yang sangat baik. Pola-pola yang jelas, keterhubungan (connectivity) yang indah, dalam jarak-jarak yang terukur.

Tapi kita kerap tidak mampu menyadarinya secara penuh, kendati bawah sadar kita terus berproses mengolah undangan-undangan, yang satu melengkapi yang lain, terjadi pemenuhan sempurna pada akhirnya.
Kita tak menyadari. Bahkan sesudah terjadi pemenuhan pun, masih banyak yang tidak peka pada tanda-tandanya.

Pernahkah Anda berpikir tentang sesuatu yang tadinya adalah pikiran atau gagasan orang lain? Itu adalah undangan. Ketika kita mulai memikirkannya, otak kita beserta gelombang-gelombang energi semesta berproses mengatur secara mandiri. Mewujudkannya sampai pada titik akhir yang sempurna.

Undangan yang ditolak, pun meresap di alam bawah sadar kita. Berproses bersama ke-tak-sadaran, lalu tiba-tiba kita terbangun dan menyadari bahwa undangan tersebut telah kita penuhi. Menyakitkan ketika undangan itu berisi keputus-asaan, keinginan untuk mati, kesakitan dan penderitaan. Sesungguhnya sangat membahagiakan apabila kita bisa menyadari bahwa ada undangan yang telah didesain secara khusus untuk kita, dikirimkan untuk kita penuhi. Dan undangan itu pun berlaku bagi kita yang akan merayakannya bersama-sama sang pengundang, berbaur dan menyatu.

Seperti bisikan-bisikan indah dalam kesenyapan, yang hanya kita sendiri yang tahu.

Terimakasih telah mengundangku.

Salam, RS (12 November 2010)
___________
RS @ OwnBlog http://perempuan-berbisik.blogspot.com/

No comments:

Posts Archive


PEREMPUAN = SRIKANDI ?

Kenapa PEREMPUAN PEJUANG sering disebut SRIKANDI.
APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?
Kutelusuri WIKIPEDIA, kutemukan entri SRIKANDI ini

Srikandi (Sanskerta: Śikhaṇḍī) atau Sikandin adalah salah satu putera Raja Drupada dengan Dewi Gandawati dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan penitisan Dewi Amba yang tewas karena panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata ia diceritakan lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam pewayangan jawa ia dikisahkan menikahi Arjuna dan ini merupakan perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata vrsi India.
Arti nama
Dalam bahasa Sanskerta, Srikandi dieja Śikhaṇḍin, bentuk feminimnya adalah Śikhaṇḍinī. Secara harfiah, kata Śikhandin atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau "yang memiliki jambul".
Srikandi dalam Mahabharata
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir sebagai wanita bernama Amba, yang ditolak oleh Bisma untuk menikah. Karena merasa terhina dan ingin membalas dendam, Amba berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Pada saat lahir, suara dewata menyuruh ayahnya agar mengasuh Srikandi sebagai putera. Maka Srikandi hidup seperti pria, belajar ilmu perang dan kemudian menikah. Pada malam perkawinan, istrinya sendiri menghina dirinya setelah mengetahui hal yang sebenarnya. Setelah memikirkan usaha bunuh diri, ia kabur dari Panchala, namun diselamatkan oleh seorang Yaksa yang kemudian menukar jenis kelaminnya kepada Srikandi. Srikandi pulang sebagai pria dan hidup bahagia bersama istrinya dan memiliki anak pula. Setelah kematiannya, kejantanannya dikembalikan kembali kepada Yaksa.
Perang di Kurukshetra
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan karena ia tidak ingin menyerang "seorang wanita", ia menjatuhkan senjatanya. Tahu bahwa Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir. Akhirnya Srikandi dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam Pewayangan Jawa
Srikandi dikisahkan lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati, menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah. Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putera.
Dewi Srikandi menjadi suri tauladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura, yang mati terbunuh oleh Bisma.
Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya perang Bharatayuddha.

JADI, APAKAH PEREMPUAN ADALAH SRIKANDI?

*********

PEREMPUAN DAN PENDIDIKAN
Rinny Soegiyoharto (catatan tak selesai pada april 2006)

Ragam aktivitas ke-Kartini-an sebagai simbol emansipasi kaum perempuan seperti sebuah rutinitas lebih bergaung pada bulan April mendekati hari keduapuluhsatu. Ditandai aneka lomba dan berbagai atribut keperempuanan yang adakalanya malah tampak sekadar wujud lahiriah dan kasat mata. Sebut saja lomba berkebaya, lomba masak, lomba pasang dasi, lomba merias wajah, dan sebagainya.

*** *** *** *** ***

-DRAFT--Wanita. Meski berpadan dengan perempuan, namun kata dasar “empu” pada perempuan terasa lebih nyaman dan membanggakan, oleh sebab itu saya suka menggunakan kata “perempuan”, termasuk dalam menamai blog saya.-
Perempuan, sadar soal pentingnya pendidikan terhadap anak-anak, karena di "dalam" perempuan terdapat beban psikologis memperjuangkan dirinya sendiri, terus-menerus. Utamanya dalam hal pendidikan (sudah diterobos Kartini). Guru TK-SD bahkan SMP kebanyakan perempuan. Bapak-bapak lebih banyak muncul dan berperan pada tingkat pendidikan lanjutan atas (SMA), dimana pendidikan dasar telah ditanamkan lebih dahulu oleh ibu-ibu guru. Mengapa? Sekali lagi karena perempuan secara lahiriah dan kodrati justru memikul tanggung jawab pendidikan itu sendiri yang dimulai pada dirinya sendiri. Maka, bapak-bapak guru lebih kepada transfer of knowledge, ketimbang hal-hal mendasar yang lebih berhubungan dengan pembangunan karakter, penanaman proses belajar dan pengertian-pengertian dasar untuk dan selama manusia menempuh proses pendidikan.- Pendidikan: mencakup attitude/sikap, yakni kognitif, afektif dan perilaku. Pengembangan kepribadian, pembiasaan good character, kesadaran dan tanggung jawab akan masa depan pribadi/diri sendiri yang mempengaruhi masa depan keluarga dan kontribusinya bagi pembangunan bangsa dan negara, dll.- Bukan diskriminasi yang mengarah pada gerakan feminisme.- Perbedaan sesuatu yang dirayakan bersama sebagai unsur2 yg saling bersinergi mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama: orangtua, pendidik, bangsa dan negara.- Berkaitan erat dengan UU Anti-KDRT. Jika perempuan terus ditindas, bahkan di dalam rumah tangganya sendiri, bagaimana mungkin perempuan dapat bertugas/ berkiprah/ bertindak optimal untuk mendidik anak-anak, baik anak sendiri maupun anak-anak didik apabila ia seorang guru? Kendati lagi, waktu terus merambah, persaingan global semakin cepat dan menantang, anak tidak berhenti tumbuh dan berkembang, suatu waktu akan tiba ketika anak mulai lebih banyak mencurahkan porsi proses pendidikannya pada pemenuhan kognitif, belajar ilmu2 tinggi, yg bisa jadi sebagian besar diberikan oleh laki-laki, bapak2 yg menitikberatkan pada perkembangan kognitif.- Perempuan & laki2 lebih kepada pembagian peran, baik dalam pendidikan di dalam rumah tangga, maupun pendidikan secara luas, formal & informal. Karena baik dari segi struktur fisiologis dan psikologis serta kultural dan sejarah di dalam masyarakat kita, telah membentuk sebuah perbedaan laki2 dan perempuan, yang harus kita rayakan bersama-sama membentuk manusia-manusia berkualitas dlm diri anak2 kita sebagai proses pendidikan menuju masa depan cerah mengikuti kecerahan janji bangsa ini. Amin.-

Pendidikan dimulai dari rumah. Peran ibu sebagai objek kelekatan anak yang pertama terhadap proses pendidikan anak tentulah tidak kecil. Sebagai perempuan, tentunya ibu harus tidak hanya memberikan pelajaran, namun pendidikan kasih sayang, penanaman afeksi, unsur penting bagi rasa nyaman dan aman bagi anak, karena merasa dicintai. Bagaimana mungkin ibu dapat menanam benih cinta pada anak apabila dia sendiri mengalami kekerasan dalam rumah tangga.***