by Rinny Soegiyoharto
Dalam pelatihan-pelatihan atau lokakarya peningkatan kapasitas, khususnya yang berfokus pada pengembangan karakter berbasis peran individu, sesi sosiodrama bagus diangkat sebagai salah satu metoda.
Peserta berkelompok, mendapatkan sedikit petunjuk (diberi kebebasan lebih untuk berkreasi), lalu mulai menjalankan proses tersebut.
Setiap kelompok memilih satu thema sosiodrama atau 'role play' yang mendekati situasi sosial dan hubungan antar pribadi yang sesungguhnya.
Tiap kelompok mengawali aktivitas dengan penulisan skenario singkat untuk 'penampilan' sosiodrama selama kurang lebih 10-15 menit, atau bisa juga lebih, tergantung ketersediaan waktu.
Pada tahap ini kreativitas dan imajinasi individu dalam kelompok, ditantang. Beragam bentuk skenario tercipta dari sini. Ada kelompok yang sepakat skenario tidak ditulis terurai, namun berupa poin-poin 'scene', termasuk 'casting' (penentuan peran dan pemeran).
Ada bentuk skenario unik yang ditulis dengan mem-perkata-kata-kan 'bunyi-bunyian', disertai gambar-gambar dari guntingan majalah, semacam kolase. Penyusunan berurutan sesuai konsep sosiodrama yang hendak dibangun. (Dalam hal ini fasilitator harus meng-'encourage' peserta untuk menghasilkan skenario tertulis sebagai salah satu 'tools' yang akan didiskusikan bersama).
Gambar di atas dapat diambil sebagai contoh.
Objek itu adalah daun pintu, kunci dan anak kunci.
Potongan gambar ditempel pada kertas skrip, lalu beberapa kata dengan tanda "..." atau *...* mengikuti di bawah gambar tersebut, beserta beberapa penggal dialog/monolog ataupun keterangan, yang kemudian nanti akan diperankan oleh masing-masing pemeran.
Scene1: Start
---------------------------------------------------
"Kkrrrreeeeettt" (pintu ditutup)
*ceklek* (anak kunci diputar)
---pintu pun terkunci---
(Ada dua manusia di dalam ruangan tertutup rapat dan terkunci)
Monolog1: Apa yang terjadi di dalam sana? Ooohhh...
*Jeeebbbuuummmplank* (bunyi pintu lain tertiup angin, ini sih dramatik saja)
(suara-suara di balik pintu terkunci)
"cepcapcephheessshhhaaaahh"
"Bugbagbugbaaagg"
*duuggddaaggdduuggg*
"Kkrrriiyyyyttt"
*cettaaarrrr* *doooooooooorrr!*
Monolog1: Oh mai got! Ada yang terluka? Ataukah...???
(Pemeran berlari ke arah berlawanan sambil menutup kedua telinga dengan keduabelah tangannya. Ekspresi wajah bercampur-campur: jengah, khawatir, marah, panik)
(Pada sisi yang satu, Pemeran lain sedang terperangah keheranan, setengah berteriak tak percaya)
Pemonolog2: Saya telah dikhianati, juga difitnah! Dicaci-maki dengan kasar! Dituduh! Dipojokkan!
Duh Gusti, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan...
---------------------------------------------------
Scene End.
Menarik ketika membayangkan skenario tersebut diperankan secara total. Imajinasi pemeran dan kesan yang ditangkap penonton, diperkuat skrip, menjadi materi bahasan tentang sample kehidupan pada suatu konteks, yang kompleks dan menantang.
Sosiodrama antara lain dapat memetakan karakter individu pada situasi dan komunitas tertentu. Masing-masing pemeran memiliki 'insight' yang dihayatinya yang kemudian menjadi pembelajaran untuk perubahan progresif pada masa mendatang di kehidupan dan peran yang sesungguhnya.
Inilah suatu proses penguatan sosial berbasis penguatan individu.
Sekian.
(Komen: Duh, kebayang & kangen nonton Theater Koma. Titik Habis :-))
best regards & many wishes,
•Rinny Soegiyoharto•®
@RinnyLaPrincesa
http://suara-hati-rinny.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment