"Kamu seorang feminist?"
Akhirnya seseorang menanyakan hal itu pada saya. Alih-alih menjawab, saya malah bertanya balik,
"Kenapa memangnya?"
Tentu saja sambil mengumpulkan ingatan-ingatan, mencoba pahami perspektif penanya, memformulasikan kalimat untuk jawaban-jawaban antisipatif sekiranya muncul pertanyaan-pertanyaan berikut. Kemudian saya putuskan kembali saja pada titik nol, yakni saya dan adanya saya.
Sebagaimana yang telah saya prediksikan, pertanyaan berikutnya mengalir dengan membawa tiga tanda tanya (???) lebih besar (mengingatkan pada simbol logo 'Pasukan Mau Tahu'nya Enid Mary Blyton, novel detektif remaja, bacaan saya di masa remaja duluuuu).
"Kenapa kamu sering sekali bicara soal perempuan, kamu juga (tampaknya) mengagumi perempuan, bahkan (tampaknya lagi) memuja perempuan?"
Well. Sebenarnya saya sendiri tidak paham benar soal istilah atau kelompok atau komunitas atau kaum yang disebut 'feminist'. Saya perlu belajar lagi lebih spesifik mengenai hal itu. Tadinya belum terpikir, namun karena pertanyaan memuat istilah itu sudah memasuki ruang kesadaran saya, maka kini saya rasa perlu mempelajarinya, nanti dan segera.
Kembali pada keputusan saya tadi, berdiri di koordinat 0;0, maka saya jelaskan sederhana di sini (tentu tidak sama persis dengan obrolan model verbal-lisan), saya ini perempuan, sejak lahir hingga saat ini. Itulah satu-satunya alasan saya sering berbicara tentang perempuan, artinya saya berbicara tentang diri saya sendiri. Pendapat subyektif saya soal perempuan: KUAT.
Kuat beroposisi dengan lemah, menurut saya. Akan tetapi keduanya bukan dikotomi, menurut saya lagi. Antara kuat dan lemah terdapat gradasi yang padat, namun tidak ada nuansa tengah, tidak ada setengah kuat setengah lemah. Seumpama pemaksaan Meyrs-Briggs (semoga ejaannya benar) dalam menentukan I atau E, misalnya, ambillah nilai yang terbesar andai persentasenya pun 51:49, maka itulah model kepribadianmu. Demikian yang saya maksud, meski seseorang 'hanya' kuat 51%, maka ia bolehlah tergolong kuat.
Sesuatu yang KUAT pada perempuan itu adalah kepribadiannya (personality), yang mengandung unsur-unsur karakter, sifat, sikap, intensi, perilaku. Golongan unsur-unsur itu hanya saya jemput-acak saja, mengingat telah begitu banyak daftar traits yang berkembang hingga saat ini, mulai dari kembangan Personality Plus, hingga kuis-kuis kepribadian dan deskripsi sifat yang banjir dan makin banjir. Artinya, maju betul ilmu tentang manusia ini, banyak betul orang berminat menjadi psikolog atau melakukan praktik-praktik psikologi, maka banjir juga fakultas Psikologi dimana-mana.
Jadi, apakah pada dasarnya kepribadian perempuan atau bukan perempuan, sama saja? Apakah kepribadian itu faktor bawaan (biological forces) atau karena belajar, pengalaman hidup dan pengaruh lingkungan? Jawabannya, kedua-duanya. Dan karena dari sononya telah terbedakan perempuan dan laki-laki, tentu saja faktor bawaan ini berpengaruh besar pada berkembangnya kepribadian perempuan.
Entah kenapa dunia berkembang sebagai dunia laki-laki. Saya cari-cari, bahkan tak ada rasanya seorang nabi perempuan. Ketika seorang perempuan menikah dengan laki-laki, maka ia (harus) 'mengikuti' suaminya. Beberapa di dalam diriya tertanggalkan, bahkan juga namanya yang dibawa sejak lahir (Nama belakang saya adalah nama ayah saya, laki-laki, supaya tidak berganti-ganti saja ;-)). Kendati semua manusia keluar dari rahim seorang perempuan (saya belum bisa percaya metode cloning bisa menggantikannya).
Demikianlah, sejak awal perempuan berjuang di dunia laki-laki, menurut saya... (to be continued)
RS for own blog, http://perempuan-bernama-rinny.blogspot.com/
_____________________________________________________________
No comments:
Post a Comment