Gema kampanye #senyum yang momen puncaknya jatuh pada 10 Oktober lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia (@HIMPSIJaya), tetap ada. Di dalam lingkungan organisasi ajakan tersebut masih terus saling diingatkan. Seorang sejawat telah membuktikan keampuhan senyuman dalam kegiatan praktiknya menangani klien-klien yang tiada henti. Ya. Senyum & tersenyum dapat menjadi alternatif terapi yang berdampak kuat.
Salah satu hasil tulisan saya yang sempat dipublikasikan Surat Kabar Suara Pembaruan pada tahun 2006 lampau, menyoal senyum & dampaknya dalam konteks relasi sosial & antar pribadi. (Ternyata file aslinya masih tersimpan aman sebagai arsip pribadi).
Hari itu (19 Oktober 2012), saya melihat sebuah senyuman. Tidak hanya melihat & turut tersenyum, namun juga senyum orang itu mampu menggetarkan & menyentuh dasar batin. Mata saya berkaca-kaca karenanya, setelah saya tercenung & pikiran saya berlari-lari bersama perasaan yang bergemuruh. Sampai-sampai saya lupa mengamati jalan di depan saya. Bersyukur, tangan Sang Maha Kuasa menepuk pundak saya hingga saya tersadar.
Waktu & durasi yang singkat saja. Tentu demikian karena peristiwa itu terjadi di sebuah persimpangan jalan, ketika lampu merah menyala. Deretan kendaraan yang berhenti menunggu giliran di ruas jalan itu cukup panjang. Saya dengan kendaraan saya termasuk salah satunya. Ketika kotak-kotak plastik lembut warna-warni seolah berayun di depan kaca depan.
Tangan yang mengayun-ayunkan tissue terkemas plastik untuk menarik perhatian para pengantre di persimpangan itu bukan tangan yang utuh seperti yang dimiliki manusia pada umumnya. Lengan itu hanya sedikit lebih panjang dari lengan kaos yang dikenakan sang pemilik. Kaos lusuh memudar, namun terkesan bersih. Kaki-kaki yang lincah berpindah dari depan kendaraan satu ke yang lainnya, juga bukan kaki-kaki utuh. Pemiliknya adalah penyandang 'difable'. Pedagang asongan itu seorang yang tidak memiliki lengan-lengan & kaki-kaki yang utuh. Namun ia lincah, ia bekerja, ia menjajakan tissue-tissue dalam bungkus plastik berbentuk kotak warna-warni.
Belum seberapa. Lihatlah wajahnya. Tak sedikit pun raut 'meminta belas kasihan' tergores di sana. Air muka itu begitu ramah, ikhlas, dihiasi senyuman tiada henti; diperhatikan ataupun tidak. Bahkan ketika tangan pemilik kendaraan mengibas tanda menolak untuk membeli, senyum di wajah itu tetap lebar & tulus menyirami kalbu.
Senyuman yang mengirimkan pesan hati pemiliknya. Ia tampak penuh syukur, bersemangat, sabar, lapang, ikhlas, dan ramah.
Makna sebuah senyuman yang mampu menggetarkan rasa & menularkan senyuman-senyuman tersungging di banyak raut.
Senyuman, tersenyum, benar-benar sebuah bahasa universal tanpa kata-kata, namun kuat menjadi penyampai pesan positif bagi hati yang tergerak positif.
Senyum dong ;-)
Tentang senyum, tersenyum, mari tersenyum, dan berbagai materi psikologi & kesehatan mental, dapat diikuti di linimasa kicauan "SenyumIndonesia" @HIMPSIJaya.
Be blessed,
best regards & many wishes,
•Rinny Soegiyoharto•®
@RinnyLaPrincesa
No comments:
Post a Comment